Tepat dua detik setelah ia mengalihkan pandangan, aku langsung berdiri dan berjalan ke arahnya. Aku bisa merasakan sikap salting yang berusaha ia tutupi saat aku tetiba duduk di sampingnya.
“Liat HP lo donk! Lucu bangeeet… Model baru ya? Eh, maaf, nama lo siapa? Kayaknya cuma lo doank deh yang belum gw ajak kenalan! Padahal kan lo ketua kelas! Hehe..” Aku langsung menyerbunya dengan berbagai pertanyaan.
“Oh, ini.. Ini HP model lama kok.. Hehe.. Tapi emang bentuknya rada unik sih.. Hmm.. Nama gw, Lio..” Dia berusaha menjawab pertanyaanku tanpa berhasil menyembunyikan wajah bingungnya.
Selama lima menit, hanya ada keheningan. Aku sibuk dengan HP yang ia pinjamkan, sedangkan Lio sibuk mencari-cari cara untuk menutupi ketidaknyamanannya. Tidak lama setelah itu, akhirnya bel istirahat berbunyi memecah kesunyian. Lio tidak kalah tinggi dari abang tukang ojek yang sering aku tumpangi setiap kali aku telat ke sekolah, yang artinya ujung kepalaku sejajar dengan dagunya. Wajahnya biasa saja, namun menimbulkan simpatik. Matanya selalu berbinar seakan-akan mereka mampu tersenyum tanpa dibantu oleh sepasang bibir.
“Hmmm.. Ra? Kebetulan sekarang kita udah kenalan, boleh gak gw minta nomor HP lo?” Kali ini aku yang terdiam heran seketika.
“Nggak.. Gini lho.. Umm.. Kan gw ketua kelas! Jadi biar gampang aja ngasihtau lo kalo ada info-info dari guru kita! Hehe..” Tambahnya buru-buru sambil tersenyum canggung melihat reaksi kagetku.
Semenjak saat itu, aku tertarik..
Aku tertarik untuk mengenal Lio lebih jauh lagi. Bukan hanya sebatas ketertarikan akan pengetahuannya akan barang-barang elektronik, yang secara jelas menyiratkan bahwa ia sangat menguasai segala jenis piranti bermuatan listrik tersebut. Amat sangat jelas. Karena di saat yang bersamaan pun ia berhasil membangun sirkuit elektronik di aliran darahku dan mengirimkan partikel-partikel bermuatan listrik tepat ke jantung hatiku.
“Hahaha.. Boleh kok, Lio.. Nomornya 08561901190. Nanti SMS aja terus jangan lupa sebutin nama lo. Soalnya kalo missed-calldoank gw suka lupa save nomornya! Okeh bos!” Kata ku sambil mengedipkan mata.
“Siiip! Udah gw save. Gw ke bawah duluan ya, Ra!” Pamitnya buru-buru. Rona wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun matanya selalu berbicara.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman girang.
Dan aku, kini semakin tertarik untuk menikmati kepolosan hatinya lebih dalam lagi..
“I look at you.. You look at me..(You can’t tell me you aint feeling butterflies..)It's obvious, there's some chemistry..(I think I know it when it feels so right..)”I Call It Love – Lionel Richie
Bersambung..
- (oleh: @bchastity - www.chastifier.tumblr.com)
No comments:
Post a Comment