Tentang 30 Hari Cerita Cinta

Showing posts with label Tattoo Kunci. Show all posts
Showing posts with label Tattoo Kunci. Show all posts

29 September 2011

Aku Benci Dia #2

Aku benar-benar dijauhi teman-temanku, mereka nggak pernah menghubungiku lagi. Mungkin Vania sudah cerita ke Raya, Ajeng dan Lia. Aku sering sekali melihat timeline twitter mereka yang pergi kemana-kemana, atau hanya sekedar makan siang bareng. bercanda. Terkadang aku ingin menghubungi mereka, tapi aku belum siap sakit hati ditolak mereka.
Sampai pada suatu siang, aku lagi makan siang sama Arya, lalu Ajeng melintas dan dengan langsung saja aku panggil, "Jeng!"
Orang yang aku panggil, hanya menengok sebentar lalu melengos pergi lagi. Aku jadi bingung kenapa. Sampai segitunya yah nggak mau aku sapa. Dan dari situ aku sadar kalau pertemanan aku memang hancur, gara-gara Arya. Siapa lagi, cobak?
"eh kenapa tuh si Ajeng? Gitu banget?" tanya Arya yang juga ikutan bingung.
Aku melirik orang yang ada disebelahku ini seakan nggak percaya. "Serius kamu nggak tau kenapa temen-temenku jadi kaya gitu? Bukan cuman AJeng doang, Ya.."
"emang kenapa?" tanyanya lagi, sambil menyantap siomaynya.
Toge goreng yang ada dihadapanku yang masih tersisa 1/2 piring ini padahal menggiurkan, tetapi aku udah keburu nggak nafsu makan lagi. Mual! ngeliat kelakuan sahabatku, ngedenger kata-kata Arya. "Mereka ngejauhin aku, tau! Gara-gara kamu waku itu nggak ngijinin aku nginep di rumah Ajeng." 
Arya membakar rokoknya, "Ohh.. tuh kan. Berarti mereka emang nggak worthy temenan sama kamu."
Lah? Ingin rasanya aku teriak, YANG NGGAK WORTHY TUH ELO!
Tapi, saat itu aku belum punya keberanian untuk putus dari Arya, dan mungkin sampai kapanpun aku memang nggak akan punya keberanian putus dari Arya.
***
"Ya… nonton yuukk…" ajakku yang sore itu lagi pengen banget nonton Avatar yang sedang digembar-gemborkan.
"gak punya uang. Traktir yah?" pintanya.
Fiuh! Aku tau Arya memang nggak kerja, hidupnya hanya tergantung dari Ibunya. Tapi… ahh sudahlah.
"yaudah.. tapi ntar makan kamu yang bayarin yah?" Aku memberikan kesepakatan.
"Ok!" 
Akhirnya kamipun pergi nonton. Ditengah jalan aku mendapat telepon dari adikku. Dia baru saja kecelakaan, nggak besar sih. Cuman dia harus tanggung jawab karena udah ngebaret mobil orang. Dia harus ke bengkel, bawa mobil ayahku supaya nggak dimarahin plus mengganti orang yang udah dia tabrak. 
Aku keluarkan semua tabunganku. 
Sore itu aku dan Arya akhirnya nggak jadi nonton, akhirnya kami menyusul adikku. Bersama-sama ke Rumah Sakit terdekat lalu ke bengkel ketok magic. Muka adikku sudah pucat, dia ketakutan. 
Kasian dia, baru belajar nyetir mobil. Udah nabrak motor orang, sampai orang itu luka-luka, untung orangnya nggak nuntut ke polisi. Untung dia hanya minta ganti biaya Rumah Sakit dan servis motornya. Kalau sampai ke tangan polisi bisa panjang urusannya.
"Udah, Nda.. nggak usah nangis. Gue ada tabungan kok.. Yang penting lo nggak apa-apa. Terus mobilnya kita masukin bengkel aja. Daripada si Ayah keburu tau dan marah. yuk?" Aku berusaha menenangkan adik perempuanku ini, saudaraku satu-satunya.
AKu menggenggam tangan Arya, akupun butuh tempat bertumpu. "Ya.. masukin bengkel mana yah?"
"kok jadi kamu yang repot sih? suruh aja dia sendiri! atau suruh dia minta anter pacarnya. Mana pacarnya?" Arya malah memakiku.
Hah? Ini orang kesurupan apa yah? -batinku "Nanda ini adikku… yah masa nggak aku tolong? kamu yang bener aja dong?"
"kamu kan tadi udah nolong tuh, udah bayarin biaya rumah sakit orang yang dia tabrak. Biar dia ngerjain sisanya sendiri. jangan disuapin terus."
Ahh! Udah gila kali yah ini orang? Sinting?
Apalagi sekarang? Setelah ngancurin hubungan aku dengan teman-temanku, sekarang mau ngancurin hubungan aku dengan keluargaku?

