Tentang 30 Hari Cerita Cinta

Showing posts with label Catatan Kecil Lelaki Pemetik Hujan. Show all posts
Showing posts with label Catatan Kecil Lelaki Pemetik Hujan. Show all posts

22 September 2011

Sakit

Sheyla membalik catatan peninggalan Reyhan ke halaman berikutnya. Namun hanya halaman kosong yang dia temui. Sampai ke beberapa halaman berikutnya catatan itu kosong. Tak ada tulisan sama sekali. Kemudian Sheyla teringat suatu kejadian. Suatu kejadian yang selanjutnya merubah keadaan. Mungkin karena itulah catatan ini kosong.
Suatu siang di sekolah, saat Reyhan dan Sheyla pulang bersama. "Rey, kamu kenapa? Wajahmu kok pucat gitu? Kamu sakit?" Tanya Sheyla pada Reyhan yang terlihat sedikit berbeda. Wajanya pucat dan kelihatan sangat lemah. "Rey, kamu sakit Rey?" Tanya Sheyla sekali lagi. Reyhan menggeleng, "Nggak, aku nggak apa-apa kok. Cuma sedikit kecapek an."
Meskipun Rey menjawab begitu, tetap saja Sheyla kelihatan khawatir melihat kondisi Reyhan yang seperti itu. Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan pulang setelah mengambil sepeda di parkiran. Di perjalanan Sheyla sesekali terus menengok ke arah Reyhan. Wajahnya benar-benar pucat.
Tiba-tiba... "Reeeey!!!" Sheyla mendadak menghentikan sepedanya. Membiarkannya roboh. Berlari ke arah Reyhan yang terjatuh dari sepedanya. Dia tak sadarkan diri. "Toloooong...  toloooong!!!", Sheyla berteriak meminta tolong. Beberapa orang pemuda kemudian bergegas mengangkat tubuh Reyhan dan membawanya ke Rumah Sakit.
***
Di sebuah bangsal rumah sakit. Seorang gadis yang masih berseragam SMA menunggui seorang pasien. Sheyla. Di depannya Reyhan terbaring tak sadarkan diri. Wajahnya pucat pasi. Di pipinya masih terlihat bekas air mata yang tadi mengalir.
Di depan rumah sakit seorang ibu tergesa-gesa membayar ongkos taksi. Lalu dengan setengah berlari dia memasuki rumah sakit. Ia berjalan cepat. Wajahnya nampak sangat cemas. Ibu Reyhan, datang ke rumah sakit setelah mendapat kabar dari Sheyla, kalau tadi siang Reyhan pingsan di jalan saat pulang sekolah.
Tiba-tiba pintu bangsal tempat Reyhan dirawat terbuka. Sheyla menoleh. "Tante...", kata Sheyla pada Ibu Reyhan. Dengan wajah cemas Ibu Reyhan, memandangi Reyhan yang terbaring, lalu memandang Sheyla. "Reyhan kenapa La?", tanyanya pada Sheyla.
"Sheyla, juga nggak tahu tante. Tadi di sekolah, wajah Reyhan kelihatan sangat pucat. Sheyla tanya apakah dia sakit atau tidak. Tapi Reyhan bilang dia baik-baik saja. Saat pulang lalu tiba-tiba Reyhan pingsan gitu tante."
Ibu Reyhan lalu memandangi tubuh anaknya yang terbaring tak sadarkan diri. Wajahnya sedih bercampur cemas. Baru kali ini Reyhan sakit seperti ini. Dalam hati dia terus berdo'a semoga semuanya baik-baik saja. Dan tak terasa sesuatu yang hangat mengalir dari pipinya.
Kemudian ruangan itu hanya diselimuti keheningan. Baik Sheyla maupun ibu Reyhan tak ada yang berbicara. Sesekali Ibu Reyhan mengusap kepala anaknya itu. Tiba-tiba seorang suster masuk, "Ibu Ratna". Ibu Reyhan pun berdiri, "Ya Suster, ada apa?". "Maaf Bu, Ibu dipanggil dokter. sudah ditunggu di ruangannya", kata suster tersebut. Jantung sang Ibu langsung berdegup. Perasaannya tiba-tiba menjadi tidak nyaman. Semakin cemas.
Lalu ibu Reyhan mengikuti  suster tersebut ke ruangan dokter yang dimaksud. "Suster, anak saya kenapa ya?", tanyanya pada suster tersebut. "Nanti Dokter akan menjelaskan semuanya pada Ibu, sekarang ibu tenang saja." Walaupun suster berkata seperti itu, tetap saja hatinya tak bisa tenang.
Akhirnya mereka sampai di ruangan dokter yang dimaksud. Suster tadi mempersilahkan ibu Reyhan masuk.

