Tentang 30 Hari Cerita Cinta

Showing posts with label Chemistry. Show all posts
Showing posts with label Chemistry. Show all posts

13 October 2011

Chemistry: 18 (the End)

How's life? (Epilog part 2 : The End)

L E A H

Perutku  sudah semakin membesar. Membulat. Aku sendiri yakin bahwa  tak bakalan bisa berjalan jauh. Berbalut long coat selutut dan sepatu boot, kuputuskan untuk berjalan menyusuri trotoar kota Hamburg. Musim gugur. Tapi, cuaca sudah tak menentu. Tak baik bagi kandunganku yang telah menginjak bulan kedelapan.

Pagi ini, jalanan lengang. Tak banyak orang melintasi trotoar sepagi ini. Tapi, buatku ini adalah rutinitas pagi hari. Jalan – jalan pagi. Kuarahkan  sepasang kakiku ke arah taman di tengah kota. Setelah membidik sudut taman yang rindang, aku duduk. Mengelus perutku dua kali. Sembari menunggu.

Menunggu dia. Dia yang dulu. Decitan suara rem sepeda. Sosok jangkung mendekatinya.

"Apa kabar, gadis cantik?" Aku mendongak. Tersenyum. "Hey, long time no see."

Dan pelukan rindu sepasang teman lama. Erat.

J A M E S

Aku ada janji temu dengan kawan lama. Terlampau lama tak bertemu dengannya. dan dia masih saja cantik. Memukauku. Beruntunglah Adrian, lelaki, yang menikahinya, dan membuatnya hamil serta berjalan dengan susah payah seperti itu.

Mungkin memang begini takdirnya. Paling tidak aku sempat membuatnya tersenyum bahagia. Meski hanya sekedar menjadi teman.

"Apa kabar, gadis cantik?" Aku mendongak. Tersenyum. "Hey, long time no see."

Kupelak erat Leah. Leah-ku.


~ (oleh @WangiMS)

12 October 2011

Chemistry: 17

How's life? (Epilog part 1)

L E A H

Hidup di luar negeri dengan cara backpacker memang tak semudah yang dibayangkan. Aku rindu semuanya. Surabaya dan semuanya. Sudah waktunya aku settle down. Pekerjaan yang aman yang tetap memungkinkan aku travelling.

F E R D I

Apa kabarnya Leah yah? Semoga dia tetap bahagia. Meski berjauhan dengan Adrian. Aku yakin dia sih tersiksa tanpa blackberry nya. Sepatu Loubutin nya. Make-up Mac yang selalu nempel di tiap senti wajahnya.

Leah.. Leah.

A D R I A N

Aku selalu jatuh hati pada Singapura. Karena Leah. Dia begitu menyukai negara ini. Aku senang memperhatikan celoteh riangnya tentang MRT di negara ini. Betapa bersihnya di sini. Betapa dia menikmati setiap detiknya berjalan di kota ini. Menyusuri Lavender, melewati Kampong Glam, melihat bis-bis cantik melintasi Victoria Street dan ramainya Bugis village.

Leah selalu cerita bahwa dia ingin tinggal disini. Membesarkan anak-anaknya disini. Ahh.. Aku rindu Leah.

Dari terminal 2 Changi airport, aku turun ke arah stasiun MRT. Aku sempat berganti kereta di Tanah Merah. Mengambil East Coast Line MRT menuju Orchard. Orang-orang naik dan turun dari MRT. Kusapukan pandanganku ke arah gerbong lain. Tak begitu banyak orang.

Stasiun Lavender. Banyak orang masuk ke gerbongku. Penuh sesak. Aku berjalan pindah ke arah gerbong lain. Aku tak apa bila harus berdiri.

Lalu, kulihat sosok yang sering kulihat dulu. Aku kenal rambut hitam yang digelung cantik. Aku tahu caranya memegang blackberry. Aku ingat senyum lebarnya. Terbalut seragam kerja berwarna biru dan sepatu berhak tinggi warna hitam. Dia berbeda. Tapi, dia tetap Leah-ku.

Kudekati dia. Lalu, kusapa.

"Halo. Sudah lama menungguku?"


Leah-ku tersenyum. Sesuatu yang aku rindu darinya. Penantian 2 tahunku yang tak sia-sia.


~ (oleh @WangiMS)

09 October 2011

Chemistry: 16

You should marry him part 3


L E A H


Ibu tidak setuju dengan hubunganku. Hubungan kasih antara aku dan Adrian. Bukan tidak setuju. Belum setuju.
"Aku akan ikut kemanapun kamu pergi." Begitu kataku pada Adrian pagi itu.
"Will you do that?"
Aku mengangguk. Aku yakin.
"Aku gak terburu-buru. Kita pasti bisa melewati ini semua. Dan mendapatkan restu ibumu."
Senyum. Dan genggaman tanganmu. Aku akan merindukannya. Akan sangat merindukannya.


