Tentang 30 Hari Cerita Cinta

21 September 2011

#9 Moonlight Sonata




Setelah berhasil mendapatkan petunjuk dari Dewa Ares mengenai keberadaan bunga Rose yang ternyata bukan di lembah naga, aku pun segera menuju ke bukit tempat Kakek Pemain Suling. Sepanjang perjalanan aku terus menatap Puteri Marry dari bola kristalku, kali ini wajahnya mulai tampak jelas. Puteri Marry sangat cantik, cara ia tersenyum dan sifatnya yang ceria membuatku semakin menggilainya. Semoga dia adalah akhir dari perjalananku nanti.

"Apakah perjalanan kita masih jauh, Fantasy?"
"Tidak lama lagi kita sampai, Tuan"
"Kira-kira siapa ya Kakek Pemain Suling itu? Semoga dia bukan jelmaan dewa"
"Ya, semoga saja dia benar-benar manusia biasa, Tuan"

Tak lama setelah melewati beberapa gunung, aku melihat ada sebuah bukit yang sangat indah dan penuh dengan pepohonan yang hijau. Hawa di bukit itu terasa sangat sejuk, anginnya yang berembus serta cahaya matahari yang menyinarinya membuat tempat ini memang layak menjadi tempat tumbuhnya bunga tercantik itu.

"Inikah tempat kakek pemain suling itu?"
"Ya, tuan.. Inilah tempatnya"

Perlahan-lahan Fantasy membawaku turun ke arah bukit hijau itu, aku benar-benar menikmati setiap embusan udara yang membelai wajahku. Aku sempat berpikir apakah surga itu seperti ini? Karena di sini benar-benar sangat indah dan nyaman. Akhirnya aku dan Fantasy mendarat di bukit itu.

"Tempat ini sangat indah, Fantasy"
"Ya, Tuan.. Mirip dengan taman Firdaus milik para dewa"

Aku menatap sekeliling bukit ini, pepohonan tumbuh subur, burung-burungpun bernyanyi dengan sangat riangnya. Tempat ini benar-benar sangat nyaman. Tapi di mana kakek tua itu, kenapa aku tidak melihatnya ada di sekitar bukit ini? Ada dimana dia?

"Apakah kamu melihat Kakek Pemain Suling itu, Fantasy?"
"Tidak, Tuan, tidak ada siapa-siapa di sini"
"Apakah kita berada di tempat yang benar?"
"Ya, Tuan, aku yakin sekali, bukit inilah yang dimaksud Dewa Ares"

Tak lama kemudian, aku melihat seorang laki-laki tua yang berjalan ke arahku dengan langkah yang tertatih dan peluh yang menetes dari wajahnya, sesekali ia menyeka peluh itu dengan tangannya. Apakah dia si Kakek Pemain Suling?

"Fantasy, apakah laki-laki tua itu adalah Kakek Pemain Suling yang dimaksud Dewa Ares?"
"Mungkin saja, Tuan.. kenapa tidak kau hampiri saja dia"
"Hmm.. baiklah."

Aku segera berlari menghampiri laki-laki tua itu.

"Selamat pagi, Tuan." Aku menyapa laki-laki tua itu
"Selamat pagi, Anak Muda.. Apakah ada yang bisa aku bantu?"
"Ya, Tuan.. Aku sedang mencari kakek pemain suling"
"Untuk apa?"
"Aku sedang mencari bunga tercantik di dunia ini, menurut Dewa Ares yang ku temui di lembah naga.. kakek tua pemain suling itu bisa memberiku petunjuk."

Laki-laki tua itu terdiam beberapa saat, dia memandangku dengan wajah yang sangat serius.

"Baiklah, ikuti aku Anak Muda." Ajak kakek itu
"Ke mana?"
"Sudah ikuti saja aku jika kau ingin mendapatkan bunga itu"
"Apakah kamu adalah Kakek Pemain Suling itu?"

Laki-laki tua itu tidak menjawab, dia terus berjalan ke suatu tempat yang ada di bukit ini. Ke manakah dia akan membawaku? Apakah ke tempat bunga Rose itu berada? Semoga saja.

*

"Kita sudah sampai, Anak Muda." Kata laki-laki tua itu
"Tempat apa ini?"
"Inilah tempat bunga Rose berada."

