Tentang 30 Hari Cerita Cinta

Showing posts with label APA YANG TERJADI. Show all posts
Showing posts with label APA YANG TERJADI. Show all posts

22 September 2011

BELLA DAN MORIS

Mencoba meresapi perasaan Bella saat ini.
Cinta seperti apa yang dimiliki Bella untuk Moris.
...

Plak!

"Bel, come on! I love you so much. Please leave him."
Itu adalah suara tamparan tanganku yang mendarat di pipi Bella disertai kata-kata terakhirku kepada Bella sebelum dia berlari kencang dengan derai air mata.
Ya, kami bertengkar hebat.
Sebagai sahabat aku peduli akan hidupnya. Aku benci keadaan ini. Aku sudah bersabar terlalu lama, namun Bella tidak juga memberi keputusan.
"This is my life Yol! Just go away! Leave me alone!"
"Iya, gw tau Bel..tapi lo ngga bisa egois begini. Lihat mami lo, udah stress Bel mikirin anak perempuan dia satu-satunya pacaran sama orang yang ngga akan mungkin dinikahi. Lo egois Bel!"
"Jangan bawa-bawa mami Yol!"
Bella mulai mempercepat langkahnya untuk menghindari aku.

"Tapi ini kenyataan!"
"Gw ngga bisa tinggalin Moris, Yol..."
Suara Bella melemah, ia merapatkan badannya ke tembok, seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Putuskan hubungan lo sama Moris!"
Aku membentak dengan keras.

"Hei! Stop! Jangan urus hidup gw! "
"Gw peduli dengan hidup lo! Putusin Moris sekarang!"
"Nggaaak!"
Kali ini Bella berteriak dengan kencang.
Mata kami beradu. Ada amarah kutemukan di kedua bola matanya.

"Lo urus hidup lo sendiri! Lo cari cowo buat diri lo sendiri! Lo iri kan sama gw? Kenapa? Lo kalah cantik sama gw?"
Kata-kata Bella yang begitu sinis membuat emosi ku tak tertahankan lagi. Darahku seperti mendidih hingga terjadilah peristiwa tamparan itu.
Bella, maafkan aku.
___

Aku bertemu Bella dan Moris di kampus. Kala itu kami sama-sama anak baru.
Bella datang dari Kalimantan, sama seperti aku, anak daerah. Sedangkan Moris asli anak Jakarta.
Lucu sekali kalau mengingat bagaimana kami berkenalan.

Saat itu kuis mata kuliah sejarah. Sudah 1 jam berlalu dan tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
"Selamat pagi pak. Maaf telat ya pak."
Hmm..siapa anak ini ya? Pikirku..
"Kamu siapa? Kelas ini lagi tes!"
Suara pak Anwar terdengar keras sekali di ruangan.
"Moris pak.." Jawab laki-laki ini santai.
"Ada apa?"
"Mau ujian pak."
"Kamu mau ujian? Ini tinggal 30 menit lagi."
Aku semakin penasaran.. Siapa sih dia ini.. Kalau aku perhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki, bajunya kusut dan sepertinya dia belum mandi..
"Beres pak.. Boleh masuk ngga nih? Saya anak kelas C, cuma saya ogah ikut ujian nanti jam 4. Ikut sekarang aja ya pak?"
Dengan gaya cuek dia seolah menantang pak Anwar.
"Kamu itu macam berandalan! Ok, saya cuma kasih kamu waktu secukupnya, tidak akan ada waktu tambahan! Ingat itu! Cepat masuk!"
"Beres pak.." Jawabnya enteng.
Dia pun segera mencari kursi kosong untuk duduk, dan dia memilih kursi kosong yang ada di antara aku dan Bella saat itu.
"Misi, gw duduk sini ya"
Sebelum kami menjawab, dia langsung duduk, mengeluarkan alat tulis dan mulai mengisi jawaban dari tes Sejarah dari pak Anwar.
Sungguh aneh anak ini.
Walaupun tampangnya kusut dengan baju yang berantakan, tapi bisa dikatakan dia cukup wangi. Tercium aroma parfum di hidungku. Memang sepertinya sudah agak lama disemprotkan, tp wanginya masih tercium samar-samar.
Dia ini juga penuh konsentrasi dalam menjawab lembar tes. Jawaban mengalir dengan cepat dan sempat membuatku bingung, karena aku sendiri sudah 1 jam lebih berlalu masih mengisi tiga dari lima soal. Tes sejarah ini hampir membuatku gila pikirku.