A D R I A N


Leah pergi. Bukan untuk meninggalkanku. Dia ingin mengejar mimpinya. Melanjutkan kuliah. Travelling.
"Cuma setahun atau dua tahun ini kok, sayang. Boleh kan?" Begitu pintanya padaku. Aku tak bisa menolak. Akan kuikuti kemauannya selama dia bahagia.
"Iya. Pergilah." Aku menguatkan pelukanku. "Aku takkan melarangmu. Nikmati waktumu. Beri aku waktu untuk menjemputmu. Waktu untuk ibumu dan restu dari beliau." Kurasakan baju di bagian bahuku basah. Leah-ku menangis. Aku memeluknya semakin erat.


"Lakukan satu hal untukku. Mau?"
"Apa itu?"
"Tetaplah disitu. Jangan jauh-jauh dariku." Leah-ku meminta sesuatu yang mustahil.
"Aku takkan kemana-mana. Kamu tahu dimana mencari aku. Di hatimu." Kukecup keningnya. Dia suka sekali. Lalu, punggungnya menjauh. Tapi aku tahu takkan pernah lama. Dia takkan pernah jauh dariku. Dia akan selalu untukku.


"Tunggu aku disitu, Leah. Genggam hatiku erat-erat." Kutitipkan pesan lewat angin yang bertiup lewat.




~ (oleh @WangiMS)

06 October 2011

Chemistry: 15

You should marry him part 2


J A M E S


"Why are you avoiding me? You're ignoring my texts, emails, rejecting my phone calls. What's wrong?" Aku memborbardir Leah dengan pertanyaan yang menurutku penting. Aku menuntut jawaban.
"We can't do this anymore. Not if i want someone to be serious with me."
"What?? Why?"
"You know the answer already. We're different."
"Give me time,please."


"I don't know." Itu jawaban Leah. Kalimat terakhir yang kudengar keluar dari mulutnya. Dia tidak tahu.


F E R D I


"Jadi, intinya kamu sekarang ama Rizqi?" Aku memberikan interogasi di pagi hari.
" Adrian maksudmu?"
"Heem. Siapa deh kamu manggilnya." Berdecak tak sabar.
"Aku kasih dia kesempatan. Aku mau mempertimbangkan dia untuk serius sama aku."
"Trus si bule?" Aku masih penasaran dengan jawaban Leah yang sepotong-sepotong.
"Eh bocah, elo bawel banget deh yah! Ama yang lokal aja emak gue mencak-mencak, apalagi ama yang bule udah 2 kali kawin cerai? Coba elo pikir deh!" Kalau Leah udah ber-elo gue, errr tanda dunia bakal tercerai berai.
"Eyaolo, Le, elo lagi dapet ye?"
"Ferdi boy, shut the hell up, and get out of my room." Nah kan beneran diusir ama Leah.




~ (oleh @WangiMS)

03 October 2011

Chemistry: 14

You should marry him part 1


A D R I A N


"Aku mau untuk dipertimbangkan."
"Maksud kamu apa sih? Kamu jelas tau kan yang kamu minta ini hatiku." Leah menjawab dengan jelasnya. Tegas.
"Aku emang minta kamu dan hati kamu. Bisa? Aku serius."
"Kamu main-main yah? Lagi taruhan?"
"Aku punya banyak mainan. But believe me, perempuan bukan salah satunya." Aku harus bisa meyakinkan Leah.


"Le, aku masih menunggu jawabanmu."
"Kamu jelas-jelas tahu aku sedang dekat dengan James."
"Aku gak peduli, aku mau dipertimbangkan. Please, kasih aku kesempatan. Jawabannya cuma dua; Iya ato enggak!"


"Kenapa kamu baru muncul sekarang sih, Adrian Rizqi ? Where the hell have you been?"
Aku terdiam. Tak punya jawaban. Aku ada disini. Hanya saja aku tak berani.
"Kamu akan maju terus apapun resikonya?"
Aku mengangguk. Mantap.


L E A H


"Bu, berilah dia kesempatan, dia lelaki yang baik. Restuilah." Aku bersimpuh.
"Ibu belum mengakui. Saat ini, kalian cuma teman. Ibu belum setuju. Tunggu dulu pendapat bapakmu."
"Kenapa harus sesulit ini bu?"


Aku terdiam. Mengetahui alasan Ibu sangatlah menyakitkan. Harusnya aku tak bertanya.




~ (oleh @WangiMS)

01 October 2011

Chemistry: 13

Him or Him part 4




A D R I A N


Sesorean ini aku bersantai. Bergulingan di atas tempat tidur. Membuka androidku. Iseng-iseng berkelana di dunia maya. Lalu, kuketikkan nama Leah di window dan menekan tombol 'search'. Namanya ada di urutan no.1 bookmark ku. Aku meng-klik salah satu tab. Dan kutemukan celotehannya di linimasa. Aku sungguh menikmatinya. Leah adalah salah satu perempuan terjujur yang pernah aku tahu. Itu fakta yang kutemukan dalam linimasanya.


@Leah_Isla : Cowok jaman sekarang emang susah dimengerti yah.


Twit dari Leah ini membuatku tersenyum simpul.


@Leah_Isla : Pas aku jomblo, gak ada cowok yang nempel. Kalo pas udah punya pacar kayak sekarang, blaahh.. Pada ngedeketin.


