"woi bengong aja Lu!!!!..." Riri berteriak.
15 September 2011
Best Moments in Our Love's Life: #3 Moment yang Ketiga
"woi bengong aja Lu!!!!..." Riri berteriak.
Kebun Bunga untuk Akane #3
HONEST #3: SERA!
- (oleh @falafu - http://mangkokata.blogspot.com)
Ind(e)ra Milik Milanka #4
- (oleh ameliaharahap - http://messynauli.blogspot.com)
Putus
Annica #3
#3 Kamu dan aku. Kita tidak pernah membayangkan bisa bertemu dan berkenalan. Kamu dan aku. Aku tidak pernah membayangkan bisa menyayangimu seperti ini. Kamu dan aku. Aku tahu tidak pernah ada kita diantaranya. - Annica - Aku sudah kembali ke kantorku tersayang. Hanya tiga hari dan pekerjaan menumpuk diatas meja. Gosh! Iya, akhirnya aku memutuskan untuk tiga hari saja ada di kantor cabang, rasanya ngga nyaman berada disana karena mulut-mulut yang berbicara lebih banyak dan malah menjadi lebih ngga jelas ceritanya dan itu semua hanya karena aku, sang finance and Accounting director yang juga anak komisaris utama duduk di ruangan Finance untuk mengurusi keruwetan yang ada. So, here I am, sudah duduk manis di ruanganku sendiri dan mengirim Willy ke kantor cabang Puri untuk mengurus laporan – laporan dan mengawasi transaksi di kantor itu. Shirley, asistenku, mengetuk pintu dan membukanya perlahan. Dia menatapku dengan tatapan sungkannya, takut kalau mengganggu kegiatanku yang sedang memeriksa laporan-laporan bulanan yang akan dipresentasikan hari Senin didepan direksi. "Ya?" tanyaku saat melihat Shirley melangkah masuk "Ada yang mau bertemu bu, katanya sudah janji" "Siapa?" "Pak Kevin. Sudah menunggu diluar bu, apa ibu mau menemui?" "Ohh…iya, suruh masuk aja, thanks ya Shirley" "Baik bu, permisi" Aku membereskan kertas-kertas yang menutupi hampir seluruh permukaan mejaku itu, memilih-milih file untuk dijadikan satu dalam tempatnya. "Ann?" suara itu memanggilku ketika aku masih sibuk membereskan kertas-kertas itu, aku menatap ke arah pintu asal suara itu dan melihat seorang lelaki tinggi, putih, dengan potongan rambut pendek dan sedikit jabrik. He is Kevin. One of Abe's best friend but he's the only one who can be our family's best friend too. He's smiling now, how I miss that smile. Kevin dengan setelan jasnya dan senyumnya yang tidak pernah pergi dari wajahnya setiap saat. Kevin mempunyai senyuman yang bisa menarik orang lain untuk ikut tersenyum dengannya, dan satu keistimewaannya yang lain adalah dia tidak hanya tersenyum melalui mulutnya, tapi matanya pun penuh dengan sinar keramahan. Dan itu semua hanya sedikit dari alasan kenapa sampai detik ini aku masih menyayanginya. "Hai, tumben kesini?" "Ngga boleh nih nengok kamu?" "Boleh kok boleh, tapi masak ngga bawa apa-apa sih kalo nengok?" "Hahhaa…kamu tetep ya, isengnya ngga berubah" Kevin berjalan mendekati meja kerjaku dan duduk di kursi didepanku. Aku memperhatikan setiap gerakannya, betapa aku kangen dengan lelaki satu ini. "Kamu kapan balik dari Singapore?" "Hmm…kemarin sore. Kamu apa kabar? Kenapa ngga pernah ada kabarnya?" "I'm fine, tetep sibuk dengan pekerjaan aku" "Kemarin ke kantor Puri?" "Iya, kok tahu?" "Aku nelpon Abe, dan waktu aku tanya katanya kamu lagi di Puri" Aku hanya menganggukkan kepalaku pelan, mataku tidak berani menatap tatapannya lebih lama. Aku takut perasaan aku akan terlihat dan pertemanan kami akan jadi berantakan. "Gimana soal Phillip?" tanya Kevin mendadak. Phillip adalah adik sepupunya yang dia kenalkan sekitar tiga bulanan yang lalu. Phillip baik, dia perhatian, dan jelas dia ada maksud tertentu dengan aku. Tapi masalahnya adalah dia bukan seseorang yang aku inginkan. Bukan dia seseorang yang selalu masuk dalam pikiran aku setiap saat. Dan seseorang itu ternyata adalah Kevin, kakaknya. "Jadi ada perkembangan apa dengannya?" "Nothing happen" Kevin hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, entah apa yang dia pikirkan. "Gue mau ke ruangan Abe dulu, mau ngomong tentang bangunan yang di Cibubur. Jalan dulu ya Ann" "Oke" "Ann?" "Ya?" "Coba aja dulu sama Phillip, dia baik kok" "I know" "Byee…" Aku memperhatikan langkah Kevin