Tempat aku berada sekarang jauh lebih indah dari bukit hijau yang tadi, di tempat ini penuh dengan banyak bunga cantik yang berwarna-warni. Dan di salah satu sudutnya aku melihat ada sekuntum bunga yang berwana merah merekah dan terlihat sangat anggun bercahaya, bunga tercantik diantara seluruh bunga yang ada di dunia ini. itukah bunga Rose?

"Apakah itu bunga Rose, Tuan?" Tanyaku
"Ya, Anak Muda.. itulah Rose, bunga yang selama ini kau cari"
"Benar-benar bunga yang sangat indah."
"Rose adalah bunga tercantik yang ada di semesta ini anak muda, bunga ciptaan para dewa."

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, kecantikan bunga itu benar-benar membiusku.

"Anak muda, sebelum kamu mengambil bunga itu.. ijinkanlah aku memainkan sulingku untuk istriku"
"Memang dimana istrimu, Tuan?"
"Dia terkubur tepat di bawah bunga Rose itu.. dulu aku sama sepertimu, seorang ksatria yang berjuang demi cinta dan akhirnya aku berhasil mendapatkan bunga Rose itu untuk kupersembahkan kepada wanita yang paling aku cintai di jagat raya ini"
"Jadi, dulu kau pun melawan naga?"
"Ya, sama sepertimu.. Aku juga bertemu Dewi Flora dan Dewa Ares"

Ternyata laki-laki tua ini adalah si Kakek Pemain Suling yang dimaksud oleh Dewa Ares dan siapa yang sangka jika dulu dia juga adalah seorang ksatria, sama seperti aku.

"Boleh aku bertanya sesuatu, Tuan?" Tanyaku
"Ya, silahkan saja."
"Kenapa kamu memainkan suling untuk istrimu? Dan sudah berapa lama istrimu meninggal?"

Kakek itu terdiam sesaat, matanya memandang ke arah makam istrinya.

"Sudah 60 tahun yang lalu istriku meninggal."
"Dan selama itu kau terus memainkan suling untuknya?"
"Ya, aku berjanji padanya jika setiap pagi, saat dia terbangun.. aku akan memainkan lagu yang ia sukai dengan sulingku ini, selamanya."
"Jadi kau melakukan ini setiap hari?"
"Begitulah, aku tinggal di bawah bukit ini.. Setiap hari, pagi-pagi sekali, aku akan datang ke tempat ini dan memainkan suling untuk istriku"
"Sampai kapan kamu akan melakukannya?"
"Seperti janjiku, selamanya.. Sampai Tuhan mencabut nyawaku"
"Baiklah tuan, aku tidak akan bertanya lagi.. Silakan mainkan sulingmu"

Maka kakek itu segera duduk di depan makam istrinya dan memainkan sulingnya. nada-nada yang mengalun dari tiupan sulingnya benar-benar indah dan membuatku bisa merasakan betapa kakek itu sangat mencintai istrinya. Bahkan alunan nada-nada itu seolah membawaku ke masa lalu, semua kenangan yang ada di diri kakek tampak jelas di mataku, hingga tanpa sadar aku menitikkan air mata.

Aku bisa melihat perjuangan kakek itu ketika masih muda, ketika ia mati-matian melawan naga dan hingga akhirnya mendapatkan bunga Rose itu. Aku juga bisa melihat sosok istrinya, ternyata istri kakek itu meninggal tidak lama setelah mereka menikah. Sebelum menikah,  istrinya mengidap suatu penyakit berbahaya yang tidak mungkin bisa disembuhkan tapi kakek tetap menikahinya, karena ia yakin jika wanita itu adalah wanita yang paling dia cintai di dunia ini. Sepanjang sisa umurnya si kakek benar-benar merawat istrinya sepenuh hati.. Setiap pagi ia menyiapkan sup untuk sarapan istrinya dan ia memainkan suling untuk menghibur istrinya. Sampai pada suatu pagi, kakek menemukan istrinya sudah tidak membuka matanya lagi dan ia tetap memegang janjinya hingga saat ini.

*

"Anak Muda, silakan jika kamu ingin mengambil bunga itu.. itu adalah hadiah bagi seorang pejuang cinta" Tiba-tiba kakek itu menyadarkanku dari lamunan.