Aku kaget. Berdiri.






L E A H




From : Adrian (+62811xxxxxx)
Denger2 kamu udah punya pacar yah?


Lah, kok tahu sih nih anak? Gimana bisa?




~ (oleh @WangiMS)

29 September 2011

Chemistry: 12

Him and Him part 3


A D R I A N

"Kenapa weekend kemaren elo gak barengan sepedaan ama Leah?". Ferdi menanyaiku ketika kami bertemu di smoking area.
"Barengan kok pas hari Minggu nya, kenapa?"
"Iye, bareng. Setelah dijutekin ama Leah. Iya gak?". Kalimat dari Ferdi menghajarku telak. "Kok elo tau?"
"Elo bikin malu aja deh, masak masih pedekate aja udah ingkar janji. Udah gitu pake acara gak pake ngangkat telpon segala, bales sms telat pula. Yaelah!" Ferdi semakin memojokkanku.
"Leah ada ngomong apa sama kamu?"
Ferdi tidak menjawab pertanyaanku tapi memiliih pergi.

J A M E S

Sudah hampir setahun aku memperhatikan Leah. Dari kejauhan. Di ruang meeting. Di koridor. Di tangga. Dimana saja di kantor ini, tapi ternyata sulit untuk bicara dengannya secara personal.


~ (oleh @WangiMS)

27 September 2011

Chemistry : 11

Him or Him part 3

L E A H

          Ini baru pertama kalinya aku bersepeda di Sabtu pagi. Sungguh hina, disaat beberapa orang mungkin masih bergelung di tempat tidur mereka berselimutkan kehangatan dari istri, suami atau pacar mereka, aku, Leah Isla Wirawan malah menjelajah kota, mengayuh pedal sepeda. Menunggu seseorang. 
"Kita nungguin siapa sih pak?" Aku bertanya pada Pak Abdi, senior engineer yang juga hobi bersepeda sepertiku.
"Itu loh nungguin Pak Adrian. Katanya sih mau ikutan."
"Masih lama pak? Keburu siang loh, udah ditelpon?" Tanyaku resah.
Setelah berkali - kali telepon, berartus - ratus sms, tetap saja tak ada kabar dari Adrian. 'Hebat kali sih ini cowok. Berasa orang penting aja.' Batinku berteriak - teriak kencang.

"Le, kamu deh yang sms ato telpon Adrian." Pak Abdi menyuruhku. Dengan terpaksa, kulakukan dua hal itu, hasilnya tetap nihil.

Entah apa yang merasukiku, tiba - tiba saja aku dan Pak Abdi sudah ada di depan kos-nya, menelponnya tapi tetap tak ada jawaban. Dan anehnya, aku sangat kecewa.


A D R I A N

To : Leah (+628XXXXXX)
Time : 21:14
Hey, tadi pagi kamu sms dan telepon aku yah?
Sori bgt, aku tidur. Maaf yah.

Sent.

1 menit. 2 menit. 10 menit. Setengah jam berlalu. Tak ada jawaban. Mungkin dia tidur. Atau sedang tak memegang blackberry nya. Jadi kuperiksa timeline twitternya. Dia aktif. Berceloteh riang di linimasa. Jelas, dia tidak tidur ataupun sedang jauh dari blackberry-nya.




~ (oleh @WangiMS)

25 September 2011

Chemistry: 10

Him or Him Part 2

F E R D I
"Seriusan elo harus milih antara Adrian ato James!" Ferdi mencercaku di tengah malam sahabat kita. 

L E A H

Apa-apaan sih Ferdi, ini kan malam sahabat. Malam dimana kita berdua curhat sampe mampus. Bukannya Malam Halo-Leah-Seharusnya-Kamu-Udah-Gak-Jomblo-Lagi. Makasih yah Ferdi Sukmo, you've ruined my night. 

A D R I A N
Kalau gak gara - gara Ferdi, aku gak bakal deh terpaksa sepedaan hari Minggu. Pagi buta. Bukan gak rela, tapi bangun pagi di hari Minggu tuh hina banget. Mendingan juga molor. Udah 3 kali puteran muterin nih jalan darmo tapi gak ada tanda-tanda Leah bakalan dateng. Payah!
"Adrian? Kamu sepedaan juga? Sendirian aja? Barengan aku aja."
Aku cuma menganga saja. Lalu berkata dengan cool nya, "Eemmm, aku mau muter 1 lap lagi deh. Ntar aku samperin kamu." Dan itu dia senyum maha dahsyat milik Leah. Tiba-tiba aku dipenuhi kebahagiaan. Jadi aku menghabiskan 1 lap dalam 2 menit saja. Luar biasa yah kekuatan cinta itu!
Selama 2 jam berikutnya di Minggu pagi itu, Leah kept wow-ing me. Dia mencuri hatiku. Senyum lebarnya. Cara dia tertawa. Cara dia bercerita tentang harinya. Binar matanya seperti menyimpan berjuta makna. Ekspresif sekali.
"Berapa siih nomer hape kamu?" Aku memberanikan diri bertanya. Leah menyebutkan beberapa nomor. Aku pura-pura mengetiknya. Yang Leah tidak tahu, aku sudah punya nomor teleponnya. 

