Tentang 30 Hari Cerita Cinta

Showing posts with label #GakBeraniMentionUnited. Show all posts
Showing posts with label #GakBeraniMentionUnited. Show all posts

20 September 2011

Cinta Hening

Cinta Hening

Pernahkah kamu merasakan sebuah cinta yang begitu besarnya, sangat teramat besar, dan bertumbuh besar pada setiap detiknya, hanya karena cinta itu tak pernah dibagi kepada  sudut hati yang seharusnya merasakan cinta yang sama juga.

Cinta yang tak tersampaikan.

Cinta yang begitu hening. Karena ia tak pernah bersuara, dan selalu tercekat tiap kali ia ingin bersuara. Meski rasanya cinta ini begitu ingin berteriak karena sesaknya ruang hati dan ia ingin secepatnya minta dikeluarkan.

Betapa jahat jiwa yang memilikinya. Betapa penuh dengan ketakutan. Betapa penuh dengan asumsi-asumsi. Namun, untuk kesekian kali cinta dipaksa menyerah pada takdirnya. Bahwa ia tidak pernah bisa memilih dimana ia tumbuh. Cinta seperti meteor yang datang dengan tiba-tiba entah darimana asalnya. Dan dipaksa menerima nasibnya bila ia harus jatuh pada pangkuan sebuah kelopak mawar, atau pada masamnya wajah tong sampah, atau pada hati yang ketakutan, seperti tempatnya kini.

Dan begitulah cinta. Beberapa waktu lalu ia jatuh ke pangkuanku.

Kuingat saat itu kusadari cinta itu hadir. Pada suatu saat dadaku berdegup saat melihat nama seseorang yang muncul di kotak timeline. Ada rasa sesak, rindu yang menghangat, jari yang gemetar mengetik hai apa kabar dan kemudian segera dihapus sebelum sempat dikirimkan. Di hadapan namanya aku menjadi pengecut.

Dan cinta itu tidak bergerak kemana-mana. Ketakutanku menahannya untuk tetap tinggal di tempatnya. Pada rongga hati yang gelap, dan hanya bisa mengintip saat tanganku bergetar membaca tulisan-tulisannya di Twitter.

Kubangun sendiri tembok keangkuhan di hadapanku, dan kugali sendiri jurang pemisah yang sangat dalam dan semakin menjauhkanku dari kemungkinan yang mungkin hanya sekedar bertegur sapa dengannya. Namun keinginanku yang begitu dalam untuk terus dapat bersamanya juga pada akhirnya membuatku membangun sebuah jembatan panjang diatasnya bernama persahabatan.

Dia tidak tampan. Tidak juga hebat. Tidak sama sekali luar biasa. Namun, tiap senti partikel dalam dirinya adalah kombinasi mematikan, menundukkanku patuh, dan memaksaku menerima keadaan bahwa hingga detik ini, setelah sekian lama cinta itu hadir, tak pernah sekalipun aku berani untuk menyandingkan nama akunnya pada bait-bait cinta yang seringkali kutulis di status Twitterku, meskipun bait-bait itu memang ditujukan untuknya.

Tidak ada yang tahu, kecuali cinta, bahwa tiap kali ia menyapaku dengan canda melalui Twitter, keriuhan pesta beredak-redam dalam otakku. Semesta bergegap gempita, meniupkan terompet kebahagiaan dan seakan melupakan semua persoalan di luar sana. Kemeriahan dan keberisikan dalam otakku seperti sibuk meneriakkan namanya, namanya, dan hanya namanya. Dunia di luar seperti dipaksa berhenti dan dipaksa memperhatikan pesta yang terjadi di dalam kepalaku. Dunia harus tahu... Demikian batinku.

Namun, keriuhan nyatanya hanya berdiam dalam otakku. Semestaku hening. Tidak bersuara. Hanya degup jantung yang terdengar dug dug dug dan jari-jari yang gemetar memikirkan kira-kira apa yang akan kubalas dalam mentionnya supaya ia terkesan dan saling reply ini bisa memperpanjang masa pesta dalam otakku. Berulang jari sibuk mengetik untuk kemudian dihapus, lalu diketik kembali, dan berakhir dengan dihapus tidak pernah terkirim balasan apapun, terkecuali J

Di sudut sepi dalam ruang hatiku, cinta menghela napas, "ah tadi kupikir tadi adalah waktu tepat bahwa aku akan pada akhirnya dikeluarkan dari dalam ruang pengap ini," ucapnya lirih.