Dalam hati aku berpikir, pantaskah jika aku mengambil bunga itu? Aku rasa perjuanganku belum ada apa-apanya dibandingkan dengan perjuangan kakek ini, semua perjuanganku adalah berkat bantuan dari banyak orang, aku rasa ini belum saatnya bagiku.

"Biarlah bunga Rose itu tetap di sini, Tuan"
"Kenapa anak muda? Kamu berhak memilikinya"
"Belum saatnya bagiku, aku belum bisa membuktikan diriku sebagai pejuang cinta sejati.. Biarlah bunga ini tetap tumbuh di tempat ini sebagai bukti cinta abadi dari seorang ksatria pemberani sepertimu, Tuan."

Kakek itu menatapku, kemudian dia menangis dan memelukku.

"Terima kasih, Anak Muda.. ketulusanmu membuktikan jika kamu adalah pejuang cinta sejati"

Aku terdiam. Entahlah, aku merasa aku belum pantas memiliki bunga itu. Maafkan aku puteri Marry, aku akan datang padamu dengan tangan hampa.. Semoga kamu mau menerimaku.

Tanpa terasa hari sudah malam, aku pun mengantarkan kakek itu kembali ke rumahnya di bawah bukit, agar ia bisa beristirahat dan kembali esok pagi untuk memenuhi janji pada istrinya.

"Baiklah, Tuan, aku permisi dulu.. Aku akan menemui Puteri Marry untuk menyatakan perasaanku."
"Tunggu dulu anak muda, aku punya sesuatu untuk membalas ketulusanmu"

Kakek itu mengeluarkan sebuah kotak musik kecil dari dalam tasnya.

"Apa ini, Tuan?"
"Itu adalah Moonlight Sonata sebuah kotak musik pengantar rindu, dia akan mengirimkan rindumu pada orang yang kamu cintai."
"Benarkah?"
"Ya, itu adalah hadiah para dewa atas kesetiaanku pada istriku.. Tapi aku rasa kamu lebih memerlukannya saat ini, Anak Muda."
"Terima kasih, Tuan."
"Semoga kamu bisa menemukan cinta sejatimu, percayalah pada hatimu."
"Baik, Tuan, akan aku ingat kata-katamu itu."

Aku pun kemudian pergi menuju ke tempat Puteri Marry, semoga dia benar-benar tujuan akhir hidupku dan semoga dia memiliki teropong ajaib yang selama ini kucari, sebuah teropong yang bernama CINTA.


By night, Love, tie your heart to mine, and the two 
together in their sleep will defeat the darkness 
- Pablo Neruda-



~ (oleh @wira_panda)

Elegi Purnama #9

Ah tidak tidak, pasti bukan Rengga yang itu. Bantahku sendirian. Ada begitu banyak nama Rengga di Jakarta.


Hari ini, harus berjalan seperti biasa. Bekerja, sedikit menulis untuk merampungkan novel dan menganggap seolah kemarin adalah cuma kemarin. Dan akan berhenti di kemarin. Aku meyakinkan diri sendiri dan memulai perjalanan menuju kantor.


Dari semua yang dekat denganku, nyaris menggunakan separuh hati. Jadi ketika ia pergi, separuh hati akan hilang dan aku sibuk sendirian menumbuhkan hati agar kembali utuh. Sulit memang menjadi perempuan yang, ah baiklah..mungkin terlalu menggunakan hati. Jika karir dan kondisi keuangan sudah berkolaborasi dengan baik. Permasalahan lajang ibukota akan berpaket dengan jodoh. Usiaku memang baru 26 tahun. Tapi hubungan dengan lawan jenis tak bisa bertahan lama hingga tahunan seperti dengan Racko dulu. Selama empat tahun, sepanjang menjalankan studi di Padang. Pria hitam manis asal Lombok yang kini sudah menikah dengan wanita asli Padang. Yang diam-diam masih memberi kabar, telepon hingga tengah malam untuk sekedar bertanya : "dengan siapa kamu sekarang, kapan menikah?". Ah Racko, andai bisa kujawab dengan jawaban paling mustahil yaitu ; bulan depan jika kamu selesai bercerai dengan istrimu ; sekalipun mungkin Tuhan tak akan izinkan mulutku untuk sekedar mengucapnya. Aku bahagia dengan kebahagiaannya, meski yang terdengar di telingaku bahwa Racko sering memukul istrinya yang ketahuan selingkuh. Yang pernah menampar mulut perempuan yang dipilihnya sampai berdarah. Toh waktu tak akan bisa diputar balik, ia terlanjur memilih dan ibunya pun tak pernah suka. Lepas dari Racko, Hendra kemudian Herry. Semua membekas luka dan aku mencicipi menjadi gadis yang menjalin cinta dengan banyak laki-laki. Hanya mencicipi, setelah itu pergi berlalu dengan menorehkan luka juga di hati mereka. Tak sengaja. Bukankah rasanya juga sama ketika aku pernah terluka kan? Mungkin begitu kira-kira.