"Oke, 15 menit lagi!"
Suara pak Anwar mengagetkanku.

Apa? 15 menit lagi? Mati aku! Tanpa sadar aku menepuk jidatku sambil mulai berpikir keras.
Tiba-tiba..

"Nih..aku udah, tulis cepet!"
Suara kecil samar-samar itu membuatku mengeryitkan dahi.
Laki-laki ini, dia memberikan aku contekan! Sungguh dilema, tapi apa boleh buat, masih ada dua soal belum terjawab..
Dengan cepat aku mengangguk dan tersenyum sambil mencotek habis isi jawaban dua nomor soal terakhir.

Ya Tuhan..maafin aku ya.. Aku mencontek.
Aku berkata dalam hati.

Di saat aku sedang dengan kecepatan tinggi mencontek, tiba-tiba terdengar kembali suara setengah berbisik..
"Udah, tulis aja.. Nanti nilaimu jelek loh.."
Aku mengangkat kepalaku dan menoleh ke samping kiri. Ya ampun..dia menawarkan contekan pada mahasiswi lain juga!

___

"Aku Yolanda, bisa dipanggil Yola."
"Bella."
"Gw Moris,"
Kami saling berjabat tangan.
"Terima kasih ya Moris. Aku ngga tau deh, kalau ngga ada contekan tadi bisa gak lulus mata kuliah Sejarah sepertinya." ucapku.
"Ngga apa-apa, santai aja lagi. Gw udah ngulang ketiga kalinya kelas ini. Heran deh, ngga lulus-lulus gw!"
"Hah, sudah tiga kali?" Bella terkaget-kaget.
"Yoi.. Jadinya gw udah hapal sama jawaban kuisnya. Pertanyaan nya itu mulu!"
Kami tertawa sambil melanjutkan perkenalan kami di kantin kampus.
"Jadi Bella dari Kalimantan.. Wah jauh juga ya.. Aku dari Solo..tapi sudah empat bulan terakhir ini di Jakarta, ikut tante."
"Iya Yola.. Bantu aku cari kos-kosan yuk.. Aku masih menginap di hotel sekarang dengan mami.. Kalau bisa sih dalam waktu dekat bisa kos saja.. Mahal juga ya biaya hidup di Jakarta.. Hahaa.."
"Kamu tinggal di rumah tante aku aja, hitung-hitung kos juga, tapi kan bareng aku. Dulu waktu baru tiba di Jakarta aku juga tinggal di rumah tante dengan sahabatku Patty. Sayangnya, Patty harus pergi jauh sekarang karena dapat beasiswa ke Jerman."
"O..begitu.. Boleh juga, jadi kita bisa sama-sama ya berangkat kuliah nya."
"Atau mau di rumah gw aja Bel? Ga ada siapa-siapa kok, cuma gw sama bibik.."
Moris menyambar pembicaraan kami dengan lirikan menggoda ke arah Bella.
"Aduh..kamu ya Moris..baru kenal sudah nakal.." Balas Bella.
"Namanya juga usaha.."
Kami pun kembali hanyut dalam tawa dan begitu cepat akrab.
___

Itu adalah kisah aku, Bella dan Moris sepuluh tahun yang lalu.

Berawal dari sebuah persahabatan hingga akhirnya timbul benih cinta di antara Bella dan Moris.
Mungkin bukan hal besar jika itu hanya sebuah kisah cinta yang terbangun dalam persahabatan.
Cinta Bella dan Moris di mulai saat kami di tingkat dua. Cinta yang terbangun dan terpelihara selama delapan tahun sudah. Sebuah jalinan cinta yang penuh dengan senyuman, tawa, liku-liku, air mata hingga menuju pada kematian.