L E A H
"Adrian minta nomer hapeku loh Kak." Pamerku pada Kak Lila. Sepulangku bersepeda pagi di hari Minggu itu. Aku meliriik Kak Lila. Lalu, kami berdua tertawa.
"Taruhan, 5 menit lagi dia bakal sms kamu, dek."
"Taruhan, dia gak berani sms aku. Kalopun sms, paling cepet 2 minggu lagi." Kami berdua tertawa terpingkal - pingkal.
Hingga 3 minggu kemudian. "Eehm, dia sms aku kak setelah 3 minggu. Berarti, Kak Lila musti ngebayarin sepatu Charles & Keith yang aku mau." Dan lagi-lagi kami berdua terpingkal - pingkal.
Adrian boleh jadi pintar dalam pekerjaan, tapi soal perempuan, dia adalah pemain baru. Kalau dalam dunia sepakbola, dia masih masuk dalam team U-20.

 
~ (oleh @WangiMS)

24 September 2011

Chemistry : 9

Him or Him? Part 1

L E A H
Ferdi menerobos masuk ruanganku tanpa permisi. Seperti tergesa - gesa. "Le, beneran elo lagi deket ama James?". Ini yang aku tidak suka dari orang Indonesia, kebiasaan mereka untuk ingin tahu urusan orang lain. "Fer, kalo masuk ruangan orang, bisa gak sopan dikit? Itu pintu fungsinya buat diketok." Aku mengatakannya tanpa mendongak sedikitpun dari laptopku.
Dan lucunya Ferdi mengulang kejadian tadi. Dia keluar ruanganku. Menutup pintu ruanganku pelan-pelan. Mengetuk pintu ruanganku. Menunggu kode dariku lalu masuk pelan - pelan. Aku tersenyum simpul. "Ada apa sih Fer? Penting banget yah topiknya?". Aku menutup tab-tab di laptopku.
"Elo lagi deket ama James yah?"
Aku tersenyum. "Kamu tau darimana?"
"Aku ini temen kamu. Lagian tembok-tembok di kantor ini bisa ngomong." Ferdi benar-benar penasaran.
"Cuma sebatas tukar senyum di kantin kok, gak lebih. Toh, minggu depan dia bakal balik ke negaranya." Aku menjelaskan. James adalah si bule ganteng. Jangkung. Tipe-tipe lelaki superior. Yang kalau kamu melihat lengannya, mereka seakan berkata ,"Come to me, baby. I can warm you up." James tak sesempurna yang kalian bayangkan. Usianya hampir setengah abad. Dua kali kawin cerai. Bukan tipe lelaki yang bisa kamu bawa pulang untuk dikenalkan pada orang tua sebagai calon suami masa depan.
Berbulan - bulan kemudian, hal yang berani dilakukan oleh James hanyalah bertukar sapa di kantin. Begitu dia kembali ke Hamburg, barulah dia naik level dengan mengirim message via facebook. Bertukar cerita. Mengomentari status dan foto-foto. Lalu, bertukar alamat email. Dimulailah drama - drama panjang. Cerita - cerita lucu antara James dan aku.
"Kak Lila perhatiin kamu sekarang konsen banget kalo ngebales email di blackberry kamu. Biasanya kamu paling anti kalo harus reply email abis jam kantor."
"Email dari temen jauh kak."
"Jauh sedarimana?"
"Hamburg."
"Si bule?" Kak Lila menanti penegasan. Aku mengangguk. "Iya,si bule."

A D R I A N
Kemajuanku dalam mendekati Leah benar - benar pelan. Tapi,statis. Aku berani menyapanya langsung. Meminta nomor telepon. Tapi,aku cemburu. Pada blackberrynya. Leah lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menekan keypad berwarna putih itu. Lalu, tersenyum lebar. Aku akui aku menikmati senyum cantik itu.
Susah sekali mengajaknya keluar. Tiap kali kukumpulkan keberanian. Dia hanya meng-iya-kan sopan. Tak cukup bagiku.
"Leah itu emang begitu. Sopan. Gak bisaan. Bawel. Tapi pada dasarnya pendiem". Ferdi berceloteh panjang lebar.
"Pendiem?"
"Iya, sangat pendiem. Gak bakal ngomong kalo gak ditegur duluan. Makanya cenderung dianggap arogan."
Rupanya aku tak banyak tahu tentang Leah. Aku juga suka memperhatikan mata Leah. Mereka berbicara padaku.


