Keisya benar-benar menghabisiku. Dia orang pertama yang membuatku tak berkutik saat berhadapan dengannya. Semua jurus yang kudapatkan selalu berhasil dipatahkan olehnya. Dia seperti putri yang berada di menara tertinggi. Cantik, tapi tak bisa diraih. Bahkan kalau pun hampir berhasil diraih, ada saja yang membuatku jatuh lagi.
"Bo, kamu itu terlalu terburu-buru," Dimas mengemukakan pendapatnya. Roby mengangguk-angguk setuju disebelahnya.
"Terlalu sombong lebih tepatnya," gumam Niko. Aku mengacuhkannya. Sudah tabiat Niko berbicara dengan bahasa yang tajam.
"Coba pakai cara yang nggak biasa. Selama ini kamu memperlakukannya seperti cewek lain. Padahal kamu tahu kalo dia itu beda." Kali ini Dimas yang manggut-manggut , setuju dengan perkataan Roby.
"Aku kehabisan ide." Roby memandangku prihatin. Terang saja dia begitu. Sang playboy sekolah akhirnya dipaksa bertekuk lutut dihadapan seorang gadis yang bahkan nyaris bukan siapa-siapa disekolah.
"Kalau nggak tahan ya putus saja," Niko menutup buku yang sedang dibacanya dan kembali ke bangkunya. Lonceng masuk telah berbunyi dan guru bahasa Inggrisku telah datang. Tapi otakku dipenuhi oleh kata-kata Niko tadi. Apa iya aku harus putus saja? Ada sepotong kertas mendarat di mjaku. Segera kubuka dan melihat isinya. Otakku mendadak kosong setelah membaca isinya.
Pikir lagi. Apa benar ko sayang ama dia?
~ (oleh @farahpai)
Showing posts with label Kebo Dan Anak Presiden. Show all posts
Showing posts with label Kebo Dan Anak Presiden. Show all posts
22 September 2011
20 September 2011
Kebo dan Anak Presiden #7
Hari ini tepat dua bulan kami jadian. Tentu saja sudah ada perkembangan dari hubungan kami. Aku berhasil mendapatkan nomor handphonenya. I know it sounds so stupid. Dua bulan pacaran baru dapat nomor handphone??
Ternyata selama ini Keisya tidak memiliki handphone. Tidak mau, lebih tepatnya. Aku sudah menanyakan kepadanya tentang hal ini. Mau tahu jawabannya?
"Buat apa. Aku kan bisa ketemu kamu tiap hari di sekolah. Kenapa kamu harus nelpon aku setiap malam?". Aku bahkan tak punya jawaban untuk melawan argumennya. Tapi akhirnya setelah proses persuasive yang panjang, dia mengalah dan membeli handphone. Demi aku katanya. Hidungku kembang kempis saat mengetahui hal itu.
Keisya tidak romantis. Dia berbeda dari kebanyakan gadis lainnya. Namun dia selalu tahu bagaimana membuat orang menjadi spesial. Seperti sekarang ini. Dia membeli handphone karena aku yang memintanya. Ditambah lagi, tak ada nama lain selain namaku di phone book-nya. Hanya aku. Jelas saja aku seperti berada di langit ke tujuh.
"Jangan geer kamu. Tentu aja Cuma ada nama kamu disini. Baru kamu yang tahu aku punya handphone," katanya sambil tertawa kecil. Aku melengos. Ini adalah salah satu keahlian Keisya yang lain. Membuat orang yang sedang terbang jatuh ke bumi dengan keras.
**
"Kei, kamu itu ga romantis," gerutuku. Kami sedang berada di kelasnya. Seperti biasa, menunggui Keisya makan. Aku tak mengerti mengapa aku mau melakukan hal ini. Keisya tak pernah minta ditemani. Yang aku tahu, berada di dekatnya membuatku senang. Walaupun harus menungguinya makan setiap hari.
"Oya?" alisnya terangkat mendengar kata-kataku. Dia sama sekali tidak terpengaruh. Dengan santai dia mengeluarkan kotak bekalnya. Aku sedikit heran karena dia mengeluarkan dua kotak makan.
"Keenan, ini punya kamu. Kita makan sama-sama ya," ujarnya disertai senyum lebar innocentnya. Aku melongo. Bekal buatku? Mendadak pipiku merasa panas. Ditambah lagi jantungku yang mendadak berdetak lebih cepat. "Aku cerita sama Mbok Pur soal kamu."
"Siapa Mbok Pur?"
"Yang selalu masak dirumahku. Aku cerita, sekarang aku punya pacar," katanya ceria sambil mulai melahap makanannya. Senyum bego mengembang di wajahku. Ralat. Ternyata Keisya bisa romantis juga. Dia sampai bela-belain bawa bekal untukku.
"Aku kaget karena dibawain bekal sampai dua kotak begini. Kata Mbok Pur kasian kamu kalo Cuma nungguin aku makan. Aku sih sebenarnya nggak mau. Berat sih," sambungnya santai tanpa rasa bersalah. Nasi yang sudah hampir masuk mulutku berhenti di udara. Ralat lagi. Keisya benar-benar nggak bisa romantis!
~ (oleh @farahpai)
Ternyata selama ini Keisya tidak memiliki handphone. Tidak mau, lebih tepatnya. Aku sudah menanyakan kepadanya tentang hal ini. Mau tahu jawabannya?