-bersambung-


~ (oleh @penuliscemen)

19 September 2011

Cemburu

7 April 2009
Tadi siang Sheyla pergi dengan Hendro. Entah kemana, aku juga tak tahu. Padahal, aku ingin mengajaknya mengambil beberapa foto. Tapi karena dia tak ada, aku hanya berangkat sendiri. 
Tapi entah kenapa selama mengambil foto pikiranku hanya pada Sheyla. Aku tak bisa fokus. Beberapa foto yang kuambilpun hasilnya kurang memuaskan. Akhirnya aku memutuskan pulang.
Aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya pada Sheyla. Walau kami sudah bersahabat semenjak kecil, aku tidak pernah memikirkan Sheyla seperti saat ini. Perasaan ini aneh, bukan seperti perasaan seorang sahabat. Apa karena dia jalan dengan Hendro? Lalu kenapa aku begitu memikirkannya?
Ataukah aku cemburu? Tidak. Aku tidak yakin itu. Kami sudah bersahabat semenjak kecil. Bahkan kedekatan kami nyaris seperti saudara. Kenapa aku harus cemburu. Dia shabatku. Bukan pacarku. 
Aku berharap Tuhan segera memberi jawaban atas ini semua.
-Selamat Malam-
***
9 April 2009
Pagi ini Sheyla terlihat sangat ceria. Senyum pecah di bibirnya. Dan aku merasa senyumnya pagi ini sangat manis. Entah mimpi apa dia semalam. Tapi aku ikut senang melihatnya ceria begini.
"kamu kenapa sih kelihatannya bahagia banget hari ini? Lagi banyak rejeki ya?", tanyaku pada Sheyla.
"Hmm.. ya karena ada sesuatu yang menyenangkan"
"Iya deh yang lagi senang... tapi senang kenapa?"
"Ntar deh aku kasih tahu", jawabnya sambil tersenyum.
***
Saat bel istirahat berbunyi Sheyla tampak terburu-buru keluar kelas. Sepertinya ada janji dengan seseorang. Aku pergi bersama Beni menuju kantin. Cacing di perutku sudah minta makan.
Seperti biasa jam istirahat seperti ini kantin sangat ramai dengan siswa-siswa yang kelaparan. Contohnya aku dan Beni, kelaparan dari pagi karena belum sarapan.
Aku dan Beni memesan nasi goreng. Tapi sehabis memesan makanan kami kebingungan mencari tempat duduk. Semua tempat duduk sudah penuh. Tampaknya kami sedikit telat ke kantin.
Ditengah kebingunganku mencari tempat duduk aku melihat Sheyla di salah satu sudut kantin. Aku ingin memanggilnya. Tapi dia sedang duduk bersama seorang cowok. Itu Hendro. Aku cukup tercengang. Mereka berdua tampak akrab sekarang. Mereka tampak berbincang dengan hangatnya. Beni yang bersamaku juga keheranan. Karena mereka belum lama putus.
Akhirnya aku dan Beni mendapatkan sebuah tempat duduk di pojok. Tapi aku tak melepas pandanganku ke arah Sheyla yang tengah asyik mengobrol bersama Hendro.
"Rey, kenapa loe liatin si Sheyla ama Hendro terus? Makanan loe tuh abisin"
"Nggak ada sih. Gue cuma heran aja."
"Heran kenapa? Heran mereka balikan lagi?"
Aku cuma mengangguk.
"Biasa aja sih menurut gue"
"Biasa gimana?"
"Ya biasalah, namanya juga hubungan. Putus nyambung, bertengkar mah biasa. Apalagi jaman sekarang. Udah banyak yang kayak gitu"
Aku cuma diam mendengar pendapat Beni. Menurutku Beni ada benarnya juga. Kebanyakan orang memang tidak pikir panjang sebelum melakukan sesuatu, termasuk mutusin pacar. Padahal mereka sebenarnya mereka masih sayang.
Tapi kenapa aku memikirkan itu? Toh hubungan Sheyla dan Hendro tak ada sangkut pautnya denganku. Sebagai sahabat aku ikut bahagia jika Sheyla juga bahagia.
***
Apa yang aku lihat tadi siang tak mau lepas dari pikiranku. Entah mengapa aku menjadi gelisah seperti ini. Kadang aku merasa kesal, teringat apa yang aku lihat di kantin tadi siang.
 Ah, aku makin tak mengerti.
-Selamat Malam-
***
10 April 2009
Perasaanku semakin tak terkendali. Sekarang aku tahu aku memang cemburu. Cinta telah datang tanpa kuduga. Ternyata benar, cinta bisa tumbuh dari sebuah kedekatan.
Ini benar-benar diluar kendaliku. Perasaan ini tumbuh begitu saja. Jangan salahkan aku sekarang. Perasaan ini sudah terlanjur ada. Untuk sementara ini masih bisa kukendalikan.
Aku percaya semua Tuhan yang punya rencana. Tapi kenapa perasaan ini justru tumbuh sekarang. Di saat Sheyla kembali pada kekasihnya. Keadaan ini makin menambah siksaan saja. Makin membuat perih.
Saat ini aku hanya bisa diam. Diam-diam mencintai Sheyla. Merahasiakan semua. Ini demi kebaikan Sheyla. Aku akan nikmati semuanya sendiri dan diam-diam. Menunggu waktu yang tepat untuk Sheyla mengetahui semuanya.
-Sabtu, dan aku cemburu-
-Selamat Malam-