"Run, pulang kantor kita hang out sama anak-anak, ikut gak lo?" Agnes menepuk bahuku.
" Siapa aja, kemana?".
"Ada Abi, Lulu, Risya trus anak-anak KYC AML".
"Ah dasar, bilang aja lo mau pacaran tapi minta ditemenin. Moduuus".
"Sial lo. Abis gw malu, Abi cute banget tau Run. Geregetan gw, tapi malu".
"Cute? Biasa aja kayanya".
"Cute tau!" Jawabnya sengit.
Aku tersenyum, mengingat Abi pernah berterus terang menyukaiku beberapa bulan lalu. Dan Agnes sahabatku. Tak mungkin. Kuputus rantai suka begitu saja dan sampai kini tak ada penjelasan.


***


Selasa malam, sebuah kafe di bilangan mal Jakarta Selatan ramai oleh gelak tawa, kepulan asap rokok dan beberapa botol bir yang sedikit lagi habis. Tiba-tiba aku bosan.
Dari kejauhan, aku kembali melihat sosok seperti di Lido kemarin. Berjalan dengan dua orang pria berkemeja dan satunya lagi berjaket kulit hitam. De javu.




~ oleh @IedaTeddy

Chemistry: 7

The Butterfly Effect part 3


A D R I A N


Oke, ini benar-benar sulit. Bayangkan, hanya untuk berkenalan saja aku butuh waktu berminggu-minggu. Aku seperti tak diberikan kesempatan apapun bahkan untuk menyebutkan namanya. Buatku yang kesulitan mendekati mahluk yang namanya perempuan, dia membuatku semakin sulit untuk mendekatinya.
Kalau aku memperhatikannya, dia seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang dia tersenyum ramah, di satu waktu dia terlihat judes dan tidak peduli sekitar. Atau bisa jadi orang yang humble lalu, di lain waktu dia benar-benar nampak arogan.
"Halo". Dia menyapaku. Tanpa tendensi apapun. Tersenyum ramah. Dan balasanku cuma senyum kaku. Semenjak itu, aku tahu bahwa perempuan ini memang ramah. Dia menyapaku dengan baiknya meski aku yakin bahwa dia tak tahu aku.
Hingga suatu hari, kami berkenalan secara resmi.
"Pada single kan?? Ayo kenalan dulu dong." Begitu para engineer senior yang mengenalkanku dengannya di satu Minggu siang.
Diulurkannya tangannya yang putih bersih. Sambil tersenyum dia berkata lirih, "Leah.". Dan aku berucap, "Adrian". Lalu, dia tersenyum lebar. Cantik. Tapi, hanya sesaat, karena dalam beberapa menit, dia terpaku pada blackberry nya.


L E A H


Minggu pag, jadwalku bersepeda pagi ke tengah kota. Aku tak tahu bagaimana ceritanya aku bisa end-up ngobrol tentang apapun dengan seseorang yang baru saja aku kenal. Lebih tepatnya dikenalkan.
Posisinya sekarang adalah aku duduk bersebelahan dengan engineer ini. Bercengkrama tentang apapun. Buatku, ini aneh. Sangat aneh. Aku jadi Leah yang lain hari ini. Aku harus segera bangun.
Kuseret kakiku pergi. Kulihat sebersit kecewa di matanya. Dia baik. Tapi entahlah, dia bukan tipeku atau hanya ketakutanku saja didekati lelaki macam dia. Ah, aku terlalu besar kepala. Pria baik dan aman macam dia tak mungkin mau padaku.
Aku kan tipe perempuan yang biasa menjalin hubungan dengan para pria tak aman. Adrian? Sangatt aman!