-- 


~ (oleh @_citz)

28 September 2011

Aku Benci Dia, #1

Semenjak kejadian itu, perlakuanku ke Arya nggak ada yang berubah. Tapi aku lebih mengenalnya. Sekarang aku tahu sifatnya Arya. Tapi tidak membuatku mundur atau bahkan membencinya.

Kejadian itu tidak membuatku jera. Bahkan, beberapa pertengkaran sering diwarnai dengan kekerasan fisik lagi. Entah aku yang tak pernah jera atau Arya yang memang nggak punya hati. Kebiasaannya, setiap habis memukul atau menampar atau nonjok, sampai dia mendengar aku mengerang kesakitan dan pasrah tanpa perlawanan, dia selalu memelukku, meminta maaf dan mengompres semua luka-lukaku. Dan bodohnya lagi, aku selalu memaafkannya. Setelah itu, we're pretending nothing really bad ever happens.

SICK!

Selain kekerasan dalam hubungan yang aku derita, Arya tidak hanya menyiksaku secara lahiriah. Dia juga kadang menyiksaku secara emosional. 

Seperti, di suatu hari yang telah lama aku tunggu-tunggu bersama sahabat-sahabatku. Kami akan melakukan ritual kumpul bareng setelah 2 tahun nggak bertemu langsung dan kumpul dengan formasi lengkap - Aku bersahabat 5 orang cewek dari jaman SMA-. Malam itu aku merencanakan akan menginap di tempat Ajeng. Vania, Raya dan Lia sudah siap dan akan menjemputku, sampai didetik terakhir aku mau berangkat, Arya masih tetap tak mengijinkanku pergi bersama sahabat-sahabatku.

"Kamu kenapa sih, Ya… Mereka kan sahabat-sahabatku. Kenapa mesti nggak ngijinin aku nginep sih? Kamu juga udah kenal mereka kan? Nggak usah khawatir!" aku marah-marah langsung di depan Arya. Karena malam itu rencananya memang aku akan di jemput sahabatku setelah aku pulang kuliah bareng Arya.

Arya menghembuskan nafas, berusaha tenang, "Justru karena aku kenal mereka, Sari… aku tau mereka suka ngapain."

Aku melotot, melihat ke arah Arya yang sotoynya nggak ketulungan ini. Udah sok kenal banget aja dia. "Emang ngapain?"

"Palingan juga dugem, pulang malem…ya kan? Nggak ah! Aku nggak mau kamu ngikut-ngikutin mereka!"

"Astaga, Arya… ya nggaklah.. palingan juga kita semua cuma ngobrol doang di cafe."

"Sambil minum kan?"

Aku berusaha mencerna kata-kata Arya yang barusan, selama 2 tahun ini jadi dia belum benar-benar mengenalku. "Aku nggak akan minum. Janji! Jadi boleh yah aku nginep? Pleaseee… " aku sudah diburu waktu. Mereka udah di jalan untuk menjemputku, dan aku masih disini, di dalam mobil Arya, di depan rumah, belum packing.

"NGGAK! Sekali nggak tetep nggak yah… Awas kamu keluar! Udah deh! Masuk rumah sana!" bentaknya.

Ngga ada lagi yang bisa aku lakukan, selain menuruti perintah Arya. Turun dari mobil dan masuk rumah. Aku menelepon teman-temanku yang saat itu sudah dekat ke rumah untuk menjemputku.

"Jeng, gua gak ikut yah… duh, gua nggak enak badan nih. sorry banget in a last minute gini." aku sengaja menyerak-nyerakkan suaraku, aku sengaja bohong ke mereka supaya mereka nggak marah dan malah membenci Arya.