~ (oleh @kakakPur)

17 September 2011

NIKOLAS #3

Namanya Nikolas.
Mahluk indah pertama yang tertangkap oleh mataku sewaktu masuk di kelas bimbel di tempat tante Ola.
Peserta di kelas bimbel kami hanya berjumlah 20 orang, namun tidak semuanya saling kenal, bahkan saling menyapa pun tidak. Terkadang hanya beberapa orang yang terlihat menyapa atau sekedar meminjam pensil atau penghapus. Tapi hanya sebatas itu, selanjutnya masing-masing dari kami pun tenggelam dalam padatnya jadwal bimbel ini. Maklum, paket belajar yang kami ikuti adalah paket campuran, IPA-IPS, jadi setiap peserta harus memiliki ekstra konsentrasi di kelas.
Awalnya aku pun begitu, sampai tiba-tiba Nikolas mulai mencuri perhatianku.
Rasa penasaranku pada Nikolas sampai-sampai membuatku mencari datanya di buku administrasi. Iseng-iseng aku mencari tahu, dari sekolah mana, kelahiran tahun berapa, sampai Universitas yang menjadi target dia nanti.
"Pat, namanya Nikolas. Tadi aku ngintip di buku absent kelas. Terus...tau ngga? Aku ketemu buku administrasi juga.. Hahaha.. Iseng banget banget ya aku..?"
Sebagai keponakan pastinya aku punya akses lebih untuk bisa membuka data siswa di tempat bimbel ini. Aku tersenyum nakal.
"Hah? Kamu tuh yang bener aja Yol. Sampe liat bukunya admin segala? Tapi ngomong-ngomong dapet data apa aja?" Patty menyeringai lebar.
"Halah, kamu tuh Pat..gayanya...kamu penasaran juga kan? Huu..., bibirku sedikit maju meledek Patty"
"Lha wong cowo pinter dan baik hati begitu, siapa yang ngga penasaran?"
"Pat, dia cuma meminjamkan kamu penghapus, apanya yang baik hati?"
"E..e..eeh, sebuah penghapus juga bermakna loh Yol, kalo yang minjemin itu Nikolas"
"Halah Pat..."
Pembicaraan pertama aku dan Patty di kamar tentang Nikolas. 
Nikolas menguasai hampir semua mata pelajaran dan selalu menjadi yang terbaik di kelas. Satu hal, kecuali bahasa Inggris.
Aku tersenyum mengenang kejadian di depan papan nilai.
"Ok Class, keep the good work. I can't wait for the next exam. All of you can see the score on the board. Have a good day all. Bye"

"Bye Ms. Carla"

Ms. Carla, guru bimbel mata pelajaran bahasa Inggris pun meninggalkan ruangan. Kami semua langsung mengikutinya menuju pintu keluar dan bergegas menuju papan nilai di lantai 2.

"Wah Pat, kamu nilainya 99 loh. Hebat!"
Aku menepuk bahu Patty. Nilai ujian Patty untuk kuis bahasa Inggris ternyata yang tertinggi.
Patty memang pandai dalam bahasa Inggris. Tidak heran, papanya orang Jerman asli yang menetap di Solo sampai sekarang. Percakapan di rumah yang selalu menggunakan bahasa Inggris membuat kemampuan Patty baik oral dan written tidak perlu diragukan lagi. Dari semua pelajaran, bahasa Inggris nya memang paling menonjol. Sepertinya itu satu-satunya keahlian dia dari Tuhan. Aku tersenyum.

"Nilaimu tuh cuma kalah satu score dari aku Yol.. jangan berlebihan deh..."
"Hahaha.. tapi kan tetap saja Patty, you're the best!"
"Oh..of course dear..of course.. You have to bite my score for the next. Ok!" Dengan gaya nya yang pura-pura sombong.
"I will!" aku mengangkat dagu dan memberikan senyuman menggoda. Dan kami pun tertawa.
"Yol, aku ke toilet dulu ya, ini sudah ngga tahan.."
"Iya, cepet sana. Aku tunggu di sini ya.."
Patty pun bergegas pergi.