~ (oleh @WangiMS)

Takkan Terganti



Sore ini jadwal kursusku, aku akan bertemu dengan Galang untuk pertama kalinya sejak keputusanku mengakhiri hubungan kami. Aku harus kuat kalau ketemu Galang nanti, aku yang ambil keputusan itu, aku yang mengakhir semuanya.
Aku sengaja mengambil tempat duduk di pojokkan kelas, aku lihat Galang masuk ke kelas dan dia tidak menyadari kalau aku duduk di belakang. Dari belakang aku melihat Galang, ada rasa kangen yang merasuk hatiku ini, sedih dan ingin rasanya aku menangis. Tetapi aku terus melawan rasa itu, aku harus kuat.
Sampai waktu istirahat, Galang baru sadar baru aku duduk di belakangnya, tidak satu kata keluar dari mulutnya, dia hanya senyum. Senyum manis yang kembali membuat rasa sakit dihatiku. Tidak ada komunikasi lagi diantara kami, kemaren, hari ini dan esok sepertinya.
***
Sudah dua minggu sejak hubungan kami berakhir, tetap tidak ada komunikasi yang terjadi diantara kami. Kalau ditanya aku kangen atau tidak, jelas aku kangen tapi tampaknya aku terlalu gengsi untuk menghubungi Galang lebih dahulu, tampaknya Galang juga melakukan hal yang sama.
Kami masih rutin bertemu di tempat kursus walaupun tetap saling diam. Sebenarnya tidak nyaman harus seperti keadaannya, pindah hari dan jam kursus sebenarnya bisa menjadi solusi untuk keadaan ini tapi lagi-lagi aku dan Galang tetap bertahan untuk tidak ada yang pindah. Tampaknya kami sedang saling menyakiti dalam diam ini.
***
Menyibukkan diri, hanya itu caraku untuk melupakan Galang dan menjaga hatiku untuk tidka terus teringat-ingat Galang. Cukup bagiku bertemu Galang seminggu dua kali, cukup menyakitkan dan cukup memperlambat proses penyembuhan hati ini.
Rio teman sekolahku yang baik dan selalu mengantarku semakin hari semakin dekat, di sekolah Rio yang menemani aku ke kantin, mengingatkan aku minum obat saat sakit. Tapi semua yang Rio lakukan belum bisa membuat aku bisa melupakan Galang. Rio sempat mengutarakan isi hatinya, tapi tidak adil bagi Rio jika aku menjawab perasaannya tapi aku masih memikirkan Galang.
Galang…Galang..Galang, kenapa engkau masih terus ada dibenak aku. Aku mau melanjutkan hidup tanpa baying-bayang kamu, aku harus membuka hati lagi untuk yang lain. Semoga waktu membuatku bisa melakukan itu semua.
To Be Continue

Meski waktu datang
Dan berlalu sampai kau tiada bertahan
Semua Takkan mampu mengubahku
Hanyalah kau  yang ada direlungku
(Takkan Terganti- Kahitna)



~ (oleh @nongdamay)

Tubuh, Ruh, Jiwa

"You don't fear dead, yet sometimes you wish for it"

Sebuah line yang nempel banget pada saat aku menonton ulang The Last Samurai.



"Menurutmu setelah orang mati, mereka pergi kemana?"

"Gak kemana-mana, the light just went dead. We're dead."

I don't think so, that's not what I believe. Berdekatan denganmu memang membuat logikaku mengeras, walau kau juga suka complain, "habis kamu kalau di tempat umum suka peluk-peluk sih," dasar ge-er! Siapa juga yang begitu. Yah, mungkin iya, kadang-kadang. Itu karna kita jarang ketemu, dan seperti yang sudah kubilang, aku bukan pembohong yang baik. Seneng ya seneng, sebel ya sebel.

Balik ke soal hidup dan mati.

Yang membuat orang bertahan hidup, di kehidupan yang sudah ditakdirkan untuk menderita (begitu kata filsuf yang terkenal); adalah tujuan hidup.


Tiap hari orang hidup dengan lembaran baru.
Seperti bunga, kita manusia bermekaran tiap pagi.