Ajeng dan yang lain kecewa, mereka justru mau membatalkan rencana ini dan malah pengen nginep di rumahku. Aku ingin sekali bertemu mereka, pengen kabur tanpa bilang Arya. Tapi ketakutanku akan Arya lebih besar dari keberanianku mengendap-endap ruang tengah mengambil kunci pintu dan melompati pagar rumah dan ketauan orang tuaku. DAMN!

"Jadi lo nggak ikut kita nginep karena Arya ngelarang lo?" Vania sudah marah-marah ditelepon begitu barusan aku bbm alasanku sesungguhnya. Cuma ke Vania aku bisa jujur dan menceritakan semuanya.

Aku hanya diam, kaget, karena Vania langsung menelepon.

"Dia pikir kita ini cewek kayak apa sih? Emang kita bandel? Emang kita mau ngejerumusin lo? Sar, kita ini udah temenan lebih dari 8 taun… Masa kita tega?"

Aku menangis, sedih, "Van.. bukan salah Arya semua kok. gua juga salah, gua ngga bisa ngeyakinin dia. Yaudah, besok siang aja yah kita ketemunya.. Van? Please…"

"Nnggak deh, besok siang anak-anak udah pada balik ke kota masing-masing. Sama gue juga males… Urusin aja deh sana cowo lo yang posesif itu!" Vania marah sekali, dia menolak ajakan meeting-ku.

Great! udah punya cowok sedikit sakit jiwa, sekarang aku ditinggal sahabat-sahabatku.

What a wonderfull world, God! teriak batinku.

--




~ (oleh @_citz)

22 September 2011

Di sini Drama Dimulai PART #2

... "Maafin aku, Ya.." Aku masih mengemis-ngemis ke Arya.
Begitu masuk rumah, Arya langsung duduk di depan TV dan menonton, tak menghiraukan aku.
Lalu aku duduk di sebelahnya, sambil terus terisak dan masih mengemis-ngemis permohonan maaf.
Arya masih tak menghiraukan aku, sampai hp-ku berbunyi.
Dani's calling.
Aku angkat teleponnya, menjauh dari Arya. Masih sesenggukan, aku menjawab telepon Dani.
"Ya Dan?"
"Lagi dimana, non? Sms gue kok gak dibales?" Ternyata Dani hanya berbasa-basi.
Agak menyesal juga ngangkat teleponnya,"Dan, nanti aku telepon balik yah.. Sorry.. Sorry."
"Eeh eh? Lu nangis yah, Sar? Sar? Lu gak apa-apa?"
"Gak apa-apa, Dan.. Udah dulu yah.."
Aku putuskan sambungan via satelit itu, Arya tiba-tiba sudah berada di belakangku.
Tiba-tiba nyeret tanganku dengan kasar, aku dibawanya ke kamarnya, dibanting ke kasurnya dan #DZIG mukaku ditonjoknya dengan 2 tangan, ditendang juga.
Aku berusaha melindungi diriku sendiri, aku silangkan kedua tanganku dimukaku. Aku memohon ampun sambil terus menangis.
Arya seperti kerasukan setan.
Dia tidak mendengarku menjerit kesakitan. Aku berusaha mengelak, melarikan diri menuju pintu, Arya menjambakku, menarikku lagi kali ini aku dibanting ke kolong ranjangnya.
Darah keluar dari hidungku daritadi, sekarang aku rasakan perih dipelipisku, ada darah juga mengalir di sana.
"Ampuuun, Ya... Ampuuuunnn! Astaga!" Aku hanya mampu berbisik, sudah nggak ada lagi tenaga yang tersisa. Aku berhenti berontak, aku berhenti melindungi diriku, aku capek sekarang aku pasrah.
Arya masih marah, ia masih menendang-nendangku, menjatuhkan semua barang yang ada di atas meja. Sambil berteriak kata-kata kotor, "Anjiiing! Bangs*t!" Teriaknya.

Siapa dia? Aku seperti tak mengenalnya. Bukan Arya pacarku, bukan Arya yang aku kenal 3bulan ini. Bukan Arya yang selalu melindungiku, bukan Arya yang selalu menggenggamku ketika mengantarku dari turun mobil sampai depan pintu rumah.
Siapa dia?