~ (oleh @penuliscemen)

16 September 2011

Catatan Kecil Lelaki Pemetik Hujan : Awal Mula

Sheyla menghapus air matanya. Ia pun melanjutkan membaca catatan peninggalan Reyhan.
6 Maret 2009
Pagi ini luar biasa, matahari bersinar terik, sepertinya dia sedang senang. Dan dengan senang pula aku segera berangkat ke rumah Sheyla dengan sepeda seperti biasanya. Aku berharap Sheyla tidak telat lagi bangun hari ini. Karena kalau Sheyla telat, sepertinya kami akan ketinggalan pelajaran pertama.
Aku tak jauh lagi dari rumah Sheyla, tinggal beberapa meter. Kuharap Sheyla sudah siap berangkat dan aku tak perlu menunggu.
Yak, akhirnya sampai. "Sheylaaa... Oooo Sheylaaa! Ayoo kita berangkat, udah hampir telat nih", aku memangilnya dari depan halaman rumahnya. Tiba-tiba pintu rumahnya terbuka, tapi ternyata itu mamanya. "Nak Reyhan, tunggu sebentar ya, seperti biasa Sheyla bangunnya telat lagi. Anak itu emang susah dibangunin".
"Ya Tante, nggak apa-apa kok."
"Sheylaaa.. ayooo cepetan, Reyhan udah nungguin nih"
"Iya Maaa, sebentaaaar". Lalu sheyla keluar sambil nyengir, pasang wajah tanpa dosa, membuat aku jadi geleng-geleng kepala.
"Eh malah nyengir, Reyhan udah nungguin tuh dari tadi".
"Iya iya maaf. Mama aja yang cerewet, Reyhan diem aja tuh".
"Kamu itu ya, ada aja jawabnya. ya udah berangkat sana, udah jam berapa ini?"
"Iya, Assalamu'alaikum Ma. Aku berangkat dulu", sheylapun mencium tangan mamanya.
"Wa'alaikum salam. Hati-hati"
"La, sepeda kamu mana?", aku bertanya karena biasanya sheyla bawa sepeda sendiri.
"Rey, hari ini kamu boncengin aku ya? Sepeda aku kempes. ya Rey ya??". Wajah memelasnya membuat aku tak berdaya.
"Kamu tuh ya, udah telat, minta diboncengin lagi", tiba-tiba mamanya nyeletuk sambil geleng-geleng kepala.
"Nggak apa-apa kok Tante", kataku pada mama nya. "Ayo buruan naik udah telat nih". Sheyla pun segera duduk di boncengan sepedaku. 
 Akupun pamit pada mamanya,"Tante, kami berangkat dulu ya, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum Salam, hati-hati di jalan."
***
Di perjalanan.
"Kamu kok telat terus sih? sesekali bangun pagi kenapa?"
"Susah Rey, pengennya sih nggak bangun bangun... hehe"
"Hush, ngawur kamu, ntar beneran batu tahu"
"Maap, cuma bencanda. Ayo ngebut dong Rey, udah telat nih"
"Ya elah nih anak, kamu mau di timpuk pake wajahnya Christian Sugiono. Udah telat minta ngebut lagi. Mana badan kamu berat lagi. Berapa gentong sih makannya tadi?"