Kita berubah, tapi rata-rata tetap mempunyai tujuan yang sama-satu sepanjang hidupnya. Begitulah sebagian besar manusia. Ada yang untuk diri sendiri, untuk orang tua, untuk anak, untuk saudara, untuk kekasih, untuk Tuhan. Hey, jangan tertawa, aku bukan lagi-lagi mau membahas Tuhan disini. Aku mau bicara tentang tujuan hidup.


"Kapan mau nikah?"

"Nanti, umur 26 ini sudah harus lulus S2, umur 27 sudah harus nikah, punya pasangan dengan pendapatan sekian, punya anak langsung, terus...."

"Sama siapa nikahnya? Kan tahun depan tuh."

"Siapa aja, gampanglah..yang penting slip gajinya pas kriteria."

[percakapan dua orang teman kuliahku]


Oke, that's weird. Terdengar seperti mencomot siapa saja yang dapat berperan sebagai pasangan hidup dalam pernikahan. Dalam filmnya, dia jadi bintang utama. Plot sudah diatur sedemikian rupa. Yang lain harus ngikut, gak ada pilihan lain. Is that good? I don't know, I'm not there to judge, or even here to say that.

Aku tahu beberapa orang dalam hidup mempunyai tujuan yang berbeda. Ada yang ingin sukses secara materi (independen), ada yang ingin nebeng hidup enak (cari pasangan kaya), ada yang ingin hidup bebas dan travelling kemana-mana, ada yang ingin karirnya sukses di perusahaan international, ah banyaklah. Semua berbeda-beda.

Tapi aku, yang semakin hari semakin bingung ini, sangat terbata-bata menjawab pada saat seseorang bertanya, "Apa sih tujuan hidup dalam artian yang paling penting dalam hidup loe?"

Semua yang kudapatkan, semua yang kukenal..
semua kesibukanku, dari A sampai Z.
I say thanks to God, yet....


Aku lapar, dan aku hanya ingin makan....

Manusia terdiri dari tubuh, ruh dan jiwa.

Tubuh lapar, kita pergi mencari makan. Begitu juga dengan haus, kita menuntaskan dahaga dengan minum.

Ruh, ah...yang satu ini hebat. Bagi mereka yang spesial, ruh bisa kemana-mana. Meninggalkan badan, dengan tali perak masih tetap bisa kembali ke badan setelah pergi berpetualang.Ruh tidak butuh makanan. Ruh abadi, karna Dia yang meniupkannya.

Dan jiwa. Kita tertawa untuk makanan jiwa. Kita berdoa untuk makanan jiwa. Kita bercinta untuk makanan jiwa.
Tapi kenapa, aku masih belum bisa memuaskan jiwaku, dengan hanya tertawa saja? Belum bisa menenangkan jiwaku dengan berdoa saja?


Aku butuh kamu,
pikiranku rindu bercinta denganmu.



~ (oleh @mistybusy)

Sesuatu yang Hilang

Aldo meneleponku dari Surabaya. Aku juga baru tahu. Dia sudah lima hari di sana. Kupikir masih di Makassar. Something's wrong. Kenapa Aldo berubah? Dia hanya berkata dengan nada terburu-buru, "Sayang, aku lagi ada di Surabaya. Baaru lima hari sih. Mungkin pulang ke Jakartanya lusa, ya? Dah, Sayang."

Begitu saja. Kuhempaskan tubuhku ke sofa di gerai donat favoritku ini. Segelas Iced Green Tea lumayanlah menenangkan hatiku yang tak karuan. Ponselku berbunyi. "Iya, Haris. Ada apa? Oh bisa, kok. Ke sini aja. Masih dua jam lagi menuju sore kok. Aku udah kelar rapat. Oke, di tempat biasa. Bye."

Haris datang sambil menenteng ransel bututnya. Dengan jaket lusuh dan rambut gondrongnya, mengingatkanku pada seseorang. Siapa ya? "Hai, Tania!" sapanya hangat dan langsung duduk di hadapanku.
"Hai, Ris! Macet ya?"
"Sempet kejebak tadi di Radio Dalam. Tapi motorku selalu bisa menembusnya dong! Hm, pesen kopi dulu ah!" Haris berdiri lagi dan berjalan menuju kasir. Tak lama ia kembali lagi.

