Tentang 30 Hari Cerita Cinta

18 September 2011

Opa Frans dan Oma Sandra #6

Ketemu lagi sama aku Nalen.. Hallo


Malam-malam makan mie instant baik gak sih?

Tapi kayaknya telat deh aku nanyanya, soalnya mie-nya dah nyemplung ke perut. Hehe
Gak enak banget nih malam-malam kebangun gara-gara laper, mau bangunin Nayagak tega dia dah tidur nyenyak banget. Niatnya sih tadi mau makan tapi dasar setan lewat aku lebih milih matiin lampu terus.… hahaha. Isi sendiri deh ya tuh titik-titik. Soalnya kalo gak gitu Naya ngambeknya bisa ampe pagi walaupun sampe nanti pagi juga masih ngambek-ngambek kecil pasti. Inget-inget makan padahal Naya juga belum makan, tapi yasudahlah bagus juga buat dia gak makan malam biar gak tambah gendut. Upss!! Pasti ngambek nih kalo baca kalimat terakhir ini. Hehe.
Oiya mungkin pada heran kenapa si Naya ngotot banget pengen punya anjing kayak si Bruno itu. Semua berawal ketika kami bertandang ke tetangga sebelah rumah, gak sebelah-sebelah amat sih cukup ada jarak sekitar 50 M. Mereka pasangan kakek nenek penjual bunga yang dirumahnya memelihara anjing, nah anjing mereka itulah si Bruno. Si Bruno ini tuh jenis anjing besar yang namanya kalau gak salah Rotweiller, jinak banget sih memang anjingnya dan lucu. Menurut si pemilik rumah, anjing ini sudah dipeliharanya sedari kecil pemberian dari langganan bunga mereka, jadi sudah tidak usah diragukan lagi kesetiaannya.



Kembali lagi ke pasangan kakek-nenek tetanggaku lagi deh,.Mereka itu sudah lama banget tinggal di daerah rumah kami ini, semua orang kenal mereka. Kalau lihat rumah mereka bener-bener iri deh pasti, rumahnya sih gak besar tapi bergaya rumah-rumah pedesaan di Eropa lengkap dengan perapiannya dan halaman belakangnya itu luas banget. Halaman belakang rumah mereka pergunakan untuk menanam bunga-bunga hias yang beraneka ragam dan semuanya indah.
Dari tadi aku nulis gak ngenal-ngenalin nama mereka berdua ya? Hehe.

Ketika berkenalan mereka menyebutkan nama Franstinus Daud Santwijk dan Sandra Murniati Joseph Kisling, dari nama pasti sudah ketebak kalau mereka memiliki darah bule alias Indo dan semua terlihat jelas dari perawakan mereka berdua. Khas orang Indo mereka berkulit putih, berhidung mancung dan memiliki tinggi diatas rata-rata. Opa Frans dan Oma Sandra begitu beliau membahasakan dirinya. Opa Frans berbadan kurus, bermata biru, berambut sedikit botak, berhidung mancung sekali, berwajah sedikit keras, berpandangan tajam penuh wibawa tetapi sangat-sangat ramah, jelas sekali terlihat sisa ketampanan masa mudanya di sela-sela wajahnya yang mengriput. Sedangkan Oma Sandra mengaku ber-ayah asli orang Jerman dan Ibu seorang wanita Sunda asal Sukabumi, dari campurannya saja sudah jelas terbayang bahwa Oma Sandra ini 30 tahun yang lalu pasti masih sangat cantik, dengan kulitnya yang putih, berhidung mancung, berambut hitam, bermata belo dan sedikit saja lebih pendek dari suaminya. Berbeda dengan Oma Sandra, Opa Frans terlihat sangat bule.

