Tentang 30 Hari Cerita Cinta

13 September 2011

Kenapa Harus Tidak Berani Mention?

Segi percintaan di Twitter. Menarik, penuh intrik, dan sesungguhnya sebelumnya aku tidak pernah membayangkan bahwa lagi-lagi akan menyukai seseorang yang aku temui di dunia maya. Tidak setelah aku berjanji pada diri sendiri bahwa dunia maya adalah hanya tempat sampah untuk ide-ide liar yang berlarian di otakku. Bagiku, jodoh tidak semestinya ditemukan di tempat dimana sebagian besar orang memakai topeng, berbentuk kepribadian yang dia ingin tunjukkan kepada dunia yang tidak ingin dia pertunjukkan tentang kehidupannya yang nyata.


Namun, lagi-lagi aku terkecoh dengan kenyataan bahwa tempat sesubur Twitter adalah tempat ditemukannya banyak sekali pria dengan topeng indah, yang mengundang kita untuk mengetahui bahwa kehidupan nyatanya juga indah.


Dan begitulah, aku menemukannya.
Tapi ini tidaklah mudah. Sekalipun aku tidak pernah menyatakan atau membiarkannya tahu apa yang kurasakan. Kubiarkan saja perasaan ini dirasakan sendirian. Bahkan bercerita kepada teman pun aku tak punya nyali. Dan aku punya alasannya.


Pernahkah kamu tahu, di Twitter ada peraturan tak tertulis. Apabila dirayu di timeline, apalagi di mention, maka rayuan itu sebenarnya tidak pernah benar-benar serius. Orang yang kita suka, akan kita dekati melalui Direct Message, untuk kemudian bertukar nomor telepon, atau PIN BBM lalu dari pembicaraan-pembicaraan rutin basa-basi sehari-hari yang nantinya akan mengarah kepada meet-up dimulai dari meet-up beramai-ramai sampai pada akhirnya meet-up hanya berdua mungkin dari hanya iseng kebetulan sedang lewat kantornya yuk sekalian makan siang (dan semua orang di dunia tahu bahwa sebetulnya seseorang tersebut berjuang mati-matian menyetir dari kantornya nun jauh disana, mungkin sengaja mengarang alasan ke bosnya untuk menemui klien dan ijin keluar 30 menit sebelum jam makan siang supaya bisa sampai tepat waktu di kantor sang pujaan hati yang seolah-olah tidak sengaja dilewati kantornya PAS jam makan siang), hingga nonton atau makan malam romantis berdua.


Owkay. Tapi itu bukan alasanku untuk tidak me-mention dia. Dilihat kembali judul dari cerita ini. Aku tidak berani mention dirinya yang kucinta. TIDAK BERANI. Bukan TIDAK MAU in sake of mau merayu secara serius melalui Direct Message dan menyatakan cinta kepadanya.


Percayalah, di dalam hati yang kerdil ini sesungguhnya sangat-sangat iri kepada mereka yang bisa bebas-bebas saja menyatakan perasaan mereka kepada pasangannya di Twitter. Dalam hati ini ingin rasanya memamerkan ukuran perasaanku pada dirinya tidak kalah besarnya dengan yang lain.
Percayalah bahwa membiarkan orang-orang tahu tentang perasaanku kepadanya adalah hal yang paling kuinginkan di dunia.


Tapi dia begitu sempurna. Begitu baik. Begitu indah. Sudah berkali-kali kubayangkan dan aku tidak akan sanggup untuk tidak memiliki dia dalam hidupku. Mungkin tidak mengapa bahwa aku tidak memiliki cintanya. Sungguh tak apa. Aku lebih takut kenyataan bahwa apabila cinta ini diwujudkan, dan ditumbuhkan bersama, aku khawatir akan ada yang tersakiti. Dan akan jauh lebih sakit apabila dia yang tersakiti. Atau yang lebih mungkin terjadi, dia akan lari tunggang-langgang saat tahu apa yang sebenarnya aku rasakan terhadapnya. And, that’s horror.


Namun pada akhirnya, aku menyerah pada rasa sesak. Aku lelah menahan rindu yang membuncah. Maka untuk 30 hari berikut, (yah aku tak tahu apakah rasa ini tetap ada sampai 30 hari kedepan, tapi rasa-rasanya sih iya), aku akan beranikan diriku untuk bercerita. Tentang cinta, tentang aku, tentang dia yang tidak pernah berani ku mention.


~ Oleh @ninanenen

No comments:

Post a Comment