Semakin aku melemah, semakin aku pasrah, Arya pelan-pelan berhenti.
Dia lalu duduk di sampingku, mengangkat kepalaku yang berceceran darah, kepangkuannya. Arya menggenggam erat tanganku, lalu menciumnya. Terasa ada air mata menetas di punggung tanganku.

Aku lemas, aku pusing, aku nggak bisa berbuat apa-apa, aku cuma merasakan hangat peluk Arya, sambil membisikkan maaf.
Aku benar-benar nggak mengenal orang ini. Semenit yang lalu udah kayak gorilla ngamuk yang hutannya kebakaran, sekarang malah kayak ibu Kangguru yang sangat ngelindungin anak dikantongnya. Arya minta maaf, dia bilang dia menyesal, dia memelukku erat sekali.
Dia mengangkatku, lalu merebahkannya di kasur. Lalu dia pergi meninggalkanku sebentar, lalu balik ke kamar dengan sebaskom air dan handuk bersih. Dia mengompresku, mengompres luka-luka pukulannya di wajahku, satu tangannya menggenggamku.

Besok paginya, aku terbangun dengan Arya masih terlelap di sampingku. Kepalaku masih pusing. Tapi sudah ada plester menempel di pelipis kiriku.
"Ya.. Bangun Ya.. Pindah kesini!" Aku menyuruhnya pindah, karena posisi tidurnya dia nggak nyaman sekali. Duduk di lantai, kepala ke ranjang tapinya. Kasian pegal.
"Mau kemana?" Tanya Arya menahanku.
"Ambil minum, Ya.. Haus."
Arya terduduk di sebelahku, "Maafin aku, Sar.. Maaf!"
Aku dipeluknya lagi, hangat. Aku memeluknya balik. Mungkin memang bukan sepenuhnya salah Arya. "Maafin aku juga, Ya!"



~ (oleh @_citz)

16 September 2011

Di Sini Drama Dimulai, part #1

Sepulang aku mengantor hari itu sangat menyenangkan sekali.
Arya menjemputku, dia sudah menungguku di parkiran kantor dan membawakan eskrim kesukaanku, Coldstone Greentea. \(^O^)/
Setelah afternoon meeting dan absen, aku langsung menuju parkiran, Arya udah nunggu dari tadi.
"Hai, Ya.." Sapaku sambil menyodorkan kening untuk dicium Arya, kebiasaan kalo ketemu atau mau pamitan.
Arya menyodorkan se-baskom Coldstone, (ˆڡˆ) langsung aku makan.
Arya malah ngeliatin aku makan.
Notifier eager dari bb-ku berbunyi, sebuah sms masuk. -lagi di mana, Sar?-
Sebaris pesan sangat singkat yang biasa aja, malah mengundang tanya bagi Arya.
Arya mengintip-intip bbm-ku, sebelum aku membalas pesan itu, Arya merebutnya duluan, "siapa sih? Penting banget nanya beginian."
Ha? Aku bingung, bukannya isi sms itu biasa aja bukan? Kenapa nada bicara Arya terdengar jealous?
"apa sih, ya?" Aku berusaha merebut bb-ku kembali, tapi Arya mengelak.
Dia lantas ngecek activity log dari si nomor tersebut, yang sengaja nggak aku save namanya.
Dia seseorang dari masa laluku, Dani, kami putus baik-baik. Aku masih berhubungan baik dengannya dan hanya sebatas sms atau telepon sesekali. Dani sering mengajakku keluar sekedar makan siang bareng, tapi selalu aku tolak.
Aku hanya menjaga perasaan Arya, makanya aku juga nggak cerita-cerita ke Arya kalau Dani masih sering menghubungiku.
"Apaan nih?!!!" Tanya Arya dengan nada marah.
"Apaan sih? Nggak ada apa2 gitu!" Aku membela diriku sendiri, karena emang nggak ada apa2.
Arya masih geleng2 baca semua sms-ku dengan Dani. -duh, salah! Harusnya aku hapus dulu semuanya- batinku.
Arya menarik tanganku, kencang sekali. "Jujur! Ada apa sama orang ini lagi?"
"Nggak ada apa-apa!" Bentakku nggak kalah keras.
"Kalo nggak ada apa-apa kenapa mesti ada sms2 nanya udah makan apa blm? Ngajakin lunch bareng, dinner? Telepon berjam-jam. Ha! Terus ini ada sms nanya2 kamu tidur pake baju apa lagi!" Muka Arya memerah.
Aku mulai menangis, Arya benar-benar marah kali ini. Cengkraman tangan Arya semakin kencang.
"Apa maksudnya, Anjiiiing?!" Arya masih bertanya, dia butuh jawaban.
Sambil menangis aku jawab, "nggak ada apa2. We're just friend. I'm just trying to be nice!"
"Temen kayak gini?!" Arya menghempaskan tanganku dengan kasar, dan melemparkan bb-ku ke bawah kursiku duduk di mobilnya.
Arya menyalakan mesin mobilnya, keluar parkiran dan mengarungi perjalanan pulang dengan diam diiringi isak tangisku.
Berkali-kali aku memaksa Arya bicara, sambil meminta maaf. Tapi aku juga bingung, dimana salahku karena membalas sms-sms Dani. Tapi mungkin bagi Arya itu salah, okay aku mengalah, aku mengaku salah, aku minta maaf. Tapi Arya tak bergeming sedikitpun.
Arya langsung mengantarku pulang, harusnya malam itu Arya kuliah, akupun seharusnya kuliah. Tapi Arya malah mengantarku pulang. Sampai depan rumah,aku nggak mau turun.
Arya mengalah, ia memutar mobilnya lagi, meninggalkan rumahku.
"Gua capek. Gua mau balik ke rumah!" Akhirnya keluar juga kata-kata dari mulutnya.
Sesampainya di rumahnya,aku mengikutinya sampai ke dalam kamarnya. Syukurlah hari itu ibunya sedang dinas keluar kota.
"Maaf, Ya... Maafin akuuu!"
..... (To be continue)