"Buat apa. Aku kan bisa ketemu kamu tiap hari di sekolah. Kenapa kamu harus nelpon aku setiap malam?". Aku bahkan tak punya jawaban untuk melawan argumennya. Tapi akhirnya setelah proses persuasive yang panjang, dia mengalah dan membeli handphone. Demi aku katanya. Hidungku kembang kempis saat mengetahui hal itu.
Keisya tidak romantis. Dia berbeda dari kebanyakan gadis lainnya. Namun dia selalu tahu bagaimana membuat orang menjadi spesial. Seperti sekarang ini. Dia membeli handphone karena aku yang memintanya. Ditambah lagi, tak ada nama lain selain namaku di phone book-nya. Hanya aku. Jelas saja aku seperti berada di langit ke tujuh.
"Jangan geer kamu. Tentu aja Cuma ada nama kamu disini. Baru kamu yang tahu aku punya handphone," katanya sambil tertawa kecil. Aku melengos. Ini adalah salah satu keahlian Keisya yang lain. Membuat orang yang sedang terbang jatuh ke bumi dengan keras.
**
"Kei, kamu itu ga romantis," gerutuku. Kami sedang berada di kelasnya. Seperti biasa, menunggui Keisya makan. Aku tak mengerti mengapa aku mau melakukan hal ini. Keisya tak pernah minta ditemani. Yang aku tahu, berada di dekatnya membuatku senang. Walaupun harus menungguinya makan setiap hari.
"Oya?" alisnya terangkat mendengar kata-kataku. Dia sama sekali tidak terpengaruh. Dengan santai dia mengeluarkan kotak bekalnya. Aku sedikit heran karena dia mengeluarkan dua kotak makan.
"Keenan, ini punya kamu. Kita makan sama-sama ya," ujarnya disertai senyum lebar innocentnya. Aku melongo. Bekal buatku? Mendadak pipiku merasa panas. Ditambah lagi jantungku yang mendadak berdetak lebih cepat. "Aku cerita sama Mbok Pur soal kamu."
"Siapa Mbok Pur?"
"Yang selalu masak dirumahku. Aku cerita, sekarang aku punya pacar," katanya ceria sambil mulai melahap makanannya. Senyum bego mengembang di wajahku. Ralat. Ternyata Keisya bisa romantis juga. Dia sampai bela-belain bawa bekal untukku.
"Aku kaget karena dibawain bekal sampai dua kotak begini. Kata Mbok Pur kasian kamu kalo Cuma nungguin aku makan. Aku sih sebenarnya nggak mau. Berat sih," sambungnya santai tanpa rasa bersalah. Nasi yang sudah hampir masuk mulutku berhenti di udara. Ralat lagi. Keisya benar-benar nggak bisa romantis!
~ (oleh @farahpai)
18 September 2011
Kebo dan Anak Presiden #6
Sudah bisa ditebak, rencana Roby tak berhasil. Hampir saja dia babak belur dipukuli oleh Mas Bob kalau saja Keisya tak cepat datang. Jantungku sendiri sudah hampir copot melihat tubuh Roby diangkat begitu mudahnya. Padahal secara fisik, tinggi Roby berada diatas rata-rata cowok.
"Mas Bob, udah jangan berantem," Keisya mencoba melerai. Herannya, raut wajah yang tadi mengeras langsung melunak saat Keisya datang. Seperti dihipnotis, gorilla itu melepas cengkramannya. Roby terbatuk-batuk, memgangi lehernya yang sakit.
"Saya tunggu di mobil, Non." Mas Bob berbalik menuju mobil Keisya yang tidak jauh dari tempat kami sekarang. Keisya menatapku tajam. Aku menghela napas, bersiap mendapatkan amarah dari Keisya.
"Kamu gila apa ya?!" teriak Keisya padaku. Aku hanya bisa meringis. Di sebelahku Roby tampak kepayahan mengatur napasnya. Dimas dan Niko memeganginya agar dia tak jatuh. Ku beri kunci mobilku kepada Niko agar dia bisa membawa Roby kesana. Aku harus menyelesaikan masalahku dengan Keisya.
"Aku nggak gila. Ini semua idenya Dimas. Tapi malah Roby yang hampir jadi korban," aku berusaha membela diri. Bibir Keisya mengerucut, wajahnya sama sekali tak senang.
"Nggak lucu Keenan. Tadi Mas Bob bisa saja memukul temanmu sampai babak belur. Aku nggak yakin bisa bikin Mas Bob berhenti kalau dia sudah marah." Keisya benar-benar tampak gusar. Ada ekspresi ketakutan tergambar di wajahnya.
Ku pandangi lekat wajah itu. Baru kusadari ternyata wajahnya 10 kali lebih imut-imut saat sedang marah seperti ini. Bibirnya yang mengerut, pipinya yang menggembung dan alisnya yang bertaut dengan matanya yang menyipit. Ingin rasanya ku cubit pipinya. Tapi sepertinya ini bukan saat yang tepat.
"Promise me this is not going to happen anymore," ujarnya seraya berlalu dari hadapanku. Aku cuma bisa menatap dirinya. Tanpa sadar aku mengikuti langkah kaki dan ayunan tubuhnya. Dear God. I think I really am in love.
~ (oleh @farahpai)
"Mas Bob, udah jangan berantem," Keisya mencoba melerai. Herannya, raut wajah yang tadi mengeras langsung melunak saat Keisya datang. Seperti dihipnotis, gorilla itu melepas cengkramannya. Roby terbatuk-batuk, memgangi lehernya yang sakit.