"Enak aja berat, aku udah diet tau, kamu aja kali yang lemes belum sarapan"
"Udah ah berisik, bentar lagi nyampe nih, berdo'a aja mudah-mudahan gerbangnya belum tutup."
Kemudian Sheyla hanya diam. Beberapa menit kemudian kamipun sampai di sekolah. Dan benar saja, gerbangnya sudah ditutup. Tapi masih ada jalan masuk. Di belakang sekolah ada bagian tembok pembatas yang bolong. Disana biasanya anak-anak yang telat atau mau cabut  keluar masuk. Sheyla pun mengajakku lewat disana.
"Tuh kan bener gerbangnya udah tutup, kamu sih telat lagi"
"Jangan nyalahin aku dong"
Kamudian kami saling pandang.
"Kita lewat jalan belakang aja gimana?", Sheyla memberi ide.
"Ah ide bagus, tapi aku nitip sepeda dulu di warungnya Mak Siti."
Akhirnya setelah menitipkan sepeda di warung Mak Siti, aku dan Sheyla menuju tembok bolong di belakang sekolah. Dan kamipun berhasil masuk ke lingkungan sekolah. 
"Sekarang kita mau kemana nih? Kalau masuk pasti kena marah sama sama Bu Hanif"
"Kita ke taman samping yuk, yang dekat kelas satu. Gue mau ngelukis nih."
"Ntar kelihatan sama Kepsek gimana?"
"Ye elah takut amat sih Rey, ketahuan ya tinggal kabur"
"Ya udah, yuk kesana"
Aku dan Sheyla kemudian pergi menuju taman kecil dekat ruang kelas satu. Sheyla kemudian duduk di rumput dan mengeluarkan sebuah buku gambar kecil dan pensil. Sedangkan aku sibuk memperhatikan beberapa bunga di sana. Sementara kulihat Sheyla mulai sibuk menggambar. "La, mawarnya mekar nih" kataku sambil menuntuk sebuah mawar. Tapi Sheyla masih saja sibuk dengan buku gambarnya.
Aku penasaran, apa yang sedang digambar Sheyla. Aku pun duduk disampingnya melihat gambarnya. Ternyata dia sedang menggambar Hendro. Hendro adalah mantan Sheyla. Hubungan mereka berakhir menyakitkan. Hendro selingkuh dengan sahabat dekat Sheyla. Wajar kalau dia sangat sakit hati. Tapi aku tak mengerti kenapa dia malah menggambarnya.
"Kenapa kamu masih menggambar wajahnya? Bukankah dia sudah...." 
Sheyla memotong perkataanku, "Aku  tahu Rey, aku tahu...."
Kemudian suasana hening. Aku yang masih tak mengerti hanya memperhatikannya menggambar. Kemudian tiba-tiba dia berkata.
"Aku yakin semua orang bisa berubah, bisa menjadi lebih baik"
"Kok tiba-tiba kamu ngomong gitu, perasaan dulu kamu sakit hati banget gara-gara si Hendro. Jangan-jangan..."