~ (oleh @_citz)

14 September 2011

Tattoo Kunci - "Asbak untuk Serpihan Hati"

Ingatanku melayang ke tahun 2006 silam. Saat itu aku harus survive untuk diriku sendiri. Di umurku yang baru ke-19 tahun, I have to struggle for my own life. Di saat semua teman-temanku ber-Euphoria karena ini tahun pertama kami seharusnya merasakan bangku kuliah, menuntut ilmu tanpa memakai seragam . Tapi aku harus merelakan itu semua, aku mulai mencari-cari kerja untukku bertahan hidup. Karena aku sudah berjanji ke orang tua-ku, terutama Bapak, selulusnya aku SMA nggak akan minta uang lagi ke beliau. Maka, aku putuskan untuk bekerja. Mencari kerja sana-sini.
Suatu malam di Warnet tempatku biasa menghabiskan waktu,
"mas Ivan, boleh pinjem asbak?" tanyaku yang kebingungan mencari-cari asbak untuk abu rokok-ku. Mas operator ini lantas mencarikanku asbak di dapur. Di depan meja operator mas Ivan, segerombolan pemuda yang sering aku liat lagi asik ngobrol-ngobrol, lalu salah seorang nyeletuk,
"tuh Ya... kasih tangan lo aja! Mau buang abu rokok!"
si orang yang dipanggil "ya" ini, berpotongan tinggi, botak dan berkulit gelap menyaut, "jangankan abu rokok, serpihan hati neng juga sini aa' tampung dah!" ujarnya gombal sambil menyodorkan tangannya. #pffftt
hehe aku hanya ikutan ketawa, karena nggak tahu lagi harus seperti apa.
Akhirnya Mas Ivan ini keluar dari dapurnya dengan membawa asbak segitiga berwarna orange, aku kembali ke kubikel komputerku.
Karena keasikan surfing, nggak sadar ternyata sudah jam 2 malam. gawat! Bukannya aku takut dimarahin bapakku karena pulang sepagi ini, aku lebih takut ngebayangin jalan sendiri ke rumah, menyusuri gang kecil dan gelap ke arah rumahku. :|
Setelah log out komputer, aku kembali ke depan meja operator. Mas Ivan, operator yang biasa jaga nggak ada, digantikan oleh si cowok-tinggi-botak- berkulit gelap-tukang gombal ini.
"eh, Mas Ivannya mana?" tanyaku, "mau bayar nih."
Dia bukannya menjawab keberadaan mas Ivan, malah ngoprek komputer operator, "jadi 15.000, Sar..."
ahh yaudahlah, aku bayar dengan selembar 20.000-an, lalu dia mengembalikannya sambil bertanya, "pulang kemana, Sar..?"
ciih, sok-sokan manggil namaku. Mentang-mentang namaku tertera di signing list komputer clients. :(
"eh deket kok, disitu!" jawabku sekenanya.
"kenalin, gue Arya." katanya sambil menyodorkan tangannya. "mau gue anter gak? gak ngeri lo malem-malem gini jalan sendirian? belom lagi di depan situ biasanya banyak yang mabok."
beuuh berasa Bronx gak sih daerah rumahku? Etapi lumayann juga nih ada yang nemenin.
"heheh, gak apa-apa, udah biasa kok!" jawabku, bohong.
Walaupun aku menjawab nggak usah dianterin, dia tetep loh ngikutin aku berjalan pulang. How can I resist?
Dari semenjak itu, aku jadi sering mengobrol dengannya. Kadang di Warnet, kadang dia datang ke rumahku yang nggak jauh dari Warnet. Banyak yang bikin aku takjub setelah mendengar cerita-ceritanya. Cita-citanya sederhana dia ingin punya rumah di kampung, bekerja dengan berkebun jual sayuran di pasar, dan yang paling dia inginkan adalah menghajikan ibunya, orang tua semata wayangnya. Wooooh, baru banget nih aku denger yang kayak gini, anak muda jaman sekarang? CIta-citanya kayak gini, mulia banget yah? *okay ini agak lebay*
Setelah lama dekat, Arya beneran menjadi tempat penampungan serpihan hatiku. (#eaaa)
Dengan adanya Arya, hidupku mulai berubah. Dia mampu merubahku menjadi lebih baik. Aku tinggalkan kebiasaan merokok, minum alkohol dan begadang. Arya yang tak henti memberiku semangat mencari kerja sampai akhirnya aku mendapat pekerjaan yang layak. Dia yang selalu ada di setiap kesedihanku, iri terhadap teman-temanku yang lain karena mereka sibuk kuliah, Arya malah bilang, "kamu lebih beruntung!" cumann itu kata-katanya, tapi mampu membuatku bangkit lagi.
Arya, semangatku... pada waktu itu.
***