Aku dan Naya memulai percakapan dengan memperkenalkan diri dan menyatakan maksud tujuan kami datang untuk bersilaturahmi, permisi dan sekaligus meminta maaf karena dari mulai membangun rumah sampai sudah tiga hari menempati rumah, kami belum sempat berkenalan dengan mereka. Obrolan pun berkembang kesana-kemari dan kami salut dengan keramahan pasangan lanjut usia itu, benar-benar orang-orang tua yang sangat menyenangkan dan baik sekali. Aku dan Naya, begitu juga mereka bercerita awal mula saling bertemu dan mengenal hingga bisa menjadi suami istri, percakapan kembali melebar mengenai hobby, pekerjaan, film, musik dan yang mengejutkan, ternyata mereka berdua sangat up to date. Kagum aku dibuatnya, mereka tahu sm*sh, Justin Bieber dan pujaan-pujaan anak zaman sekarang lainnya, yang aku pun tidak tahu. Hehehe.
Jadi teringat ucapan Naya. "Kamu dengerin music yang lain kek! Yang lagi ngetrend sekarang didengerin juga dong!! jangan cuma, The Cure, Stone Roses, Morrisey, Joy Divison, Suede, Pulp, Rialto. Bosen kan tiap nyetel mp3 itu terus paling-paling selingannya Naif ma Slank. Capek deh." Di sebut semua musisi-musisi yang menjadi idolaku oleh Naya. Sembari ngeledek Naya bilang seperti itu, padahal dia juga suka. Kalau diledek seperti itu biasanya aku langsung senyum, gedein volume musik trus goyang-goyangin kepala dan Naya langsung melet-melet ngeledek. Hehe.

Oke balik lagi ke Opa Frans, ketika aku bilang kalau aku seorang peneliti lepas mengenai budaya dan sejarah ia lalu bercerita akan sejarah dia dan keluarganya. Aku tersenyum dan sangat senang, Naya dan Oma Sandra hanya menjadi pendengar setia yang sepintas-sepintas saja kadang ikut menimpali obrolan ku dan Opa Frans.

Opa Frans bercerita bahwa ia adalah cucu dari H. van Santwijk seorang Belanda yang pada tahun 1905 hingga 1909 menjadi sekretaris Residen Batavia. Antara tahun 1905-1909 Residen Batavia seingatku berganti sebanyak 3 kali, yaitu masa Residen Bakhuizen van den Brink, J. Hofland dan Erijk Meertens, itu kalau benar loh. Hehe. Opa bercerita bahwa sebenarnya namanya ada van diantara Daud dan Santwijk tetapi karena ia lahir dan besar di Indonesia jadilah ia sangat mencintai negeri ini, oleh karena itu ia memutuskan untuk menghilangkan kata van dinamanya. Tetapi bagaimana pun namanya orang Belanda ia juga selalu rindu akan tanah air dan bangsanya, sesekali juga dia kembali ke negara asalnyaa untuk menengok kedua anaknya yang sekarang berkeluarga disana. Opa dan Oma bercerita bahwa dari kuliah kedua anak mereka yang kebetulan perempuan sudah menetap di Belanda ikut sepupu Opa yang memang warga negara sana. Kedua anak mereka bernama Bernadette Murniati Santwijk dan Mariana Murniati Santwijk, unik ya nama anak mereka? Ciri khas nama-nama orang blasteran, yaitu campuran nama barat dan timur. Sepintas aku dan Naya melihat foto-foto anak mereka yang terpampang di dinding-dinding rumah, dan tahukah sama sekali tidak terlihat seperti orang Indonesia. Hanya nama Murniati dan warga negaranya saja yang mungkin Indonesia. Hehe.

Opa dan Oma Frans juga bercerita bagaimana sulitnya hidup menjadi orang indo di awal-awal kemerdekaan, bagaimana mereka bertemu yang ternyata jodoh mempertemukan mereka melalui bunga. Ketika aku dan Naya tanyakan lebih lanjut, mereka berdua seakan malu-malu dan berkata, "Eike bukan tidak mau bercerita tapi biarlah kisah itu hanya untuk kami berdua" Oma Sandra berkata seperti itu diikuti tanda anggukan setuju oleh Opa Frans. Opa juga tidak mau ketinggalan ia melanjutkan, "Yang pasti kita berdua akan tetap mengabadikan kisah tentang bunga itu setiap hari, dengan cara merawatnya berdua bersama-sama." Jadi itulah alas an meraka memilih berkebun dan menjadi penjual bunga, agar mereka selalu mengenang awal mula pertemuan mereka. Bisa di bayangkan bukan betapa romantisnya mereka, jadilah aku dan Naya tersenyum lebar mendengar cerita mereka berdua.