"Wah, kamu hebat ya, dapat score 98. Selamat ya."
Tiba-tiba aku dengan cepat memalingkan wajah pada laki-laki yang sekarang sedang berdiri tepat di sebelah kananku. Dia tidak begitu tinggi, mungkin sedikit lebih tinggi beberapa senti dariku, sehingga aku bisa melihat jelas setiap sudut dari wajahnya. Rambut pendeknya yang ikal terlihat sempurna berpadu dengan bola mata yang berwarna coklat tua dan kulit yang terlihat seperti biskuit coklat, sangat manis. Aku tertawa kecil dalam hati. Kok seperti biskuit ya?
Sentuhan kacamata di wajahnya membuat dia tampil sempurna.
"Terima kasih ya. ...
Nilaimu juga bagus. Nih, nilainya 85." Jariku menunjuk tepat di angka 85 di sebelah nama Nikolas Budiman.
Aku hanya bisa menatapnya dan dalam hitungan detik ketiga, cring! Aku tersenyum, dan sedikit terlambat baru kusadari bahwa senyumku terlalu lebar dan menggantung.
"Nik, udah yuk pulang, gw mau basket nih, nanti kesorean lagi.."

Pembicaraan kami terhenti karena tiba-tiba Tasya hadir.
Tasya adalah teman akrab Nikolas selama di kelas. Teman seperti apa, aku juga sebenarnya tidak mengetahui dengan jelas. Mereka terlihat sangat akrab. Pagi-pagi selalu datang bersama, bahkan telat pun bersama. Pulang bimbel pun mereka bersama. Terkadang mereka saling bergantian membawa kendaraan.
Oiya, selain pergaulan anak Jakarta yang menurutku sangat berani, aku juga kagum dengan mereka. Mereka hebat sekali, masih muda sudah bisa mendapat kepercayaan dari orang tua untuk bisa membawa mobil ke sekolah, bimbel atau sekedar nongkrong tadi, sedangkan aku dan teman-temanku di sekolah, paling kami cuma membawa motor atau sepeda seperti kendaraan sehari-hari. Orang tua aku dan Patty di Solo tidak mempercayakan kami untuk membawa mobil.
"Duluan ya.." ucap Nikolas dengan pelan
"Iya" aku menganggukkan kepala dan bahu Nikolas pun perlahan menghilang menyusul Tasya.

Aku sungguh tidak percaya, Nikolas menyapaku.
Ya, Nikolas.
Inilah moment pertama kali aku dengan Nikolas yang menjadi awal 'rencana pendekatan' yang aku dan Patty rancang..
____
Sore ini indah sekali rasanya. Aku berdiri menatap langit.
Hmm.. 16.45 menuju pukul 17.15 selalu menjadi waktu terbaik menurutku untuk menatap langit sore. Sangat teduh. Angin berhembus dengan lembut, rasanya nikmat sekali. Patty sedang tertidur. Sepertinya dia lelah sekali setelah seharian tadi kami ujian 3 mata pelajaran sekaligus. Kuis yang melelahkan.
Aku baru saja terbangun dari tidur siangku dan sekarang sedang menikmati sore dengan segelas teh manis hangat.
Jakarta membuatku tersenyum.
Apa jadinya ya kalau aku menolak tawaran ayah untuk datang ke Jakarta kala itu? Mungkin aku tidak akan bertemu Nikolas.
Aku teringat kejadian kala itu.
"Sudahlah, kamu ikuti saja saran tante Ola. Daripada di daerah seperti, lagi pula tempat bimbel yang bagus kan tempatnya memang di Jakarta."
"Di sini juga banyak kok ayah.. Kenapa harus ke Jakarta?"
"Sudah. Pergi saja ikut tante Ola. Lagipula bimbel nya kan gratis. Kamu juga bisa punya teman baru dan lihat kota besar itu seperti apa."
"Tapi nanti aku tinggal di mana ayah?"
"Di rumah tante dong"
Haduh...aku mulai mulas. Aku belum pernah ke kota Jakarta. Seperti apa itu Jakarta.. Seumur-umur aku tidak pernah keluar dari Solo ini. Mataku menatap lidah mertua yang merekah itu di balik kaca jendela. Apakah mengerikan? Banyak kejahatan? Perkosaan? Yang seperti di televisi itu loh... Haduh..
Oh...tidak! Aku menepuk jidatku segera. Yol! Sadar, waras hei waras!
Senyum kecil pun membuatku tersipu.