- (oleh @_citz - http://sisepatumerah.tumblr.com)

13 September 2011

Tattoo Kunci - Emosi

Saya tahu, semua yang saya punyai di dunia ini bukan milik saya, dan ketika tiba waktunya saya pergi, saya harus ikhlas melepas semuanya walaupun hal itu telah bertahun-tahun tinggal dalam diri saya, meretas, mungkin sekarang sudah mengakar.

Walau berat, tapi toh memang harus dijalani.

"Aku gak mau pulang!!!" Teriakku di telinganya, ketika Arya menyeret tanganku untuk keluar kamarnya.
Hari itu, hari yang nggak pernah ada dalam bayanganku sebelumnya.

Hari itu sengaja aku bolos kerja karena ada masalah dengan Arya, dari tadi malam dia tidak bisa dihubungi.

Kemarin siang,
emosiku memuncak. Kerjaanku masih banyak yang belum diselesaikan, bos udah nyuruh sana-sini bikin ini-itu, belum sempat makan siang dan ditambah PMS. Setelah akhirnya aku pekerjaanku beres sedikit demi sedikit, aku mencuri-curi waktu untuk makan siang sambil telepon si pacar. Buat berbagi kesusahan ini.

2x deringan, 7x buzz di ym, nggak ada jawaban.. Aku curiga dia masih tertidur pulas di rumah.
~buzz, text or even call me when you wake up~
Isi smsku. Nggak sampai 1jam, aku sudah selesai makan dan solat. Aku harus segera kembali k kubikelku. Mengerjakan sisa-sisa pekerjaanku. Sekitar jam2 siang, id willy di contact list ym-ku berpendar-pendar. Ada pesan masuk.

Arya911: hi, sayang. Sorry aku baru bangun. :)
Arya911: kenapa kamu?
Sari_xo: kamu baru bangun?
Sari_xo: gpp, aku overload aja. Pusing! Mana perut melilit!
Arya911: iya, tadi malem kan ak baru tidur jam4, ngerjain tugas kampus.
Arya911: kamu udh makan? Minum obat gih sana!
Sari_xo: udah. Kamu lg ngapain? Udah mandi blm?