~ (oleh @WangiMS)

22 September 2011

Chemistry: 8

The Butterfly Effect part 4




L E A H


"Le, cowok itu dibedain jadi 2. Cowok aman dan gak aman." Kak Lila tiba-tiba datang dari kantor dan menyodorkan segelas cold Hazelnut kepunyaan starbucks kesukaanku.
Aku sedang bergelung di sofa kesayanganku di kamarku.
"Adrian?" Aku menyebutkan satu nama pada Kak Lila.
"Aman. Banget.". Kak Lila bener-bener mantap ketika menjawab pertanyaanku.
"So? Yes or no?" Aku iseng bertanya pada Kak Lila. Benar-benar iseng. Kak Lila tersenyum simpul.
"Kamu sendiri gimana,Le?"
"Biasa aja. Cuman dikenalin aja. Belum tentu juga ada apa-apa. Cuma. Sekedar. Dikenalin." Aku menjelaskan dengan penekanan pada masing-masing kata.
"Kok gitu, dek?"
"Justru karena dia cowok aman, makanya gak mungkin banget dia maju duluan. Pasti dia bakal mikir beribu kali. Deketin. Nggak. Deketin. Nggak. Deketin. Nggak". Aku dan Kak Lila berbagi suara tawa. Ini benar-benar lucu.
"Kalo cowok gak aman kak?" Aku bertanya setelah ledakan tawa kami reda.
"Gak aman? Eehhmm.. Yang bisa diajak fun tapi gak bisa diajak serius. Maen-maen aja doang." Penjelasan Kak Lila benar-benar menohok.




A D R I A N


"Deketin. Enggak. Deketin. Enggak. Deketin.." Yaelah, kenapa aku jadi labil begini sih? Tiap kali aku memikirkan Leah, berkecamuk banyak hal dalam otakku. Ada perasaan on off begitu. Apabila mengingat kepribadian gandanya. Di satu sisi, dia bisa jadi ramah. Di lain waktu, dia adalah sosok paling arogan yang pernah aku tahu.


"Gimana? Udah kenalan ama Leah?" Satu waktu Ferdi bertanya ketika kami dalam meeting kantor. Aku mengangguk, "Udah."
"Asik kan orangnya? Enak diajak ngobrol." Aku setuju dengan statement Ferdi yang satu ini




~ (oleh @WangiMS)

21 September 2011

Chemistry: 7

The Butterfly Effect part 3


A D R I A N


Oke, ini benar-benar sulit. Bayangkan, hanya untuk berkenalan saja aku butuh waktu berminggu-minggu. Aku seperti tak diberikan kesempatan apapun bahkan untuk menyebutkan namanya. Buatku yang kesulitan mendekati mahluk yang namanya perempuan, dia membuatku semakin sulit untuk mendekatinya.
Kalau aku memperhatikannya, dia seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang dia tersenyum ramah, di satu waktu dia terlihat judes dan tidak peduli sekitar. Atau bisa jadi orang yang humble lalu, di lain waktu dia benar-benar nampak arogan.
"Halo". Dia menyapaku. Tanpa tendensi apapun. Tersenyum ramah. Dan balasanku cuma senyum kaku. Semenjak itu, aku tahu bahwa perempuan ini memang ramah. Dia menyapaku dengan baiknya meski aku yakin bahwa dia tak tahu aku.
Hingga suatu hari, kami berkenalan secara resmi.
"Pada single kan?? Ayo kenalan dulu dong." Begitu para engineer senior yang mengenalkanku dengannya di satu Minggu siang.
Diulurkannya tangannya yang putih bersih. Sambil tersenyum dia berkata lirih, "Leah.". Dan aku berucap, "Adrian". Lalu, dia tersenyum lebar. Cantik. Tapi, hanya sesaat, karena dalam beberapa menit, dia terpaku pada blackberry nya.


L E A H


Minggu pag, jadwalku bersepeda pagi ke tengah kota. Aku tak tahu bagaimana ceritanya aku bisa end-up ngobrol tentang apapun dengan seseorang yang baru saja aku kenal. Lebih tepatnya dikenalkan.
Posisinya sekarang adalah aku duduk bersebelahan dengan engineer ini. Bercengkrama tentang apapun. Buatku, ini aneh. Sangat aneh. Aku jadi Leah yang lain hari ini. Aku harus segera bangun.
Kuseret kakiku pergi. Kulihat sebersit kecewa di matanya. Dia baik. Tapi entahlah, dia bukan tipeku atau hanya ketakutanku saja didekati lelaki macam dia. Ah, aku terlalu besar kepala. Pria baik dan aman macam dia tak mungkin mau padaku.
Aku kan tipe perempuan yang biasa menjalin hubungan dengan para pria tak aman. Adrian? Sangatt aman!




~ (oleh @WangiMS)

20 September 2011

Chemistry: 6

The Butterfly Effect part 2
Aneh. Perutku ada yang aneh. Sebelumnya gak pernah seperti ini.
| Adrian|