yang sudah tidak terlihat. Andai kamu tahu Kevin… Kevin adalah sahabat baik Abe sejak masih SMP, mereka selalu bersama sejak kejadian 'sok heroik' mereka menolong anak kucing yang dianiaya oleh teman-teman satu sekolah mereka. Memang anak kucing itu kasihan, kakinya terluka dan kelaparan, tetapi malah digangguin oleh anak-anak kelas sebelah Abe dan Kevin. Jadi maksud mereka hanya melarang anak-anak itu mengganggu anak kucing itu tapi yang ada mereka malah bertengkar dan sampai masuk ke ruangan guru BP. Sejak hari itu Abe dan Kevin seperti tidak terpisahkan. Mereka selalu bersama sampai detik ini. Aku sendiri kenal Kevin pertama kali ketika aku masih SD, saat itu dia sudah kelas 3 SMU. Ya, aku dan Kevin berbeda umur 8 tahun. Kevin yang aku kenal dulu adalah Kevin yang baik hati, ramah, penyayang dan selalu siap mengajarkan matematika untukku. Dan dia selalu tidak lupa membawakan aku sebatang coklat setiap kali datang ke rumah. Setelah lulus SMU, Kevin pindah ke Singapore, meneruskan sekolahnya disana dan bekerja setelah lulus. Kevin menetap di Singapore selama hampir 10 tahun dan akhirnya tiga tahun lalu pulang ke Indonesia karena kesehatan Papanya yang semakin menurun. Sekarang Kevin menetap di Indonesia dan meneruskan usaha keluarganya. Aku ngga pernah tahu sejak kapan aku merasakan hal yang lebih dari rasa sayang adik ke kakaknya untuk Kevin. Aku memang mengagumi Kevin sejak aku pertama kali mengenalnya. Dia begitu baik dan perhatian, dan hal itu tidak pernah berubah sampai detik ini. Dia selalu dan masih terus menganggap aku adik kecilnya. Kevin mempunyai satu adik perempuan, namanya Keiko, dia sudah menikah dan menetap di Singapore bersama suaminya,yang memang asli penduduk Singapore, dan anak mereka gadis kecil berumur 14 bulan. Kevin itu seperti layaknya kakak, sahabat dan teman baikku. Dia selalu menjagaku, dia selalu ada untuk aku. Dan semua kenyamanan itulah yang membuat aku tidak bisa berhenti bergantung dengannya dan yang membuat aku tanpa sadar memberi dia tempat yang lebih daripada seorang kakak di hatiku selama dua tahun ini. "Hei, melamun?" sapa Abe dari belakangku, dia menyerahkan minuman kaleng dingin dan duduk disampingku. Abe menatap ke hamparan rumput hijau yang ada didepannya, mengikuti arah mataku. "How's life?" "Hectic" "Sama dong ya?" "Pertanyaan retorik" Abe tertawa mendengar jawabanku, dia merebahkan badannya di salah satu kursi kayu dan memainkan minuman kaleng di genggamannya. Kami sedang duduk di teras belakang rumah kami. Menatap hamparan pepohonan hijau dan tanaman bunga yang sudah disulap tangan mama menjadi sebuah taman yang indah. Menikmati angin dan suasana sore yang sangat jarang bisa kami rasakan. "Kevin mau pindah ke ausie, rencana bulan depan berangkat" kata Abe Aku tetap tak bergeming ketika mendengar hal itu. Entahlah, segala sesuatu tentang Kevin masih berpengaruh denganku, aku masih merasakan kangen untuknya. Aku masih sering memikirkannya. Aku masih selalu merasakan bahagia ketika aku melihatnya atau ketika kami sedang mengobrol bersama meski hanya lewat bbm. Tapi sudah, semua perasaan itu hanya berhenti disana. Mungkin karena terlalu lama aku menyimpan semuanya sendiri, mungkin juga karena sikap Kevin yang biasa denganku, atau karena aku pun kecewa ketika dia justru 'menyerahkan' aku ke Phillip. "Pakai waktu yang ada sebaik-baiknya ya" Abe berjalan masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya berhasil mengacak rambutku dan juga pikiranku karena perkataannya. It has been two years since the first time I know that I have another feeling to Kevin. Dan sudah sejak dua tahun lalu juga aku tahu kalau perasaan ini sia-sia. |
Selarik Rindu: Lima Bintang
Aku mau menunggu biar sampai gigil jari kuku ku, aku mau menunggu. Biar cinta yang mengalahkan rindu, bukan sebaliknya. Aku mau kali ini cinta yang menang sebagai kita, bukan sebagai aku atau bukan sebagai dia. Aku mau menunggu sampai tak berbatas waktu, karena kata, bila Tuhan sudah punya mau menyatukan aku dan dia tidak akan selama membalikkan telapak tangan.