"Lalu, kapan berangkat?" tanyaku
"Besok saja, lagipula kamu juga ngga ada kegiatan kan sekarang? Lebih cepat ya lebih baik"
Persiapan yang bahkan tidak bisa dikatakan sebagai persiapan mungkin, karena pembicaraan dengan ayah yang dilakukan malam ini langsung dilanjutkan dengan kepergianku lusanya menuju Jakarta.
Tidak ada gambaran, tidak ada cita-cita.
Namun sekarang?
Tidak terasa 1 bulan sudah aku di Jakarta. Rasanya sudah seperti 1 tahun. Setiap hari belajar, setiap hari kuis di kelas. Sedikit menjemukan awalnya, namun sekarang ada Nikolas yang mulai mencuri perhatianku.


~ (oleh @kakakPur)

14 September 2011

APA YANG TERJADI: MENGENANG #2

"Iya! Td dia nyapa aku Pat. Aku sampai setengah bengong"
Mataku berbinar, senyum mengembang, seraya menatap sayu ke arah tembok kamar yang warnanya sudah mulai tidak jelas antara putih atau abu-abu.

"Hmm...bagaimana kalau besok kita tunggu dia muncul di depan gedung. Setelah itu kita susul dia masuk bersamaan, nah nanti kan dia pasti menyapa kita tuh.. Gimana?"
Wajah kucel Patty yang bahkan belum mandi pun terlihat cantik karena dia bersemangat menyusun rencana ini. Aku tertawa geli.

"Hei! Kenapa tertawa? Aku serius loh.."

"Iya Pat, besok kita standby ya."

"Baiklah kalo begitu. Aku mau mandi dulu ya Yol, sudah sore nih. Habis ini kita kerjakan tugas ya."

"Iya. Cepet sana mandi"

"Siap bos!"
Patty pun segera pergi menuju kamar mandi, meninggalkan aku yang masih senyum-senyum sendiri membayangkan kejadian tadi.

_____

"Yol, Sini cepat! Tuh, Teddy Bear mu datang. Sendirian loh Yol. Wah saat yang tepat! Yuk, cepat kita jalan yuk. Hayuuuk!"
Semangatnya Patty sambil menarik tanganku yang sedang memasukkan buku pelajaran ke dalam tas.

"Sebentar Pat, pensil ku belum masuk ke tas nih, di mana ya?"
Aku membungkuk ke bawah kolong meja mecari-cari sekiranya ada terjatuh.

"Haduh Yola, kelamaan. Cepet yuk, nanti kita pinjam siapa gitu di kelas. Itu sebentar lagi dia mendekat. Hayuk"
Tarikan tangan Patty yang kencang tidak bisa kutolak lagi. Aku pun menarik tubuhku yang hampir melayang mengikuti langkah Patty yang begitu cepat.

"Hai"
Sapaan lembut itu keluar dari bibir Nikolas.
Aku hanya membalas dengan senyuman, lalu kami bertiga naik ke lantai 3 untuk mengikuti 3 jam kelas fisika.

_____

"Astaga Yola. Sudah capek-capek kita bangun pagi, dandan cantik, semprot pengawangi, tapi hasilnya cuma 'HAI'? Haduh..." Patty menepuk jidatnya berkali-kali "Payah payah payah!"

Aku tersenyum. "Lha aku mesti ngomong apa Pat? Dia bilang 'HAI' aja, ngga ada kata-kata yang lain, aku kan jd bingung"

"Ya kalau dia bilang 'HAI' kamu jawab 'Selamat pagi' atau 'Hai Nikolas, sendirian aja' atau 'Kok tumben jalan kaki' atau apalah, kan banyak. Lha ini cuma senyum, ngga keluar sepatah katapun." Kembali Patty menepuk jidatnya, kali ini dilanjutkan dengan mencomot potongan brownies kukus yang diberikan tante Ola sepulang bimbel tadi.