L e a h

Pernah aku memiliki hubungan on-off, putus nyambung, penuh air mata, kebencian, tapi tetap saja aku cinta. Entahlah, mungkin karena aku takut tak bisa mencari yang lain. Aku takut kehilangan. Aku takut sendirian. Dan tersia-sia. Lalu, aku menguatkan hati. Melakukan hal yang berbeda. Ganti profesi. Teman - teman baru. Hidup baru dan melupakan yang lalu. Lebih baik begini.
"Le, loe kenapa sih gak pernah keluar bareng cowok gitu?" Ferdi mengusikku dengan pertanyaan sinting. "Oh, jadi kamu itu cewek yah Fer? Sukur deh." Ferdi menjambakku. "Bukan gitu. Elo tau maksudnya kan? Kenapa kamu memilih sendiri dulu saat ini?" Aku terdiam lama. Pikiranku mengembara ke masa lalu. Masa tiga tahun lalu. Ketika aku percaya bahwa cinta cuma satu. Ah, dipikir-pikir aku dulu emang terlalu lugu.
"Gimana yah? Saat ini, aku milih sendiri. Single. Bukan karena aku gak laku. Tapi, karena aku memang benar-benar memilih laki-laki seperti apa yang kelak bakal aku lihat setiap pagi ketika aku bangun. Gak bisa sembarangan kan Fer?"
"Iya. Itu keputusan penting banget. Kalo gitu mau, gue kenalin gak ke temen gue?" Tanya Ferdi serius.
"Nope." Aku mantap menjawab.
"Lah kenapa?"
"Karena aku percaya takdir. Faith. Destiny. Kalo emang jalannya aku ama temen kamu itu berjodoh, pasti bakal bareng. Gak perlu kamu kenalin. Pasti ada jalannya." Aku menolak mentah-mentah tawaran Ferdi.
"But, thanks anyway. Kamu temen yang baik."

F e r d i
Sudah 2 tahun aku berteman dengan Leah, dan dia tak pernah sedikitpun bercerita tentang kehidupan percintaannya. Tak pernah sedikitpun. Tak ada lelaki yang bisa mengambil hatinya. Tak pernah satu malam minggu yang dia habiskan dengan laki-laki. Yang ada mentok-mentok adalah Kak Lila atau gue.
Aku menyimpulkan bahwa Leah itu takut jatuh cinta. Philophobia. Tapi, dia suka sekali dengan para pria yang mendekatinya. Proses pendekatan.
"Aku nervous, Fer. It's my first date." Suatu kali Leah datang dengan paniknya.
"Yaelah, Le. Cuman nge-date doang kirain apaan." Aku tak mengerti apa perlunya panik cuma karena nge-date.
"Eh.. Udah lama gak nge-date. Nervous. Ada kupu-kupu di perutku. Terbang kemana-mana. Aku panik." Aku ingin tertawa. Tapi, takutnya malah membuat Leah semakin panik. Kalau Leah mundur dari nge-date, kan kasian kesehatan jiwanya. Bisa-bisa dia gak sehat mentalnya. #eh.

Leah. Leah.



~ (oleh @WangiMS)

17 September 2011

Chemistry: 5

The Butterfly Effect
Perutku suka mules-mules gak jelas gitu kalo ketemu dia.
|Leah|

L e a h
Aku bukan orang yang suka milih - milih makanan. Dari kecil, mama sudah menjelaskan bahwa banyak orang yang gak seberuntung aku. Mereka belum tentu bisa makan seehari sekali kayak aku. Tapi siang ini adalah pengecualian. Makan di kantin kantor adalah sebuah siksaan. Catering provider yang disediakan sama sekali tidak memenuhi standarku. Kusenggol Ferdi yang merencanakan lunch di kantin siang ini.
"Eh bocah, laen kali kalo mau ajak2 makan siang, cari yang tempatnya bonafide dikit napa?"
Ferdi mendongak dari piringnya. "Kenapa Le? Kan enak nih makanannya. Noh, soto ayamnya yahud bener! Loe udah nyobain belum?"
"Kalo nasinya kayak mau jadi bubur, mana enak sotonya?" Aku memberantakkan nasi di piringku. "Udah ah buruan makannya, kagak nafsu."
"Loe mau buang tuh nasi?" Ferdi menunjuk ke arah nampanku. "Kasian, ntar ayam kamu mati loh."
"Masih percaya aja kamu ama mitos begituan? Aku gak miara ayam, tauk! Buruan! Aku beranjak menuju pantry kantin. Ferdi mengekor di belakangku. Terburu-buru. Kurasakan beberapa pasang mata melirikku malu-malu. Kuabaikan.
A d r i a n
Aku memang tak punya banyak pengalaman dengan perempuan. Jangankan punya mantan pacar, punya gebetan juga sudah untung. Kondisi kampusku yang dulu yang isinya laki-laki semua dan ditiadakannya jurusan Teknik bercinta, membuatku berlama - lama betah sendirian. Ah, gak betah juga sih.
Sekian lama aku bekerja disini, aku selalu merasa bahwa kantor ini 'gersang'. Yang dimaksud gersang adalah karena isinya yang penuh dengan engineer laki-laki. Sekalinya ada engineer perempuan, pastilah udah ada monyetnya alias udah ada yang punya. Tapi siang ini, nampak pemandangan berbeda. Aku jarang melihatnya.
Ketika dia melewati bangku yang aku tempati bersama beberapa engineer senior, aku mencium bau parfumnya. Wangi. Eh, bisa jadi juga itu bau shampoonya. Rambutnya melambai tertiup angin yang keluar dari standing AC terdekat.
Seseorang menyenggolku. "Mau dikenalin gak?" Begitu tanyanya. Aku bingung. "Hahh?".
"Iya, mau dikenalin gak ama yang barusan lewat meja kita?" Tanya salah satu engineer senior yang duduk disebelahku. "Kita disini kenal dia kok, mau kenalan?". Aku cuma tersenyum simpul. Mengangguk, menjawab lirih, "Boleh." Seketika itu juga ada perasaan yang aneh di dalam perutku. Aneh. Aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Ada kupu-kupu di dalamnya.