"Semalam dia nelfon aku, dia minta maaf dan janji akan berubah"
"Terus kamu percaya?"
"Aku nggak tahu Rey, aku bingung, entahlah..."
Aku hanya diam, memperhatikannya yang terus menggambar. 
"Sesekali gambar aku kek yang dibikin"
"Males ah, wajah kamu absurd, susah ngegambarnya.. hahaha", Sheyla ngeledek aku sambil ketawa.
"hah dasar, ntar jatuh cinta sama orang jelek baru tahu rasa kamu"
"Maap maap, cuma becanda, jangan marah gitu dong, ntar tuh muka makin absurd.. ahahaha", Sheyla makin ngeledek aku.
"Sialaaaaan nih bocah, ingat ya kamu pulangnya sama aku"
"Eh... ngancem nih?"
"Hahahaha...." kamipun tertawa bersama. 
Bel pergantian jam pelajaran pun berbunyi. Aku dan Sheyla segera menuju ruang kelas kami dan belajar dengan tenang.
***
Bel pertanda istirahat pun berbunyi. Aku dan Sheyla merapikan buku pelajaran. Tiba-tiba...
"Sheyla....!"
Terdengar seseorang memanggil. Ternyata itu Hendro yang sudah berdiri di pintu kelas. Hendro pun menghampiri aku dan Sheyla.
"La, gue minta waktu loe sebentar boleh. Ada sesuatu yang mau gue omongin."
Sheyla lalu melihat ke arahku. Seolah bertanya 'gimana nih?'. Aku pun hanya mengangkat bahu mengisyaratkan  'terserah kamu'. Dan Sheyla pun mengangguk. Sheyla dan Hendro pun pergi, entah kemana aku juga tak tahu. Mungkin ke kantin. Aku hanya melihat mereka menghilang keluar kelas.
Tapi aku merasa ada yang aneh pada diriku. Ada perasaan entah apa namun sangat mengganjal. Aku hanya merasa tidak suka melihat Sheyla jalan dengan Hendro seperti itu. Dan aku semakin merasa tidak nyaman dengan perasaan ini.
Pelajaran telah dimulai lagi. Dan Sheyla menjadi aneh. Dia tiba-tiba hanya diam. Diamnya aneh, bukan karena dia sedang serius belajar. Tapi entahlah, pulang sekolah nanti akan kutanyakan.
Perjalanan pulang penuh keheningan, karena sepanjang jalan Sheyla cuma diam. Sampai akhirnya aku membuka pembicaraan.
"La, kamu kenapa dari tadi kok diem? Sakit?"
"Nggak ada apa-apa kok Rey, cuma kurang enak badan aja"
"Oh ya udah, mungkin kamu butuh istirahat"
Lalu kemudian Sheyla diam lagi sampai dirumahnya.
AKu tak mengerti. Tak mengerti dengan sikap diam kamu.  Dan aku lebih tak mengerti dengan perasaanku sendiri. Ada perasaan aneh. Dan sampai aku menulis catatan ini, semua masih gelap tak terjawab. Dan sepertinya aku harus menutup catatanku malam ini dengan sebuah teka-teki.
Selamat Malam