"Saya tunggu di mobil, Non." Mas Bob berbalik menuju mobil Keisya yang tidak jauh dari tempat kami sekarang. Keisya menatapku tajam. Aku menghela napas, bersiap mendapatkan amarah dari Keisya.
"Kamu gila apa ya?!" teriak Keisya padaku. Aku hanya bisa meringis. Di sebelahku Roby tampak kepayahan mengatur napasnya. Dimas dan Niko memeganginya agar dia tak jatuh. Ku beri kunci mobilku kepada Niko agar dia bisa membawa Roby kesana. Aku harus menyelesaikan masalahku dengan Keisya.
"Aku nggak gila. Ini semua idenya Dimas. Tapi malah Roby yang hampir jadi korban," aku berusaha membela diri. Bibir Keisya mengerucut, wajahnya sama sekali tak senang.
"Nggak lucu Keenan. Tadi Mas Bob bisa saja memukul temanmu sampai babak belur. Aku nggak yakin bisa bikin Mas Bob berhenti kalau dia sudah marah." Keisya benar-benar tampak gusar. Ada ekspresi ketakutan tergambar di wajahnya.
Ku pandangi lekat wajah itu. Baru kusadari ternyata wajahnya 10 kali lebih imut-imut saat sedang marah seperti ini. Bibirnya yang mengerut, pipinya yang menggembung dan alisnya yang bertaut dengan matanya yang menyipit. Ingin rasanya ku cubit pipinya. Tapi sepertinya ini bukan saat yang tepat.
"Promise me this is not going to happen anymore," ujarnya seraya berlalu dari hadapanku. Aku cuma bisa menatap dirinya. Tanpa sadar aku mengikuti langkah kaki dan ayunan tubuhnya. Dear God. I think I really am in love.
~ (oleh @farahpai)
17 September 2011
Kebo dan Anak Presiden #5
Sesampainya, aku segera menelfon Roby. Temanku ini informan sekolah. Tak ada informasi yang tidak diketahuinya. Kadang aku curiga, jangan-jangan dia tau ukuran bra cewek-cewek di sekolah.
"By, si Keisya itu siapa sih?" itu pertanyaan pertama yang keluar dari mulutku. Roby tak lekas menjawab. Akhirnya setelah beberapa kali usaha pemaksaan, Roby bercerita siapa Keisya sebenarnya.
Wow. Aku benar-benar telah memacari anak presiden.
Lama aku terdiam setelah mendapat informasi tadi. Ternyata Keisya adalah anak dari presiden perusahaan makanan terbesar di Indonesia. Half-Japanese, dan anak tunggal. Ibunya adalah seorang dokter spesialis jantung, the famous one in our city. Pantas saja dia 'diasuh' oleh gorilla sebesar itu.
Sebenarnya aku nggak masalah dengan tingkat kekayaannya. Hanya saja aku benar-benar tak menyangka ada orang seperti itu disekolah. Wajar sih, apalagi dia tak pernah menampakkan dirinya di sekolah. Atau mungkin aku yang tak peka?
Handphone ditanganku bergetar. Ada SMS yang masuk. Dari Roby. Hati2 dgn pengasuhnya. Bdannya gede, tampangny mirip pembnuh byran. Gud luck
Segera aku membalas SMS itu. Tlt. Td ak ud liat pas dskolah. Ga jd plg breng. Knp ga blg drtd???
***
Tak terasa sudah hampir satu bulan aku berpacaran dengan Keisya. Tak ada perkembangan apapun. Keisya tetap menolak makan dikantin, duduk-duduk dilapangan atau sekedar nonton futsal sepulang sekolah. Apa? Pulang bareng? Tentu saja itu tak ada dalam daftar. Dia masih setia pulang dengan supir dan gorillanya.
"Bo, lesu banget sih," sapa Roby sambil meletakkan tasnya. Aku mendengus. Pertanyaan yang sangat basi karena aku yakin dia sudah tahu jawabannya.
"Nggak ada perkembangan. Baru kali ini aku pacaran hampa nggak ngapa-ngapain," kataku kesal.
"Emangnya ko mau ngapain ama dia?" tiba-tiba Dimas datang. Dia langsung mengambil posisi di sebelah Roby.
"Ya ngapain kek. Masa kami Cuma liat-liatan aja," keluhku. Tampangku pasti kacau sekarang. Galau.
"Liat-liatan? Romantis dong," goda Dimas iseng.
"Koreksi, aku liat dia makan. Dia sibuk sama bekalnya. Puas?". Tawa Roby dan Dimas meledak. Mereka berdua tampak senang sekali melihat temannya yang satu ini pusing karena perempuan. Aku tak berusaha menghentikan tawa dua manusia biadap ini. Takkan ada gunanya.
"Sori, Bo. Cuma caramu bicara tadi beneran lucu," ujar Roby sambil memegang perutnya yang sakit karena tertawa. Aku membuang muka.
"Aku punya rencana. Mau denger nggak?" Dimas akhirnya berhasil menguasai dirinya. Sedikit malas aku menoleh.
"Apa rencananya?"
"Bo, lesu banget sih," sapa Roby sambil meletakkan tasnya. Aku mendengus. Pertanyaan yang sangat basi karena aku yakin dia sudah tahu jawabannya.
"Nggak ada perkembangan. Baru kali ini aku pacaran hampa nggak ngapa-ngapain," kataku kesal.