~ (oleh @WangiMS)

16 September 2011

Chemistry: 4


PhD part 3

L e a h
Jadi seorang personal asisten tak pernah ada dalam list pekerjaan impianku. Ini benar-benar di luar dugaan. Mauku sih kerja jadi pramugari maskapai penerbangan internasional, tapi apa daya aku tersangkut di sini. Hey, tapi aku bersyukur sekali. Bekerja sebagai personal asisten membantuku melakukan hal yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Seperti siang ini ketika bosku memintaku...

"Leah, I want you to get the MoM of the meeting yesterday." Dan aku kaget, kenapa? Karena bosku ini bukan partisipan meeting kemarin. Tentu saja MoM tidak bisa seenaknya diminta begitu saja.
"But..", belum sempat aku melanjutkan ucapanku, bosku berkata, "I never give you any impossible job or workload to do. So, get it done."
"Well noted, Bapak." Aku menghela napas. Bosku ini memang perfeksionis dan penggila berbagai macam detail dalam setiap hal yang akan dilakukannya. Dia percaya bahwa asistennya ini mampu melakukan apapun yang dia perintahkan. Well, great!
I don't have my own room, but I own a cubicle. Kubikel di departemen tempatku bekerja berwarna biru. Dengan partisi agak lebih tinggi dari departemen yang  lain di perusahaan ini. IM ku menyala. Sapaan dari kubikel sebelah.

Sametime connect 7.5.1
Ratih: Neng, sibuk gak?
Aku: Eh, ada apa bun?

Well, bunda adalah panggilanku buat Ratih. Karena dia seorang ibu yang baru saja melahirkan putra pertamanya.

Ratih: Kangen aja jeng. Gile yah, udah 3 bulan nih cuti, gak nge chat ama dirimu. Kangen total!! :D
Aku: Samalah bun. Apalagi aku. Kalo ada yg musti aku obrolin.
Ratih: km gmn kabar neng?
Aku: baaaiiikkk ;)
Ratih: boleh nanya? Tapi, Leah jangan marah yah :)

Nah, kayaknya yg bakal ditanyain serius nih, aku membatin. Secara tiba-tiba bilang jangan marah. Waduh!

Aku: boleh :) mau nanya apa bun? Serius bener euy ;p
Ratih: km baik2 aja kan say? Nothing serious happened selama aku gak ada?

Aku termangu. Membaca kembali 2 pertanyaan yang dilontarkan.

Aku: baik kok. I'm good. Physically, I'm ok. Tambah bulet kayaknya. Haduhhhhh..
Ratih: yeee, kalo itu mah aku cuek. Kamu baik secara fisik. Yg lainnya? Ada yg sakit?
Aku: hmm pertanyaannya dalem yah mbak hehe.. I'm fine kok.
Ratih: km mah emg gk bisa boong.  Dr hari pertama aku balik dr cuti, aku ngerasa km bnyk berubah. Kdg aku jd kangen ama Leah yg dulu. Atau krn km skrg sibuk yah..
Ratih: eh, aku jd banyak omong yah? Maaf yah Le..
Aku: enggak kok. Buat aku, 'omongan' km td nge jleb banget.

Diam. Jeda. Tak ada suara jemari yang mengetik.

Aku: tiap org pst ngalami perubahan yah mbak. Dan aku jg berubah :). Smg ke arah yg lebih baik.

Pikiranku mengembara ke beberapa bulan yang lalu.

BEBERAPA BULAN LEBIH AWAL

"Semoga ntar kalo aku balik ngantor abis dari cutiku, udah ada kabar baik yah? Apa gitu, kali ada yang mau nikah." Ratih mengerling padaku. Dan juga pada lelaki yang berdiri di sebelahnya.

"Maksudnya?" Aku berujar pelan pada Ratih sambil mencubit lengannya. Dia meringis kesakitan.
"Yah kali aja ada gitu yang jadian di departemen ini." Ratih ngeloyor setelah berkata seperti itu.  Aku menolehkan kepalaku pada Chandra, lelaki yang tadinya berdiri di sebelah Ratih.

"Suka cheese cake nya yah?" lelaki di sebelahku bertanya. Manis senyumnya. Berkacamata.

Oke. Oke, kita rewindLelaki di sebelahku ini adalah kolegaku. Chandra  Tanjung, 29 tahun, adalah salah satu engineer di departemenku. Well, beda departemen tapi kami berada di satu lantai.  Hitam manis, berkacamata, tidak terlalu tinggi, pendiam. Tipe – tipe pria yang kalau Mbak Lena lihat pasti bakal komentar , "Seriously? He's not your type!"