"Ya kamu juga diam saja. Kenapa coba kamu nya diam saja? Aku kan malu Patty" aku menutup mukaku dengan bantal. Rasanya aku benar-benar bodoh tadi. Berbicara dengan lawan jenis saja tidak becus. Kali ini aku menepuk-nepuk bantalku sendiri. Sebenarnya hal yang wajar menurutku, jika kita menyukai seseorang maka kita pasti akan malu atau kaku saat berhadapan dengan orang yang kita suka. Tapi ini sih keterlaluan juga ya. Sudah 19 belas tahun!

"Besok kita coba lagi ya Pat"
aku merangkul tangan Patty dan mencoba merayunya.

"Ya sudah. Besok coba lagi. Disapa Nikolas nya. Coba dilatih, supaya kamu lebih berani ya."
Suara Patty kali ini lebih berat, bersahaja. Patty yang tau siapa dan bagaimana aku sebenarnya.
Dia tau betapa kikuknya aku saat berhadapan dengan lawan jenis.
Dia orang pertama yang tertawa terbahak-bahak sampai berguling di lantai kamarku saat aku ceritakan tentang pembantuku, mba Ijah, yang merasa yakin dirinya hamil setelah sehari sebelumnya mengaku sudah berciuman bibir dengan Kadir, tukang ojek yang mangkal dekat rumah. Bertepatan di hari itu adalah tanggal jadwal haid nya, dan seumur-umur tidak pernah meleset. Selalu tepat di tanggal 7. Jadi mba Ija dengan 100 persen yakin dan percaya kalau akibat ciumannya dengan mas Kadir, ia tidak mendapatkan haid di keesokan harinya. Yang membuat Patty tambah tidak berhenti menertawai aku adalah karena aku mempercayainya dan dengan lantang kukatakan pada Patty saat itu "Ingat ya Pat, aku berjanji tidak akan pernah berciuman seumur hidupku dengan siapapun sampai aku menikah. Aku ngga mau hamil kayak mba Ijah Pat. Malu Pat"
Kalau ingat kejadian itu, betapa bodohnya aku. Malu sekali dengan pemikiranku yang kurang wawasan. Ya, itulah Patty. Sahabatku.

____

"Oke, hari ini harus lebih baik dari hari kemarin ya Yol." Kepalan tangan Patty mencoba mengumpulkan semangatku

"Iya. Aku harus berani ya" mencoba semangat memberikan senyum di wajahku.

--beberapa saat kemudian


"Hai" masih kata-kata yang sama dari bibir Nikolas

"Ha-Ha-Hai Nik." Suaraku terbata-bata keluar.

"Apa kabar?" Langsung aku mendapatkan cubitan dari Patty yang berjalan di sampingku

"Auw!"

"Kenapa Yolanda? Ehm..Yolanda, benar kan?"

"Eh, iya. Yolanda. Maaf ya, kok tanya apa kabar, seperti lama tidak bertemu, padahal satu kelas." Aku menepuk jidatku.

Tawa Nikolas terdengar renyah. "Ngga apa-apa. Aku baik kok hari ini. Kamu gimana?"

"Oh, baik juga."

"Patty kok diam saja. Hmm..kamu Patty kan?" Nikolas menunjuk ke arah Patty yang masih berjalan di sebelahku.

"Iy." jawab Patty singkat. Tumben pikirku. Biasanya Patty cerewet sekali. Kenapa sekarang dia hanya menjawab 'Iya'? Sungguh aneh pikirku.

"Wah kita sekelas tapi belum pernah ngobrol-ngobrol ya?" Nikolas mulai membuka pembicaraan lagi, dan kami pun tiba di kelas dan tidak sengaja mengambil tempat duduk yang bersebelahan.

"Iya. Mungkin sedang fokus pada target UMPTN masing-masih ya. Oya, temanmu Tasya kemana? Biasanya bersama-sama." Rasanya aku tidak percaya dengan pertanyaan yang baru saja ku lontarkan. Aku membuka pembicaraan juga.