Kerika kami berempat bertukar-kisah (yang sebenarnya banyakan cerita pasangan senior itu) itu tampil Bruno mondar-mandir manja di antara Opa dan Oma. Nah disitulah Naya cengar-cengir seperti anak kecil melihat mainan, ditambah lagi si Bruno ini benar-benar jinak dan menggemaskan agak tidak pantas sebenarnya antara kelakuan dan tingkah lakunya. Sejujurnya memang menarik dan lucu sih si Bruno ini, tapi untuk memelihara aku akan katakan tidak. Mengapa? Ya seperti di postingan Naya sebelumnyalah alasanku tidak memperbolehkan naya memelihara binatang.
Pukul 08.00 Aku dan Naya pamit dan berjanji akan kembali lagi untuk mendengarkan cerita-cerita menarik mereka, dan Naya juga dengan memaksa meminta Oma agar ia diperbolehkan kapan-kapan membantu merawat bunga dan untungnya Oma sama sekali tidak keberatan.

Walaupun sebenarnya yang menjadi daya tariknya sebenarnya si Bruno, dasar Naya mungkin Opa dan Oma Frans bisa dikelabuhi tapi kalau aku mah nanti dulu. Hehe.


Nah, dari sinilah si Naya dengan kekehnya meminta izin untuk memelihara anjing yang sebenernya percuma karena aku tidak akan memperbolehkannya.

Waduhh.. keenakan menulis cerita tentang Opa dan Oma Frans sampai tidak sadar ternyata ada email masuk di Inboxku.

Sebentar ya aku buka dulu.

Wow, ternyata hari senin depan aku harus berangkat ke daerah timur Indonesia tapi dimananya masih belum tahu, apakah Papua, NTT atau Maluku. Temanku bilang nanti akan dikabari lagi, tapi dia bilang penelitian dari Kementrian Kebudayaan Pariwisata. Sejujurnya baru kali ini aku dapat kerjaan dari pemerintah, sebelum-sebelumnya lebih banyak dari foundation-foundation asing dan UN, jadi karena ini dari negeri sendiri aku lumayan antusias nih. Hehe.

Oke sebentar lagi ya, aku akan kirim email balik. Hehe.


Tetapi gimana bilangnya nih sama Naya. Kali ini dia palingan gak mau diajak karena pasti lagi seneng-senengnya ma rumah baru dan kalau ditinggalin juga pasti dia berat kali ini, mana dia masih ngambek lagi gara-gara si Bruno. Arghhh si Bruno ingin aku jitak aja rasanya. Rrrr

Sekarang sudah senin dini hari, masih ada lima hari lagi sisa waktu sebelum pergi. Ohh baiklah akan aku ajak dia jalan-jalan deh, tapi kemana ya? Jakarta? kedeketan, Bandung? apa bedanya sama Bogor (udaranya maksudnya), Bali? Kecepetan kalo Cuma 5 hari, Jogja? Nah iya.. JOGJA. Oke masalah rumah baru pasti kalah sama alasan yang ini. Alasan apa itu?

Kira-kira akan seperti ini aku bicara padanya kalau dia kekeuh ngeyel maunya dirumah aja "Kita kan udah lama gak ketemu Bapak-Ibu, durhaka loh kalau kelamaan gak sowan ke orang tua". Hehe. Ya, Sempurna. Masalah ngebujuk aku pikirkan saja esok hari ah, udah ngantuk juga ternyata nih mata saatnya balik peluk si Naya lagi. Hehe.


Sampai bertemu di postingan selanjutnya ya. Selamat Malam, Eh pagi. Selamat Tidur.
Zzzzz..

Bogor kesanaan lagi sedikit, september pukul 02.30 wib


-Nalendra Jaleswara-




~ (oleh @sthirapradipta)

No comments:

Post a Comment