"Jadi, apa ceritamu sore ini, Ris?" tanyaku setelah selesai mengunyah donat stroberiku.
"Aku butuh bantuanmu. Kamu pasti tahu maksudku," ujarnya salah tingkah.
Aku mendesah berat. "Kasusmu belum selesai?"
"Belum. Pengacara yang katanya pengalaman itu tak bisa memberi kepuasan dalam melacak kasusku. Aku mulai kehabisan dana. Aku minta kamu mencarikanku pengacara pengganti."
"Aku paham. Nanti kucoba hubungi Ryan. Kamu tahu dia kan?"
"Oh, yang barusan memenangkan kasus pemerkosaan itu ya? Gila banget tuh orang. Bisa aja gitu nemu celah sempit yang sepertinya mustahil untuk mengunci lawan. Keren! Kamu kenal dia di mana?" mata Haris berbinar.
"Dia teman kecilku. Teman bermain sejak sama-sama masih suka ngompol! Ahahaha... Jadi aku udah tau bagaimana dia. Cerdas luar biasa. Aku aja masih terkagum-kagum sampai sekarang. Nah, selain itu, ada lagi yang mau kauceritakan?"

Haris tetiba terdiam. "Aku kangen Angel."
Aku menggigit bibir dan meraih tangan Haris. "Aku juga."
"Tapi kamu tau kan kalau aku..."
"Sangat mencintainya?"
"Begitulah. Meski ya memang tak akan pernah bisa terwujud. Bukan karena dia sudah tak ada, tapi..."
"Aku mengerti perasaanmu. Tapi itu bukan berarti menghalalkanmu berbuat yang di luar batas, Ris. Aku tak bisa memaafkan kelakuanmu itu."
"Maaf. Aku benar-benar emosi dan kalut. Siapa sih yang gak kecewa gadis pilihan hati yang sangat dicintai memilih pria lain untuk menikah?"
Dengan cara mabuk, ngeganja, had three days non stop party for sex with lot of girls , dan judi? Hello, Haris!" aku melotot. Setengah berbisik kudekatkan wajahku padanya, "Dan inget dong kamu nyaris ngebunuh orang. Plis deh, Ris!"
"I know. Tapi rasanya msih berat. Apalagi mengetahui paling akhir ketika dia meninggal."

Kami berdua terdiam cukup lama. Tenggelam dalam kenangan masing-masing. Aku masih ingat bagaimana dulu Haris mendonorkan darahnya untuk Angel ketika tengah malam gadis itu drop. Padahal Haris sedang berada di Cirebon.

Aku juga masih ingat ketika Haris membopong Angel yang pingsan ketika acara arisan komunitas fotografer diadakan di Puncak Pass. Angel yang tak tahan udara dingin memaksakan diri hadir karena mengetahui Joshua akan datang. Nyatanya Joshua tak pernah datang...

Angel merupakan gadis yang mampu membuat Haris berubah. Meski hanya sementara. Ketika kepergian Angel yang mendadak membuat hancur dunianya, Haris menyalahkan dirinya sendiri karena tak berani berterus terang pada Angel dan merasa menjadi seorang pengecut.

"Tania..." panggilnya memecah lamunanku.
"Ya?"
"Kemarin aku ke makam Angel. Aku bersumpah di sana. Aku akan berubah. Demi diriku sendiri. Demi cintaku. Setelah kasus ini selesai, aku akan menetap di Sleman. Jogja lebih cocok untukku."
"God bless you, Ris. Aku berdoa yang terbaik untukmu. Jika itu bisa membuatmu lebih nyaman dan tenang, go ahead."
"Terima kasih, Tania. Sorry ya aku gak bisa lama-lama. Dari sini masih harus ke Tebet. Aku tunggu kabar darimu soal pengacara itu ya?"
"Oke, Ris. Hati-hati di jalan. Gak usah ngelamun. Nanti kukabarin lagi kalau aku berhasil menghubungi Ryan."
"Bye, Tania," Haris mencium pipi kanan kiriku.
"Bye, Haris," balasku.

Aku menatap punggung Haris yang menjauh. Hm, kita memang tak pernah tahu bagaimana cinta bisa membuat kita jatuh dan merasa sakit. Sama seperti rasa aneh dan menyebalkan yang kurasa saat ini pada Aldo. Duh!


-----

Special: Bhaga, yang selalu penuh semangat untuk berbagi :)




~ (oleh @andiana)