Lama Arya tidak membalas ym-ku ini. Line telepon kantorku, krang-kring dari tadi, email terus berdatangan minta revisi gambar sana-sini, bos-ku minta dibuatkan appointment dengan klien, aku hampir gila lagi. tapi tab ym-ku selalu aku lirik, kalau-kalau Arya membalas instant message-ku. sesibuk-sibuknya aku, berinteraksi dengan Arya selalu aku sempatkan. aku terlalu bergantung kepadanya.

Sari_xo: BUZZ!!!
Sari_xo: BUZZ!!!
Sari_xo: BUZZ!!!
Arya911: apa sih?
Sari_xo: kamu lagi apa sih? pertanyaan aku kenapa gak dijawab?
Arya911: ini lagi maen game ihh.. belom aku belom mandi.
Sari_xo: kok malah main games? mandi sana gih, cari makan. ibu masak nggak?

lama lagi dia balas ym-ku. langsung saja aku telepon. 2x teleponku gak diangkatnya, yang ke-3 baru diangkat.
"kok teleponnya nggak diangkat-angkat? ngapain sih?" nada bicaraku sudah meninggi, kesal.
aku sempat mendengar Arya mendengus, "Kan tadi aku udah bilang, lagi maen games! kenapa?"
"kok kenapa? ym aku kenapa gak dibales-bales?"
Arya diam, sepertinya dia enggan menjawab pertanyaanku yang itu-itu saja.
"kamu kenapa sih? kenapa main games? bangun-bangun malah main games, bukannya mandi atau ngapain kek!" sifat jelekku yang Arya benci keluar, Arya benci sekali kalau aku mulai menyuruh-nyuruhnya apalagi dengan paksaan. Arya langsung menutup teleponnya, disconnect.
emosiku memuncak, kesel banget.

Arya dan aku tuh, beda umur hanya setahun. 2 tahun lalu Arya sempat bekerja, lalu dia berhenti bekerja dan memutuskan untuk melanjutkan kuliah lagi, ooh sorry salah, dia memutuskan untuk mengulang kuliahnya dari semester awal karena pindah kampus dan ganti jurusan. dia sengaja ambil kelas sore, dengan alasan biar bisa nyari kerja yang fleksibel. jadi niatnya adalah, dia bekerja pagi dan sore kuliah. Tapi sampai setahun kuliah inipun, Arya belum juga berniat mengirimkan surat lamaran ke perusahaan manapun. Janjinya palsu. Aku sempat khawatir dengan ini, yah call me materialistic but I'm realistic! semenjak Arya berhenti bekerja, hidupnya dia tergantung pada ibunya. jajan, bensin, makan, semua minta sama ibunya, which is akupun nggak tega kalau setiap ngedate minta sama ibunya. Okay, nggak setiap date-an kita selalu dia yang bayarin, kadang kita bayar masing-masing atau terkadang semua aku yang bayar. Tapi kan aku cewek, aku pacarnya, aku pengen dimanja, pengen dibeliin hadiah-hadiah lucu. (Ok, kali ini keliatan kalau aku memang Realistic)  Jadi, belakangan ini kita jarang sekali ngedate, walaupun setiap hari dapat dipastikan ketemu. Arya selalu menyempatkan dirinya menjemputku ke kampus setelah dia pulang kulaih, aku juga ambil kuliah malam tapi beda kampus dengan Arya. Tapi setelah itu hanya mengantarkan aku pulang saja, kadang ngobrol sebentar di teras rumahku atau bahkan Arya hanya nge-drop sampai depan rumah kalau dia lagi banyak tugas kuliah.
Jadi memang, belakangan ini hubungan ku agak kurang baik dengan Arya.

Sari_xo: kenapa ditutup teleponnya?
Arya911: abis kamu bawel!
Sari_xo: ooh jadi lo ngatain gue bawel? yah gimana gue nggak bawel! Gue udah di kantor dari pagi, kerjaan gue numpuk, walaupun sakit perut melilit gue paksain kerja. Gue nyari uang! Elo, disuruh mandi doang apa susahnya sih?
Arya911: kenapa lo jadi marah-marah gini sih? nanti aja mandinya sebelum ke kampus, sekalian. kalau mandi sekarang nggak seger lagi nanti.