"Emangnya ko mau ngapain ama dia?" tiba-tiba Dimas datang. Dia langsung mengambil posisi di sebelah Roby.
"Ya ngapain kek. Masa kami Cuma liat-liatan aja," keluhku. Tampangku pasti kacau sekarang. Galau.
"Liat-liatan? Romantis dong," goda Dimas iseng.
"Koreksi, aku liat dia makan. Dia sibuk sama bekalnya. Puas?". Tawa Roby dan Dimas meledak. Mereka berdua tampak senang sekali melihat temannya yang satu ini pusing karena perempuan. Aku tak berusaha menghentikan tawa dua manusia biadap ini. Takkan ada gunanya.
"Sori, Bo. Cuma caramu bicara tadi beneran lucu," ujar Roby sambil memegang perutnya yang sakit karena tertawa. Aku membuang muka.
"Aku punya rencana. Mau denger nggak?" Dimas akhirnya berhasil menguasai dirinya. Sedikit malas aku menoleh.
"Apa rencananya?"
- (oleh @farahpai)
16 September 2011
Kebo dan Anak Presiden #4
Saat lonceng pulang berbunyi, aku bergegas membereskan barang-barangku dan berlari menuju kelas Keisya. Kudengar panggilan Roby, tapi aku mengacuhkannya. Aku harus segera menemui Keisya sebelum dia pulang.
"Keisya!" panggilku, tepat saat dia hendak turun dari lantai dua. Keisya menoleh, dan melambaikan tangannya sambil tersenyum. Aaah.. senyumnya. Ini juga salah satu alasan mengapa aku suka padanya. Dengan cengiran lebar aku menghampirinya.
"Kamu sendirian? Mana teman-temanmu?" sapa Kesiya.
"Masa mau ketemu pacar harus sama teman-teman," jawabku mencoba menggodanya. Biasanya jurus ini mampu membuat gadis tersipu-sipu malu.
"Oooh, kamu malu ya ketahuan pacaran sama aku?" tanyanya. Langkahku terhenti. Jurusku dipatahkan dengan mudah olehnya. Ternyata Roby benar. Gadis ini berbeda.
"Eh, bukan gitu. Ngapain harus malu pacaran sama kamu. Malahan aku mau pamer ama mereka karena berhasil jadi pacar kamu." Kali ini jurusku pasti berhasil. Pacaran dengan berbagai tipe cewek membuatku sedikit paham bagaimana cara menyenangkan hati mereka.
"Barang kali dipamerin," ujarnya sambil tertawa kecil. 2-0. Kembali kata-kataku dikembalikan olehnya. Aku hanya bisa garuk-garuk kepala, tak bisa lagi memberikan perlawanan. Kami sudah sampai di depan gerbang. Dia menepuk bahuku.
"Aku pulang duluan ya. Supirku udah nunggu," katanya sambil menunjuk sebuah mobil BMW terbaru. Disebelahnya ada dua orang lelaki. Yang satu memakai seragam safari. Sepertinya itu supir yang dimaksud Keisya. Lalu yang satu lagi berbadan kekar dengan kaos ketat dan kacamata hitam.
"Kei, itu yang badanya kekar siapa?" tanyaku hati-hati.
"Itu Mas Bob. Dia bodyguard aku," jawan Kesiya santai. Dia mengucapkan kata 'bodyguard' dengan enaknya. Hatiku mencelos. Siapa sih yang aku pacarin kali ini? Anak presiden?
"Bo.. Bodyguard?" ulangku terbata. Keisya mengangguk ceria. Dia menarik tanganku.
"Sini aku kenalin ke Mas Bob. Dia orangnya baik kok." Aku melotot kearahnya. Kenalan dengan mesin pembunuh itu? I don't think so.
"Eh, Kei, emmm… Nggak usah. Lain kali aja mungkin. Aku buru-buru mau pulang," aku berusaha menghindar. Ada sedikit raut kecewa di wajahnya. Tapi segera ekspresi itu hilang.
"Ya udah deh. Lain kali aja. Aku pulang duluan, Keenan," pamitnya. Aku mengangguk kepadanya. Kulihat dia berbicara dengan Mas Bobnya itu sambil menunjuk ke arahku. Waduh, gawat ini. Bisa-bisa besok aku nggak masuk sekolah digebukin sama gorilla itu. Cepat-cepat aku berbalik dan menuju mobil sambil berdoa semoga dia tak sempat mengenali wajahku.
- (oleh @farahpai)
"Keisya!" panggilku, tepat saat dia hendak turun dari lantai dua. Keisya menoleh, dan melambaikan tangannya sambil tersenyum. Aaah.. senyumnya. Ini juga salah satu alasan mengapa aku suka padanya. Dengan cengiran lebar aku menghampirinya.
"Kamu sendirian? Mana teman-temanmu?" sapa Kesiya.
"Masa mau ketemu pacar harus sama teman-teman," jawabku mencoba menggodanya. Biasanya jurus ini mampu membuat gadis tersipu-sipu malu.
"Oooh, kamu malu ya ketahuan pacaran sama aku?" tanyanya. Langkahku terhenti. Jurusku dipatahkan dengan mudah olehnya. Ternyata Roby benar. Gadis ini berbeda.
"Eh, bukan gitu. Ngapain harus malu pacaran sama kamu. Malahan aku mau pamer ama mereka karena berhasil jadi pacar kamu." Kali ini jurusku pasti berhasil. Pacaran dengan berbagai tipe cewek membuatku sedikit paham bagaimana cara menyenangkan hati mereka.