"Aku mau menunggu, karena aku tau sesuatu yang indah itu tidak akan selesai hanya dalam satu waktu. Aku mau menunggu seperti elang gundul yang tak akan berpaling sampai pasangannya dijemput mati. Aku mau menunggu seperti tangkai yang setia menunggu bunga mekar. Sebesar itu rasa ku padamu.."
Kalimat itu jatuh dengan mata yang berkaca-kaca. Aku mau dia tidak jadi ragu dan menganggapku tidak sanggup. Aku mau dia tidak jadi ingin ditunggu olehku. Sekuat tenaga aku menahan bulir airmata yang sudah mengkilat-mengkilat di mata. Akhir desember yang ceria.
***
Tahun baru tinggal esok, Shafa yang tengah menjahit hati nya menggunakan mimpi sebagai benang tengah asik menjejalkan perasaan cinta yang ia miliki saat ini pada ku.
"Jadi, lo udah ngelupain si 'seseorang-yang-gak-boleh-disebut-namanya' itu? " tanya ku. Raut muka Shafa berubah dari merah merona, menjadi merah padam. Dia menatapku lekat. "Gue pengen lo balik sama dia deh, kalian berdua tuh cuma lagi dalam tahap cobaan tau gak, kalian pasti bisa ngelewatin ini kalo kalian mau.." cerocos ku terus tanpa mempedulikan raut muka marah Shafa.
Shafa bungkam, diam. Ia berbaring di sampingku yang juga tengah berbaring di atap rumah ku. Pandangannya lurus ke malam gelap yang hanya berhiaskan lima bintang dengan tanpa alas di kepala-kepala kami. Aku memiringkan wajahku untuk mengamati wajah nya.
"Dia tetap bintang di hati gue, yang cuma gue dapat rasakan hadirnya kala malam kemudian hilang sementara kala siang. Tetap dia bintang terbesar gue, walau jauh, tapi bintang tetaplah bintang. Dia punya cahaya sendiri buat gue."
Aku lihat matanya lekat menatap bintang yang berkelap-kelip diatas awan hitam yang terlihat mendung. Hujan duluan di mata Shafa. Ku lihat segaris airmata turun dari sudut matanya. "Pejamkan mata lo, rindu mungkin akan cepat sampai pada nya.." kataku mencoba menghibur dirinya. Ia memalingkan wajah ke arahku. Kami berdua bertatapan. Selama lima tahun bersahabatan dengannya, aku hapal betul kerut yang ada di sudut matanya yang berarti menandakan kegusaran hatinya yang dalam. Aku menatapnya lekat-lekat, mencoba menelusuk dalam hatinya bahwa ia akan baik-baik saja. Segaris airmata nya turun kembali tepat sebelum Shafa kembali menatap ke langit hitam diatas sana dan memejamkan matanya. Pukul 00.00, kembang api warna-warni mencacah langit meninggalkan asap putih yang meliuk-liuk liar seolah menyelimuti bintang-bintang. Aku turut memejam mata, entah untuk alasan apa.