- (oleh @penuliscemen - http://penuliscemen.com)

15 September 2011

Catatan Kecil Lelaki Pemetik Hujan: Yang Terlupakan

Tangan Sheyla masih bergetar menatap tulisan di halaman pertama buku peninggalan Reyhan itu. Tangannya seketika layu, membeku. Tak kuasa dirinya membalik ke halaman berikutnya. Akhirnya Sheyla menutup kembali buku tersebut, meletakkannya di rak buku miliknya.
Mungkin suatu hari, saat hatinya telah siap dan kesedihan sejenak memudar barulah ia akan membaca buku itu. Sekarang, dia merasa belum sanggup. Membaca buku itu sekarang seperti menambahkan jeruk nipis pada goresan luka yang masih baru. 
***
Waktu ternyata tak mau menunggu. Terus berlari. Sheyla pun telah lulus SMA dan diterima di salah satu perguruan tinggi. Dan di suatu sore, saat Sheyla mengepak buku-buku yang akan dibawa ke kost nya, tiba-tiba sebuah buku terjatuh dari tumpukan buku yang dipindahkannya. Buku berkulit hitam, yang sedikit lusuh.
Sheyla kemudian memungut buku tersebut, membersihkannya. Perlahan ia membuka buku tersebut. Tangannya bergetar. Perlahan dia membalik buku tersebut, dan tertulis: "Catatan Kecil Lelaki Pemetik Hujan untuk Wanita Pelukis Senja". Dan seketika bayangan masa lalu berkelebat dalam kepala Sheyla. Menyambar tiba-tiba. Seperti petir di siang bolong. Ini catatan yang dulu ditinggalkan Reyhan untuknya, sebelum kepergiannya. Catatan yang terlupakan, sekian lama tersembunyi di rak bukunya.
Sheyla pun membalik halaman berikutnya. Dan:

3 Maret 2009
Untukmu Sheyla

Hari ini, adalah hari dimana aku memulai catatan ini. Ya catatan, hanya sebuah catatan kecil. Aku memberi nama catatan ini sebagai "Catatan Kecil Lelaki Pemeluk Senja untuk Wanita Pelukis Senja". 

Di halaman pertama ini aku akan menjelaskan kenapa aku menuliskan catatan ini. Oke aku akan mulai bercerita, mudah-mudahan kamu nggak bosan. 
Kita sama-sama tau kalau kita sudah bersahabat semenjak kecil. Bahkan semenjak kita masih salah mengucapkan nama satu sama lain. Kita lalu tumbuh bersama, di lingkungan yang sama. Sampai saat aku menulis ini kira-kira sudah 17 tahun lebih kita bersama.

Dulu yang ada dihatiku hanyalah perasaan seperti seorang saudara, nggak lebih. Perlahan, kebersamaan kita membuat semuanya berbeda. Berbeda dan makin jelas perbedaannya. Ada rasa-rasa aneh yang mulai timbul. Rasa-rasa yang sulit diungkapkan. Aku takut itu yang orang-orang sebut sebagai cinta. Aku benar-benar takut. Takut cintaku malah menimbulkan kebencianmu.

Maka diam-diam aku menikmati perasaan cintaku sendiri. Awalnya mudah dan jalannya kulihat datar-datar saja. Tapi selanjutnya apa, perasaan ini seperti surat tanpa alamat tujuan. Tak tahu harus ku kirim kemana. 

Sekarang biarlah surat ini benar-benar tanpa alamat. Semua kutuliskan sebagai catatan disini. 
Aku tahu suatu saat nanti kamu akan membaca catatanku ini. Agar tidak bosan, aku akan menuliskan semuanya seperti sebuah cerita. Jadi di halaman berikutnya kamu akan seperti menonton semua adegan yang kita lalui bersama.