"Barang kali dipamerin," ujarnya sambil tertawa kecil. 2-0. Kembali kata-kataku dikembalikan olehnya. Aku hanya bisa garuk-garuk kepala, tak bisa lagi memberikan perlawanan. Kami sudah sampai di depan gerbang. Dia menepuk bahuku.
"Aku pulang duluan ya. Supirku udah nunggu," katanya sambil menunjuk sebuah mobil BMW terbaru. Disebelahnya ada dua orang lelaki. Yang satu memakai seragam safari. Sepertinya itu supir yang dimaksud Keisya. Lalu yang satu lagi berbadan kekar dengan kaos ketat dan kacamata hitam.
"Kei, itu yang badanya kekar siapa?" tanyaku hati-hati.
"Itu Mas Bob. Dia bodyguard aku," jawan Kesiya santai. Dia mengucapkan kata 'bodyguard' dengan enaknya. Hatiku mencelos. Siapa sih yang aku pacarin kali ini? Anak presiden?
"Bo.. Bodyguard?" ulangku terbata. Keisya mengangguk ceria. Dia menarik tanganku.
"Sini aku kenalin ke Mas Bob. Dia orangnya baik kok." Aku melotot kearahnya. Kenalan dengan mesin pembunuh itu? I don't think so.
"Eh, Kei, emmm… Nggak usah. Lain kali aja mungkin. Aku buru-buru mau pulang," aku berusaha menghindar. Ada sedikit raut kecewa di wajahnya. Tapi segera ekspresi itu hilang.
"Ya udah deh. Lain kali aja. Aku pulang duluan, Keenan," pamitnya. Aku mengangguk kepadanya. Kulihat dia berbicara dengan Mas Bobnya itu sambil menunjuk ke arahku. Waduh, gawat ini. Bisa-bisa besok aku nggak masuk sekolah digebukin sama gorilla itu. Cepat-cepat aku berbalik dan menuju mobil sambil berdoa semoga dia tak sempat mengenali wajahku.
- (oleh @farahpai)
15 September 2011
Kebo dan Anak Presiden #3
Seperti dugaanku, Roby, Dimas dan Niko tertawa terbahak saat mendengar ceritaku. Aku terdiam, pasrah dengan nasibku. Kupandangi mereka satu persatu. Tega banget sih ketawa saat temannya lagi murung begini?
"Bo, ini maksudku tadi pagi. Dia itu terlalu cool untuk ukuran cewek," ujar Roby sambil mengusap air mata yang keluar karena tertawa tadi.
"Terlalu cool?" ulangku memastikan. Roby mengangguk. Dahiku lantas berkerut. "Nggak ngerti."
"Dia itu beda dari cewek kebanyakan. Nggak pernah jajan di kantin, ke sekolah diantar – jemput. Bahkan ada yang bilang dia nggak pernah ke mall," kali ini Dimas yang menjawab. Kerutan di dahiku bertambah. Manusia kota mana yang nggak pernah ke mall?
"Jadi maksud kalian aku harus putusin dia?"
"Ya nggak dong. Cuma ko sabar-sabar aja kalo sama dia. Banyak makan hatinya," tukas Dimas. Niko hanya diam, tak banyak komentar. Temanku yang satu ini memang tak banyak bicara. Tapi sekali bicara, biasanya langsung menusuk jantung.
"Bo, ko beneran suka ama dia atau hanya sekedar pengisi waktu luang? Kalo nggak serius, mending nggak usah. Kasian dia," ujar Niko. Tuh kan bener, sekalinya ngomong langsung deh bikin makin down.
"Beneran suka, Niko. Baru kali ini aku gugup setengah mati pas ketemu cewek."
"Oke kalo kamu suka beneran. Masalahnya, dia suka ama ko juga atau nggak?". Skak mat. Pertanyaan Niko yang satu ini tepat menghujam jantung. Aku terdiam. Tak ada jawaban yang muncul di kepalaku. Kenapa hal ini tak kupikirkan sebelumnya?
"Tenang aja, Bo. Kata-kata Niko nggak usah terlalu dipikirkan. Siapa sih yang nggak suka ama Kebo, playboy kelas kakap begini?" Roby mencoba menghiburku. Tapi kata-kata playboy yang dia ucapkan malah membuatku semakin tak enak. Apa Keisya tak tahu julukanku itu? Kenapa dia menerimaku begitu saja tanpa menanyakan alasannya?
"Ko ngga curiga kenapa dia mau terima? Padahal kan ko nggak pernah PDKT sekalipun," lagi-lagi Niko melemparkan pertanyaan yang tak bisa kujawab. Kepalaku pusing. Aku hanya bisa tertunduk di kursiku.
"Gini aja, sebagai bukti kalo dia suka atau nggak, gimana pulang sekolah nanti ko ajak dia pulang bareng. Sekalian berduaan." Dimas memberikan ide. Mood-ku langsung naik. Senyum lebar kembali menghiasi wajahku.
"Ide bagus, Dim. Makasih ya," kataku ceria. Lonceng tanda masuk berbunyi. Aku tak sabar menunggu waktu pulang sekolah nanti.
- (oleh @farahpai)
"Bo, ini maksudku tadi pagi. Dia itu terlalu cool untuk ukuran cewek," ujar Roby sambil mengusap air mata yang keluar karena tertawa tadi.
"Terlalu cool?" ulangku memastikan. Roby mengangguk. Dahiku lantas berkerut. "Nggak ngerti."