"O..Tasya sedang ke luar kota. Mendadak ada acara keluarga. Jadi dalam beberapa hari ini aku akan sendirian berangkat bimbelnya."

"O begitu.." Jawabku singkat.

"Selamat siang semua."

"Selamat siang pak."
Pak Roni sudah masuk kelas. Pembicaraan kami pun terhenti.



- (oleh @kakakPur - www.kakakpur.tumblr.com)

13 September 2011

"APA YANG TERJADI : BAGAIMANA IA BERMULA"

Bermula dari sebuah Doa.
Apa yang terjadi, nanti.
"Oke, cabe merah ini sudah selesai diiris. Sebuah labu siam ukuran besar sudah kupotong-potong sebesar batang korek api. Wajan siap. Minyak goreng siap. Garam, merica, sedikit gula. Sip!" Aku berbicara sendiri dengan dapur dan bahan-bahan makanan ini semua, tentunya sambil sibuk membuat tumis sayur labu.
Hmm.. wangi sekali..tunggu agak dingin sebentar deh.. Habis ini baru aku santap. Sudah pukul 21.45, tersisa lima belas menit saja untuk makan malam.
"Jadi aku harus gimana tante? Aku kan sudah doa puasa, kalau belum dapat jodoh juga ya mau gimana?" Hanya itu jawaban yang bisa kukatakan pada tante Ola berulang-ulang.
Huft! Dia pikir aku nggak pengen nikah apa? Aku mengeluh dalam hati. Kadang orang-orang ini ngga pakai perasaan kalau ngomong. Bisa-bisanya ada yang berkata kepadaku seperti Seta kemarin "Yol, lo tuh kurang cantik apa sih? Kerjaan udah bagus, kelakuan ga aneh-aneh, tapi kok tetep ngga laku juga ya?" Aku hanya menanggapi nya dengan tersenyum. Padahal dalam hati sudah pengen menjitak kepalanya saja. Ngomong kok asal njeplak aja. Menanggapi yang seperti ini benar-benar serba salah di awalnya. Banyak emosi di awal, sambil berpikir, bagaimana bisa menjawab dengan melempar balik celaan si komentator supaya dia ikutan emosi. Sekarang? hmm...tidak lagi. Aku sudah lebih baik dan waras, paling tidak menurutku.. Kalau aku emosi, berarti aku terpancing dan ujungnya aku kesal sendiri. Ya sudahlah..
"Bel, kamu ngga bisa begini terus! Kamu harus relakan dia bel.."
"Aku ngga bisa biarkan dia sendiri Yola.. Moris sakit.."
"Terus kamu mau sampai kapan nemenin Moris?"
"Sampai Moris meninggal"
"Kapan?"
"Aku ngga tau kapan"
Selamat pagi Yola, gimana kabarmu? Gimana hari ini? Di sini sepi sekali rasanya.. Kangen Yola.. Hiks..
Aku tersenyum. Sms dari Vela ternyata.
Kabar baik Vel. Kangen Vela juga. Kapan kembali? Rindu mencekam nih.. Hahaha... Gosip apa kita sekarang?
Aku langsung membalasnya, dan kami pun tenggelam dalam sms yang bersahutan.
Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Kenapa sih susah rasanya menemukan pria yang tepat, yang bisa menjadi pasangan hidupku.. Cape rasanya begini terus. Kapan aku nikah ya Tuhan? Atau aku emang ngga laku ya? Seperti yang dibilang Seta ya?
Tuhan, berikan aku pria yang terbaik. Siapa yang bisa kucintai dengan tulus? Siapa yang bisa kulayani dalam kasih-Mu seumur hidupku?
Berilah jawaban atas doaku ini ya Tuhan.
Amin.
Mataku masih terpejam. Jemariku masih saling menggenggam. Air mataku masih terus mengalir.
Aku baru selesai memanjatkan doa, Namun seluruh tubuhku masih mematung lama. Butuh lima belas menit rasanya untuk mengembalikan diriku, menjadi tenang.
Waktu seperti ini adalah waktu terbaikku.
-  (oleh @kakakPur - www.kakakpur.tumblr.com)