- (oleh @PenaAwan - penandilaga.tumblr.com)
Delapan #3
Bunda yang keturunan Jawa, sangat lihai bila memasak masakan Padang. Apalagi yang tadi bunda sebutkan, dendeng balado. Aku pernah dengar bahwa nama sebenarnya dari makanan itu adalah dendeng batokok. Aku tidak mengerti apa perbedaan antara keduanya. Dan aku juga tak tau kalau nanti ternyata dendeng balado dan batokok adalah sebutan untuk makanan yang sama. Tapi, aku benar suka yang namanya dendeng balado. Rasanya asam manis, kalau yang dibuat oleh bunda. Dagingnya empuk dan tetap renyah. Satu lagi yang aku tidak mengerti, apakah makanan ini memang seenak yang aku cicip, atau bunda yang amat pandai mengolahnya.
Ini benar-benar ajaib! Suapan pertama mampu mengubah rasa-rasa dalam tubuh, otak dan perasaanku. 'Mood'ku membaik. Ingin aku ceritakan apa yang saat itu aku rasakan, apa yang terjadi di sekolah tadi pagi, apa yang telah aku perbuat pada Milan dan apa akibatnya. Bunda adalah malaikat dunia yang maha tau tentangku. "Mau cerita sekarang Ndhok? Habiskan aja dulu makannya, baru cerita.."
Aku bingung harus mulai dari kalimat apa. Dan mungkin saja masalahku ini dianggap angin lalu oleh bunda karena terlalu sepele. Ini tentang aku dan Milan. Tentang yang bunda katakan, cinta monyet. Bagiku bukan. Maklumlah, aku masih belum bisa berpikir seperti orang dewasa pada umumnya. Tidak sepikiran dengan bunda. Belum bisa memandang sesuatu yang berhubungan dengan Milan itu hal yang biasa-biasa saja. Namun aku tetap mencoba membukanya untuk bunda.
"Gini loh, Bun.. Eh tapi janji jangan ketawain Anggi ya, Bun?"
"Apa masalahnya sampai bunda ketawain Anggi?"
"Ya kan siapa tau ini masalah kecil yang Anggi besar-besarkan aja, menurut bunda.."
"Hmm sekarang mending cerita dulu deh. Urusan ketawain atau apalah itu, belakangan aja"
"Ngga bisa, Bun.. Bunda janji dulu sama Anggi.. Ya, Bun?"
"Iyadeh, Princess.. Bunda janji ngga akan ketawain, selawak apapun cerita Anggi. Hehehe"
"Ah Bundaaaa!!"
Jadi juga aku bercerita. Bunda mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak ada komentar sampai aku menyelesaikan kisahku itu.
Dua hari yang lalu ia hadapi ulangan harian Fisika. Dan di hari-hari sebelumnya aku juga dia, tak saling sapa bak tak pernah kenal. Jujur saja, aku tidak tau apa masalahnya. Aneh, kan? Namun itulah yang terjadi. Menurutnya, saat malam sebelum hari H ulangan Fisika itu lah ia bertanya-tanya, mengapa bisa sampai hati mendiamkan aku, hingga ia tak bisa fokuskan pikirannya pada buku setebal Seri Harry Potter and The Half Blood Prince, yang satu persepuluhnya harus ia baca untuk diujikan esoknya. Dia tetap belajar sampai larut, dengan berusaha menepikan pikiran dari sosokku. Tapi menurutnya, tak bisa. Lalu ulangan Fisika dimulai dan rasa dalam dadanya harap cemas. Badannya panas dingin. Tak satupun bacaan sebanyak 40 halaman, bisa ia cerna dengan baik dan benar. Ia: Milan Farera Ibda.
- (oleh @captaindaa - http://afrohsahenda.blogspot.com)
Lagu Cinta untuk Gita: Simfoni Kedua #2
Bianglala : (Bukan) Pertemuan Terakhir (1)
~ (oleh @cHaMarsya)
Masih Tentang Kamu: Sebentar, Aku Pergi Dulu.
"Selepas kau pergi..
Tinggallah disini ku sendiri..
Ku merasakan sesuatu..yang tlah hilang di dalam hidupku.."
Selepas Kau Pergi - Laluna
- (oleh: @bchastity - www.chastifier.tumblr.com)