"Dia itu beda dari cewek kebanyakan. Nggak pernah jajan di kantin, ke sekolah diantar – jemput. Bahkan ada yang bilang dia nggak pernah ke mall," kali ini Dimas yang menjawab. Kerutan di dahiku bertambah. Manusia kota mana yang nggak pernah ke mall?
"Jadi maksud kalian aku harus putusin dia?"
"Ya nggak dong. Cuma ko sabar-sabar aja kalo sama dia. Banyak makan hatinya," tukas Dimas. Niko hanya diam, tak banyak komentar. Temanku yang satu ini memang tak banyak bicara. Tapi sekali bicara, biasanya langsung menusuk jantung.
"Bo, ko beneran suka ama dia atau hanya sekedar pengisi waktu luang? Kalo nggak serius, mending nggak usah. Kasian dia," ujar Niko. Tuh kan bener, sekalinya ngomong langsung deh bikin makin down.
"Beneran suka, Niko. Baru kali ini aku gugup setengah mati pas ketemu cewek."
"Oke kalo kamu suka beneran. Masalahnya, dia suka ama ko juga atau nggak?". Skak mat. Pertanyaan Niko yang satu ini tepat menghujam jantung. Aku terdiam. Tak ada jawaban yang muncul di kepalaku. Kenapa hal ini tak kupikirkan sebelumnya?
"Tenang aja, Bo. Kata-kata Niko nggak usah terlalu dipikirkan. Siapa sih yang nggak suka ama Kebo, playboy kelas kakap begini?" Roby mencoba menghiburku. Tapi kata-kata playboy yang dia ucapkan malah membuatku semakin tak enak. Apa Keisya tak tahu julukanku itu? Kenapa dia menerimaku begitu saja tanpa menanyakan alasannya?
"Ko ngga curiga kenapa dia mau terima? Padahal kan ko nggak pernah PDKT sekalipun," lagi-lagi Niko melemparkan pertanyaan yang tak bisa kujawab. Kepalaku pusing. Aku hanya bisa tertunduk di kursiku.
"Gini aja, sebagai bukti kalo dia suka atau nggak, gimana pulang sekolah nanti ko ajak dia pulang bareng. Sekalian berduaan." Dimas memberikan ide. Mood-ku langsung naik. Senyum lebar kembali menghiasi wajahku.
"Ide bagus, Dim. Makasih ya," kataku ceria. Lonceng tanda masuk berbunyi. Aku tak sabar menunggu waktu pulang sekolah nanti.
- (oleh @farahpai)
14 September 2011
Kebo dan Anak Presiden #2
"Ko beneran mau nembak dia?" seru Roby. Aku menganggung. Senyum lebar menghiasi wajahku. Dimas dan Niko hanya bisa geleng-geleng kepala. Tentu saja reaksi mereka membuatku heran.
"Memangnya kenapa? Dia jomblo kan?" tanyaku memastikan. Tak lucu jika incaranku selama 3 bulan ini lepas begitu saja.
"Jomblo sih, tapi…" Niko tak melanjutkan kata-katanya, membuatku semakin penasaran. Ditambah lagi wajah Dimas yang sama sekali tak menunjukkan ekspresi tertarik. Aku jadi gusar sendiri.
"Serius… Memangnya dia kenapa? Matre?" desakku meminta jawaban mereka. Tak ada yang menjawab. Akhirnya aku menyerah. "Terserah kalian, yang pasti jam istirahat ini aku akan nembak dia," putusku. Yang lain hanya mengangkat bahu, seakan tak peduli. Aku menghela napas. Terkadang teman baik pun bisa sangat meyebalkan.
Jam istirahat akhirnya tiba. Jantungku langsung berdetak tak karuan mengingat aku akan menembak gadis itu. Baru kali ini aku menjadi gugup setengah mati begini. Mungkin karena gadis ini spesial bagiku. Padahal tak ada yang istimewa didirinya.
Nama gadis ini Keisya. Lengkapnya Keisya Larasati. Rambutnya lurus, pendek sebahu. Kulitnya kuning langsat. Badannya cenderung kurus dan tidak terlalu tinggi. Prestasi disekolah juga biasa saja. Dibandingkan dengan mantan-mantanku sebelumnya, dia jauh dari mereka. Tapi ada satu hal yang membuatku jatuh cinta setengah mati. Hal yang sangat sederhana. Kalau saja teman-temanku tahu, mereka pasti akan menertawaiku habis-habisan. Bagaimana bisa aku meninggalkan Nina yang model itu dan berpaling kepada Keisya? Makanya aku tak pernah mengatakan alasannya kepada siapapun.
Tak sadar kakiku melangkah ke kelas Keisya. Ternyata dia ada di kelas, sedang memakan bekalnya. Kelasnya saat itu sedang sepi. Hanya ada satu orang di pojok ruangan selain Keisya. Aku memberanikan diri untuk masuk dan menghampirinya.
"Hai, Keisya," sapaku gugup. Keisya menoleh, menatapku heran dengan mata bulatnya. Sejenak dia menghentikan makannya.
"Kamu…. Keenan, kan? Ada apa?" tanyanya sopan. Inilah hal yang membuatku jatuh cinta. Dia memanggilku Keenan, bukan Kebo seperti kebanyakan orang lainnya. Jantungku semakin tak karuan sampai membuatku sesak. Aku menarik napas panjang. Dia masih menatapku penuh tanya.