Sedangkan aku yang kerdil ini seperti biasa menghibur diriku, bahwa nama akunnya terlalu eksklusif untuk disandingkan dengan sebaris ratapan cinta di Twitter.


~ (oleh @ninanenen)

13 September 2011

Kenapa Harus Tidak Berani Mention?

Segi percintaan di Twitter. Menarik, penuh intrik, dan sesungguhnya sebelumnya aku tidak pernah membayangkan bahwa lagi-lagi akan menyukai seseorang yang aku temui di dunia maya. Tidak setelah aku berjanji pada diri sendiri bahwa dunia maya adalah hanya tempat sampah untuk ide-ide liar yang berlarian di otakku. Bagiku, jodoh tidak semestinya ditemukan di tempat dimana sebagian besar orang memakai topeng, berbentuk kepribadian yang dia ingin tunjukkan kepada dunia yang tidak ingin dia pertunjukkan tentang kehidupannya yang nyata.


Namun, lagi-lagi aku terkecoh dengan kenyataan bahwa tempat sesubur Twitter adalah tempat ditemukannya banyak sekali pria dengan topeng indah, yang mengundang kita untuk mengetahui bahwa kehidupan nyatanya juga indah.


Dan begitulah, aku menemukannya.
Tapi ini tidaklah mudah. Sekalipun aku tidak pernah menyatakan atau membiarkannya tahu apa yang kurasakan. Kubiarkan saja perasaan ini dirasakan sendirian. Bahkan bercerita kepada teman pun aku tak punya nyali. Dan aku punya alasannya.


Pernahkah kamu tahu, di Twitter ada peraturan tak tertulis. Apabila dirayu di timeline, apalagi di mention, maka rayuan itu sebenarnya tidak pernah benar-benar serius. Orang yang kita suka, akan kita dekati melalui Direct Message, untuk kemudian bertukar nomor telepon, atau PIN BBM lalu dari pembicaraan-pembicaraan rutin basa-basi sehari-hari yang nantinya akan mengarah kepada meet-up dimulai dari meet-up beramai-ramai sampai pada akhirnya meet-up hanya berdua mungkin dari hanya iseng kebetulan sedang lewat kantornya yuk sekalian makan siang (dan semua orang di dunia tahu bahwa sebetulnya seseorang tersebut berjuang mati-matian menyetir dari kantornya nun jauh disana, mungkin sengaja mengarang alasan ke bosnya untuk menemui klien dan ijin keluar 30 menit sebelum jam makan siang supaya bisa sampai tepat waktu di kantor sang pujaan hati yang seolah-olah tidak sengaja dilewati kantornya PAS jam makan siang), hingga nonton atau makan malam romantis berdua.


Owkay. Tapi itu bukan alasanku untuk tidak me-mention dia. Dilihat kembali judul dari cerita ini. Aku tidak berani mention dirinya yang kucinta. TIDAK BERANI. Bukan TIDAK MAU in sake of mau merayu secara serius melalui Direct Message dan menyatakan cinta kepadanya.


Percayalah, di dalam hati yang kerdil ini sesungguhnya sangat-sangat iri kepada mereka yang bisa bebas-bebas saja menyatakan perasaan mereka kepada pasangannya di Twitter. Dalam hati ini ingin rasanya memamerkan ukuran perasaanku pada dirinya tidak kalah besarnya dengan yang lain.
Percayalah bahwa membiarkan orang-orang tahu tentang perasaanku kepadanya adalah hal yang paling kuinginkan di dunia.


Tapi dia begitu sempurna. Begitu baik. Begitu indah. Sudah berkali-kali kubayangkan dan aku tidak akan sanggup untuk tidak memiliki dia dalam hidupku. Mungkin tidak mengapa bahwa aku tidak memiliki cintanya. Sungguh tak apa. Aku lebih takut kenyataan bahwa apabila cinta ini diwujudkan, dan ditumbuhkan bersama, aku khawatir akan ada yang tersakiti. Dan akan jauh lebih sakit apabila dia yang tersakiti. Atau yang lebih mungkin terjadi, dia akan lari tunggang-langgang saat tahu apa yang sebenarnya aku rasakan terhadapnya. And, that’s horror.


Namun pada akhirnya, aku menyerah pada rasa sesak. Aku lelah menahan rindu yang membuncah. Maka untuk 30 hari berikut, (yah aku tak tahu apakah rasa ini tetap ada sampai 30 hari kedepan, tapi rasa-rasanya sih iya), aku akan beranikan diriku untuk bercerita. Tentang cinta, tentang aku, tentang dia yang tidak pernah berani ku mention.


~ Oleh @ninanenen