Aku mengangguk. "Lumayanlah. Lebih suka Opera cake." Dia menganggukkan kepalanya. Ada kilatan blitz. Aku manyun. Chandra tersenyum.

"Nanti di-share yah fotoku ama Leah. Pasti lucu tuh." Bibirku makin monyong lima senti. Benci. 'Ngapain coba yah pake share fotoku segala.' Aku semakin sebal. Menjauhi lelaki disebelahku ini.

***
"Is is so hard to reply my sms?" Aku bertanya pada lelaki yang baru saja berpapasan denganku di tangga.
"Sorry?" Dia pura – pura tidak mengerti. Aku tahu itu kebiasaannya.
"SMS? Semalem. Kenapa gak dibales?"
Lelaki ini berjalan menjauhiku. Membelakangiku. Mengabaikan pertanyaanku. SMS yang kukirimkan. 'That's it. 'I'm enough with him.'
***
"Aku gak bakal bisa jalan ama Leah. Not as long as we're working in the same office."
"Itu kan tantangan, Chan."
"Not for me, I just can't. I give up!"

***
Ratih: km segitu sebelnya ama Chandra?
Aku terbangun dari lamunanku. Tentang dia. Menatap layar IM yang berkedip – kedip.
Aku: Sebel? What forBiasa aja kok.
'Ah, indenial feeling lagi. Aku memang masih suka Chandra.' Hatiku ini memang tak bisa diajak berkompromi.
Ratih: abisnya km kayak gk ngehindarin dia gitu..
Aku: me? Avoiding him? Enggak kok. Perasaanmu aja kali, mbak. J
Ratih: km move on gitu say?
Aku : J
Ratih: kl ini emg keputusan kalian berdua buat saling gak peduli, aku ngedukung aja say.. selama kalian ber2 baik.
Aku : bukan keputusanku, Tih. Dia yg mau.

Aku memasang lampu 'I'm away' pada status IM ku. Aku benar – benar tak mau diganggu. Tidak lagi dengan masalah lelaki pengecut yang tak mau memperjuangkan aku. I'm done.
***
"Gimana biking-nya, Le?"
Pertanyaan dari Kak Lila mengagetkan aku yang baru saja masuk ke dalam apartemen.
"Pagi Kak. Enak banget, tadi lumayan rame di meeting point."
Aku menjawab sambil membuka pintu lemari es. Mencomot botol tumblerku dan duduk di seberang Kak Lila yang sedang serius mengamati laptop di depannya. Iya, di meja makan sepagi ini dan hari Minggu.

"Nyenyak banget kamu dek, semalem boboknya."

Mencomot ayam goreng dan memulai sarapan pagi berat ala keluarga Wirawan. Aku mengangguk kecil sambil terus menenggak orange juice tanpa jeda.

"Waktu biking tadi, kayaknya Leah banyak mikir deh kak."
"Sableng juga nih anak, biking kok pake mikir toh?" Kak Lila menatapku aneh.
Sudah jadi kebiasaanku, apabila banyak yang aku pikirkan dan aku ingin mencari jawaban, aku pasti melakukan kegiatan yang menguras energi.

"Iyah. Masalah perfect guy itu."

Kak Lila terdiam. Menghentikan semua kegiatannya. Mengalihkan pandangannya dari laptop. "Kak Lila dengan Mas Danang yang ngemong banget dan dewasa."

"Kalo kamu dek?" Kak Lila bertanya. Pertanyaan simple.
"Leah gak minta yang aneh – aneh atau ngasih karakter lelaki yang nantinya malah bikin Leah jadi perempuan pemilih."

"Trus?"

"Leah cuma mau lelaki yang ngerti jokes Leah, bisa bikin ketawa Leah, no need to be perfect. Lelaki yang kalo kangen ama Leah akan langsung nemuin Leah bukannya cuma sekedar sms. Lelaki yang selalu mikirin Leah dimanapun dia dan sesibuk apapun dia. Lelaki yang akan langsung bertanya ke Leah kalo dia cemburu. That simple."

Kak Lila menggamit tanganku. Menggenggamnya erat – erat.

"Leah ingin merasa dicintai dan diingini. Ingin diperjuangkan. Bukan dicampakkan. Diabaikan. Is it too hard to be true? This perfect guy thingy has driven me crazy. "

Berkaca – kaca. Aku melonggarkan pegangan pada gelas tumblerku. Kurasakan Kak Lila memelukku dari belakang.

"You'll find that perfect guy, petal. Have a faith."
"I know, kak. But, when?"
"Soon, darling."
"Do I deserve him? My man? The perfect guy?"
"Iyah, dek. Lupain Chandra, gak perlu lagi menunggu lelaki yang gak mau merjuangin kamu."

Kami berdua berpelukan.

A perfect guy comes at the right time and you'll know it. My man has not come yet. Maybe, right now he loses his map. Losing direction and still trying to look for the right path to find me. Or maybe, he's already on the corner off the road waiting for me to pass by and say 'hi'. But, until that day, I'll be just fine.