"Ngg… Anu.. Emmm… Kamu.. Aduhh.." kata-kata keluar dari mulutku tak beraturan. Mendadak kepalaku gatal semua. Tangannku bergerak gugup. Kulihat Keisya tersenyum, menunggu jawabanku dengan sabar. Tapi melihatnya begitu, aku malah jadi semakin gelisah.
"Sini, duduk dulu. Nggak enak sambil berdiri," dia menepuk kursi disebelahnya. Aku menurutinya sambil kembali menyusun kata-kata. Aku harus cepat, sebelum warga kelas ini kembali.
"Kamu mau jadi pacarku?" akhirnya kata-kata keramat itu keluar. Aku sendiri saja heran kenapa kali ini susah sekali mengucapkannya. Mata Kesiya membulat, raut wajahnya tampak kaget dan bingung. Dia membuka mulutnya, seperti hendak menjawab pertanyaanku. Tapi ternyata dia kembali tediam. Aku menjadi tak sabar mendengar jawabannya.
"Oke, aku mau." Aku hampir saja melompat memeluknya kalau tak ingat kami sedang berada disekolah. Senyumku mengembang, berubah menjadi cengiran lebar. Keisya juga tersenyum. "Boleh aku lanjut makan?" tanyanya. Senyumku sontak menghilang. Apa? Setelah dia menerimaku dia mau langsung makan? Setelah aku berjuang memberanikan diri dia mau lanjut makan??
"Oh, oke. Aku kembali ke kelas," jawabku lesu. Tadinya aku hendak protes. Tapi aku ingin melihat reaksinya atas jawabannku.
"Terima kasih," jawabnya pendek dan langsung melanjutkan makannya. Aku melongo, terdiam disampingnya. Ternyata dia serius. Aku melangkah gontai kembali ke kelas. Badanku lemas. Mungkin karena terlalu gugup tadi. Saat di depan pintu aku menoleh kearahnya. Akan kubuat kau jatuh cinta padaku, batinku.
- (oleh @farahpai)
"Memangnya kenapa? Dia jomblo kan?" tanyaku memastikan. Tak lucu jika incaranku selama 3 bulan ini lepas begitu saja.
"Jomblo sih, tapi…" Niko tak melanjutkan kata-katanya, membuatku semakin penasaran. Ditambah lagi wajah Dimas yang sama sekali tak menunjukkan ekspresi tertarik. Aku jadi gusar sendiri.
"Serius… Memangnya dia kenapa? Matre?" desakku meminta jawaban mereka. Tak ada yang menjawab. Akhirnya aku menyerah. "Terserah kalian, yang pasti jam istirahat ini aku akan nembak dia," putusku. Yang lain hanya mengangkat bahu, seakan tak peduli. Aku menghela napas. Terkadang teman baik pun bisa sangat meyebalkan.
Jam istirahat akhirnya tiba. Jantungku langsung berdetak tak karuan mengingat aku akan menembak gadis itu. Baru kali ini aku menjadi gugup setengah mati begini. Mungkin karena gadis ini spesial bagiku. Padahal tak ada yang istimewa didirinya.
Nama gadis ini Keisya. Lengkapnya Keisya Larasati. Rambutnya lurus, pendek sebahu. Kulitnya kuning langsat. Badannya cenderung kurus dan tidak terlalu tinggi. Prestasi disekolah juga biasa saja. Dibandingkan dengan mantan-mantanku sebelumnya, dia jauh dari mereka. Tapi ada satu hal yang membuatku jatuh cinta setengah mati. Hal yang sangat sederhana. Kalau saja teman-temanku tahu, mereka pasti akan menertawaiku habis-habisan. Bagaimana bisa aku meninggalkan Nina yang model itu dan berpaling kepada Keisya? Makanya aku tak pernah mengatakan alasannya kepada siapapun.
Tak sadar kakiku melangkah ke kelas Keisya. Ternyata dia ada di kelas, sedang memakan bekalnya. Kelasnya saat itu sedang sepi. Hanya ada satu orang di pojok ruangan selain Keisya. Aku memberanikan diri untuk masuk dan menghampirinya.
"Hai, Keisya," sapaku gugup. Keisya menoleh, menatapku heran dengan mata bulatnya. Sejenak dia menghentikan makannya.
"Kamu…. Keenan, kan? Ada apa?" tanyanya sopan. Inilah hal yang membuatku jatuh cinta. Dia memanggilku Keenan, bukan Kebo seperti kebanyakan orang lainnya. Jantungku semakin tak karuan sampai membuatku sesak. Aku menarik napas panjang. Dia masih menatapku penuh tanya.
"Ngg… Anu.. Emmm… Kamu.. Aduhh.." kata-kata keluar dari mulutku tak beraturan. Mendadak kepalaku gatal semua. Tangannku bergerak gugup. Kulihat Keisya tersenyum, menunggu jawabanku dengan sabar. Tapi melihatnya begitu, aku malah jadi semakin gelisah.
"Sini, duduk dulu. Nggak enak sambil berdiri," dia menepuk kursi disebelahnya. Aku menurutinya sambil kembali menyusun kata-kata. Aku harus cepat, sebelum warga kelas ini kembali.
"Kamu mau jadi pacarku?" akhirnya kata-kata keramat itu keluar. Aku sendiri saja heran kenapa kali ini susah sekali mengucapkannya. Mata Kesiya membulat, raut wajahnya tampak kaget dan bingung. Dia membuka mulutnya, seperti hendak menjawab pertanyaanku. Tapi ternyata dia kembali tediam. Aku menjadi tak sabar mendengar jawabannya.
