Tentang 30 Hari Cerita Cinta

23 September 2011

Dokter Cintaku

Namanya Faisal. Usianya baru 35 tahun. Belum menikah. Lulusan terbaik Kedokteran universitas ternama di Jakarta. Hobi utama: panjat tebing. Hobi sampingan: mak comblang. Iya, entah sudah berapa pasang yang berhasil menikah karena jasanya. Jadilah panggilan dia: Cupid. Halah!

Aku mengenalnya ketika menjadi tetanggaku di Bogor. Dia pindahan dari Semarang. Logat Jawanya medok sekali. Tetapi dia sangat baik dan ramah. Yang terpenting adalah, masakan ibunya enak sekali! Wow, untuk ukuranku yang doyan makan enak, hasil dari dapur Tante Ningrum itu level sepuluh alias top markotop. Hanya bisa disaingi oleh Mamaku. Hehehe...

Aku mengingatnya sebagai orang sok sibuk. Soalnya, dia tuh banyak banget kegiatannya. Waktu SMP, dia ikut Pramuka, klub musik, aktif taekwondo, dan anggota Karang Taruna di lingkungan tempat tinggal kami. 

Saat SMA, Faisal aktif di OSIS sebagai Wakil Ketua, Pramuka, anggota panjat tebing dan sering mendaki gunung, mulai punya grub band, dan menjabat sebagai Humas di Karang Taruna.

Pertanyaannya adalah: Pacarannya kapan ya mas bro? Dan Faisal selalu tertawa lepas bila mendengar pertanyaan itu. "Pacaran sih bisa kapan aja. Yang penting kan kualitas waktu ketemunya, bukan berapa lamanya waktu ketemu. Kusut ya? Biarin deh."
"Sok ngartis banget dah!" protesku ketika sedang mempersiapkan acara tujuhbelasan di lapangan voli, lima tahun silam.
"Biariiiiinnnn.... Nape? Bolehnye sirik deh luuuu," Faisal menjawil daguku. "Jadi pacar gue aja yuk, Tan?" matanya mengerling genit. Aku mencibir.

**

Sekarang aku sedang duduk di ruang tamu rumah orangtuanya. Bersama para ibu pengajian mengadakan doa selamatan bagi Mia, adik Faisal yang sedang hamil tujuh bulan. Aku datang mewakili keluargaku karena rumahku yang sekarang sudah pindah ke Bekasi. Ketika mendengar kabar dia 'dilangkahi' adiknya, kuledek dia habis-habisan, "Wakakaka, si Cupid ketinggalan kereta!"

Ketika aku melayangkan pandangan ke luar rumah, kulihat Faisal memberi kode padaku untuk keluar. Aku kebingungan. AKu berada di tengah ibu-ibu yang sedang kasak kusuk menjelang pengajian. Sulit rasanya untuk mencari celah. Faisal menunjuk jendela besar di belakangku dan aku melotot. Mulutku mengucapkan kata 'gak mungkin' dan dibalasnya 'coba dulu!' dengan mimik memaksa. Kugaruk kepalaku yang tak gatal.

Akhirnya, dengan memakai topeng 'tebal muka' dan nyengir cuek pada beberapa ibu di dekatku, kulompati jendela berdinding rendah dan mendarat sempurna di halaman samping. Nyaris menabrak pohon kaktus. Gak banget, kan?

Aku langsung mendekati Faisal dan protes, "Lima senti lagi muka gue kecium kaktus dan lu harus tanggung jawab!"
Faisal tergelak. "Ya deh, kita ngebakso sekarang yuk? Di pangkalannya Mang Engkis."
"Wow, dia masih jualan? Rasanya gak berubah kan?"
"Ayo," Faisal menggandeng tanganku menjauh dari rumahnya.

Sambil mengunyah bakso, Faisal mulai mengoceh tentang kebutuhan ruang prakteknya. "Gue mau pindah ah. Gak hoki kayaknya di tempat sekarang. Lu ada ide gak di mana gituh?"
"Ya lu maunya di mana? Lu kan spesialis kebidanan, rasanya di mana aja juga oke."
"Di hati lu aja deh," selorohnya cuek.
Aku nyaris tersedak. "Heh? Hati gue? Sempit!"
"Iya gue tau! Dah ada si Aldo kan? Lu gak bakalan awet sama dia. Kalo gak gue comblangin, temen-temen gue gak ada yang langgeng ampe nikah," ujarnya sok tahu.
"Blagu lu!"
"Emang."
"Sombong!"
"Biarin!"
Kuambil sebutir baksonya dan dengan cuek kumakan.
"Lu ambil bakso gue berarti mau ya sama gue?" tanyanya terlalu pede.
Kutinju pipinya. "Makasih!"
"Kita liat aja nanti, Tan. Lu bakalan kangen sama gue. Soalnya gue mau ke Paris dua tahun. Ngapain? Cari cewek buat jadi calon bini gue!"
"Lu bego ya? Jauh-jauh ke Paris cuman buat nyari calon bini? Bukan nyari bini?" aku sok meralat kalimatnya.
"Ih, suka-suka gue dong! Kok situ yang protes? Gak suka ya gue cari cewek? Cemburu ya?" Faisal tertawa.
"Idih!" aku kehabisan kata-kata melawannya.

Ping! Hm, Aldo. Aku melirik Faisal. Dia malah memanasiku dengan berkata, "Bilang aja lu lagi sama gue. Penasaran sama reaksinya." Anehnya aku menurut saja. Sepuluh menit tak ada jawaban. Faisal tersenyum penuh kemenangan.
"Laki-laki emang gitu, Tan. Taruhan sama gue, dia lagi selingkuh!"

Aku menelan ludah. Kemudian kubaca status Aldo di Facebook. "Tak peduli sedang bersama siapa pun kamu saat ini. Kutahu, kita tak akan pernah selamanya." Dan kulihat ia mengganti "In relationship" menjadi "It's Complicated". Aku menelan ludah. Faisal yang sedang menghabiskan sepiring siomay memperhatikanku dengan cueknya.

"Dugaanku gak meleset kan? Nih, makan!" Faisal menyodorkan sepotong tahu. Tanpa berpikir panjang, kumakan tahu itu dan memanggil tukang siomay.
"Bang, satu dong! Jangan pakai pare dan kol, ya!" Faisal mengacak rambutku dan meneruskan makannya.

Aku gamang. Kusamber status Facebook-nya atau diam saja. "Diemin aja, Tan. Orang kayak dia kalau ditanggapi malah makin jadi. Dia lupa betapa ruginya dia melepaskanmu," ujarnya dengan santai.

Aku menutup wajahku dan menahan sesak yang menyelimuti dada. 

--------

Special: Taufik, dokter cab.. dengan tingkat percaya diri tinggi :D




~ (oleh @Andiana)

No comments:

Post a Comment