Aku ini keras kepala, aku ini orang yang setiap kemauannya harus selalu dituruti kalau nggak aku bisa marah.

Sari_xo: yaudah sih mandi dulu aja. nanti mau berangkat bisa kan mandi lagi?
Arya911 sign out

kebiasaan Arya selalu memutuskan jalur komunikasi kalau aku mulai emosi. kepalaku semakin mumet, perut ini semakin melilit. Aku telepon lagi Arya, kali ini bukan nada nggak diangkat, tapi langsung dia reject.

akhirnya satu sms yang selalu aku sesalin sampai sekarang terkirim, ~Kalau km ga mandi jg, mendingan kita PUTUS!~
damn, how stupid am I? cuman gara-gara mandi aku mau putusin pacar aku yang sabarnya nggak ketulungan ini, yang selalu nyempetin meluk aku kalau aku lagi sedih, yang selalu ngebeliin aku DVD CSI series. Tapi yah itulah.. kalau cewek udah emosi karena PMS dan kebanyakan tekanan, dia suka nggak mikir panjang.
 dan balasan dia yang bikin aku nggak bisa lupa sampai sekarang, ~ok, kita PUTUS! jangan hubungin aku lagi mulai skrg.~
***

pagi itu, aku sengaja bolos kantor dan datang ke rumahnya bawa lontong padang kesukaannya untuk sarapan. Rumahnya kosong seperti biasa. Ibunya sudah berangkat kerja. Aku terus-terusan menekan bel rumahnya, aku telepon HP-nya gak aktif. tapi aku tau, dia ada di rumah. dia masih tidur, korden kamarnya masih tertutup rapat.

*ceklek*
pintu depannya terbuka,
"mau ngapain?" tanyanya dengan muka kesal, karena dibangunin paksa.
aku pasang senyumku paling manis, "bawain ini buat kamu sarapan! sarapan bareng yuk?!" ucapku sambil menyodorkan lontong padang yang aku bawa.
aku disuruh masuk. Lontong Padangnya dia letakkan begitu saja di meja makan, dia masuk ke kamarnya lagi. tidur lagi.

"Ya.. maafin aku yah.." ujarku tulus.
Arya tidur memunggungiku yang tengah duduk di kasurnya sambil memeluk gulingnya, ia hanya menjawab "hhhmmm"
"Ya... bangun dong!" perintahku sambil mengguncang-guncang tubuhnya. "kamu maafin aku kan?"
Arya tiba-tiba berbalik, duduk, dengan muka marah dia menatap mataku. Tatapan yang selalu buat aku takut, "gue maafin lo! Udah! jangan ganggu gue lagi!"
#DEG aku sedih, aku ketakutan. yang bisa aku lakukan hanya menangis di sofa, di pojok kamarnya.
Aku menangis seharian disitu, Arya tak mempedulikan aku. sampai siang dia bangun tidur, ngerjain tugasnya, mandi, makan aku hanya melihatnya beraktifitas sambil menangis, ia tetap tidak memperdulikan aku. Aku seperti kasat mata. Aku juga nggak berani ngomong sama dia, aku hanya bisa diam dan menangis, bahkan rasa lapar dan haus ini tak ku hiraukan. sampai akhirnya jam 4 sore Arya mau berangkat kuliah, dia mengambil kursi dan duduk di depanku.

"Capek?" dia bertanya dengan nada halus, sambil menyodorkan segelas air putih.
Aku hanya bisa mengangguk.
"Pulang yuk! aku mau kuliah, sekalian aku anter kamu pulang. atau kamu mau langsung kuliah juga?" tanyanya.
aku menggeleng.
"Yaudah kita pulang yah, Sar.."
Aku menggeleng lagi. "Kita baik-baik aja kan?"
Arya tersenyum, "Setelah aku anterin pulang, kita baik-baik aja kok. kamu gak usah khawatirin aku lagi."
Aku tau banget nih maksudnya Arya, nggak bisa berkata apa-apa, aku langsung menangis lagi.
Muka Arya berubah marah lagi, dia berdiri di depanku, lalu menarik tanganku.
"Aku gak mau pulang!!!" Teriakku di telinganya


- (oleh @_citz - http://sisepatumerah.tumblr.com)