"Oke, aku mau." Aku hampir saja melompat memeluknya kalau tak ingat kami sedang berada disekolah. Senyumku mengembang, berubah menjadi cengiran lebar. Keisya juga tersenyum. "Boleh aku lanjut makan?" tanyanya. Senyumku sontak menghilang. Apa? Setelah dia menerimaku dia mau langsung makan? Setelah aku berjuang memberanikan diri dia mau lanjut makan??
"Oh, oke. Aku kembali ke kelas," jawabku lesu. Tadinya aku hendak protes. Tapi aku ingin melihat reaksinya atas jawabannku.
"Terima kasih," jawabnya pendek dan langsung melanjutkan makannya. Aku melongo, terdiam disampingnya. Ternyata dia serius. Aku melangkah gontai kembali ke kelas. Badanku lemas. Mungkin karena terlalu gugup tadi. Saat di depan pintu aku menoleh kearahnya. Akan kubuat kau jatuh cinta padaku, batinku.
- (oleh @farahpai)
13 September 2011
Kebo Dan Anak Presiden
Pernahkan kau terbangun dan tersenyum, saat kau sadar kau telah jatuh cinta? Aku pernah. Pada seseorang yang bahkan tak kukenal. Bukan, ini bukan cinta pada pandangan pertama. Hanya karena satu hal kecil, benar-benar hal yang sepele, dan duniaku seketika terhenti. Namaku Kebo, dan ini ceritaku.
Nama asliku bukan Kebo. Orang tua mana yang tega memberikan nama 'Kebo' untuk anaknya. Apalagi aku anak satu-satunya. Namaku sangat bagus sebenarnya. Keenan Brookwood. Ayahku adalah seorang expatriate di kotaku saat beliau bertemu ibu. Walaupun keturunan bule, aku tak seperti anak-anak blasteran lainnya. Kecuali mataku yang berwarna biru terang dan hidungku yang mancung, aku sama seperti anak-anak Indonesia lainnya. Malahan aku kelihatan seperti cowok norak yang pake contact lens berwarna biru.
Kebo itu nama yang diberikan teman-temanku sewaktu kecil. Dulu, badanku gendut, mirip Boboho. Ditambah lagi dengan sulitnya menyebutkan nama lengkapku. Jadilah namaku Kebo, singkatan dari KEenan BrOokwood. Walaupun sekarang tubuhku tak lagi gendut, nama itu masih melekat hingga sekarang.
Kembali ke cerita awal. Mengenai kisah cintaku yang sanggup membuatku tersenyum-senyum seperti sapi ompong. Padahal sudah banyak cewek yang menjadi pacarku. Namun kali ini berbeda. Meminjam istilah dari temanku, Roby, aku ini seperti playboy insyaf. Memang aku tak lagi ingin memainkan perasaan perempuan. Sudah cukup beberapa tamparan di pipi menjadi pelajaran berharga bagiku. Jangan kalian kira aku ini tukang selingkuh. Hanya saja mereka tak terima saat aku meminta putus. Sekarang ini aku ingin fokus mendapatkan cinta dari gadis yang satu ini. Gadis yang sanggup membuat duniaku terhenti. Oke, oke, ini memang terdengar berlebihan. Tapi percayalah, cinta bisa membuatmu menjadi orang paling tolol sekaligus orang yang paling romantis yang pernah ada.
---Oleh: farahpai
Nama asliku bukan Kebo. Orang tua mana yang tega memberikan nama 'Kebo' untuk anaknya. Apalagi aku anak satu-satunya. Namaku sangat bagus sebenarnya. Keenan Brookwood. Ayahku adalah seorang expatriate di kotaku saat beliau bertemu ibu. Walaupun keturunan bule, aku tak seperti anak-anak blasteran lainnya. Kecuali mataku yang berwarna biru terang dan hidungku yang mancung, aku sama seperti anak-anak Indonesia lainnya. Malahan aku kelihatan seperti cowok norak yang pake contact lens berwarna biru.
Kebo itu nama yang diberikan teman-temanku sewaktu kecil. Dulu, badanku gendut, mirip Boboho. Ditambah lagi dengan sulitnya menyebutkan nama lengkapku. Jadilah namaku Kebo, singkatan dari KEenan BrOokwood. Walaupun sekarang tubuhku tak lagi gendut, nama itu masih melekat hingga sekarang.
Kembali ke cerita awal. Mengenai kisah cintaku yang sanggup membuatku tersenyum-senyum seperti sapi ompong. Padahal sudah banyak cewek yang menjadi pacarku. Namun kali ini berbeda. Meminjam istilah dari temanku, Roby, aku ini seperti playboy insyaf. Memang aku tak lagi ingin memainkan perasaan perempuan. Sudah cukup beberapa tamparan di pipi menjadi pelajaran berharga bagiku. Jangan kalian kira aku ini tukang selingkuh. Hanya saja mereka tak terima saat aku meminta putus. Sekarang ini aku ingin fokus mendapatkan cinta dari gadis yang satu ini. Gadis yang sanggup membuat duniaku terhenti. Oke, oke, ini memang terdengar berlebihan. Tapi percayalah, cinta bisa membuatmu menjadi orang paling tolol sekaligus orang yang paling romantis yang pernah ada.
---Oleh: farahpai
Subscribe to:
Posts (Atom)