Reyhan

Sehabis membaca halaman pertama tersebut tubuh Sheyla berguncang. Perlahan ssesuatu yang hangat mengalir di pipinya, lalu jatuh menetes, membasahi catatan tersebut.

-Bersambung-



- (oleh @penuliscemen - http://penuliscemen.com)

14 September 2011

Catatan Yang Terlupakan

Tangan Sheyla masih bergetar menatap tulisan di halaman pertama buku peninggalan Reyhan itu. Tangannya seketika layu, membeku. Tak kuasa dirinya membalik ke halaman berikutnya. Akhirnya Sheyla menutup kembali buku tersebut, meletakkannya di rak buku miliknya.
Mungkin suatu hari, saat hatinya telah siap dan kesedihan sejenak memudar barulah ia akan membaca buku itu. Sekarang, dia merasa belum sanggup. Membaca buku itu sekarang seperti menambahkan jeruk nipis pada goresan luka yang masih baru.
***
Waktu ternyata tak mau menunggu. Terus berlari. Sheyla pun telah lulus SMA dan diterima di salah satu perguruan tinggi. Dan di suatu sore, saat Sheyla mengepak buku-buku yang akan dibawa ke kost nya, tiba-tiba sebuah buku terjatuh dari tumpukan buku yang dipindahkannya. Buku berkulit hitam, yang sedikit lusuh.
Sheyla kemudian memungut buku tersebut, membersihkannya. Perlahan ia membuka buku tersebut. Tangannya bergetar. Perlahan dia membalik buku tersebut, dan tertulis: "Catatan Kecil Lelaki Pemetik Hujan untuk Wanita Pelukis Senja". Dan seketika bayangan masa lalu berkelebat dalam kepala Sheyla. Menyambar tiba-tiba. Seperti petir di siang bolong. Ini catatan yang dulu ditinggalkan Reyhan untuknya, sebelum kepergiannya. Catatan yang terlupakan, sekian lama tersembunyi di rak bukunya.
Sheyla pun membalik halaman berikutnya. Dan:

3 Maret 2009
Untukmu Sheyla

Hari ini, adalah hari dimana aku memulai catatan ini. Ya catatan, hanya sebuah catatan kecil. Aku memberi nama catatan ini sebagai "Catatan Kecil Lelaki Pemeluk Senja untuk Wanita Pelukis Senja".

Di halaman pertama ini aku akan menjelaskan kenapa aku menuliskan catatan ini. Oke aku akan mulai bercerita, mudah-mudahan kamu nggak bosan.
Kita sama-sama tau kalau kita sudah bersahabat semenjak kecil. Bahkan semenjak kita masih salah mengucapkan nama satu sama lain. Kita lalu tumbuh bersama, di lingkungan yang sama. Sampai saat aku menulis ini kira-kira sudah 17 tahun lebih kita bersama.

Dulu yang ada dihatiku hanyalah perasaan seperti seorang saudara, nggak lebih. Perlahan, kebersamaan kita membuat semuanya berbeda. Berbeda dan makin jelas perbedaannya. Ada rasa-rasa aneh yang mulai timbul. Rasa-rasa yang sulit diungkapkan. Aku takut itu yang orang-orang sebut sebagai cinta. Aku benar-benar takut. Takut cintaku malah menimbulkan kebencianmu.

Maka diam-diam aku menikmati perasaan cintaku sendiri. Awalnya mudah dan jalannya kulihat datar-datar saja. Tapi selanjutnya apa, perasaan ini seperti surat tanpa alamat tujuan. Tak tahu harus ku kirim kemana.

Sekarang biarlah surat ini benar-benar tanpa alamat. Semua kutuliskan sebagai catatan disini.
Aku tahu suatu saat nanti kamu akan membaca catatanku ini. Agar tidak bosan, aku akan menuliskan semuanya seperti sebuah cerita. Jadi di halaman berikutnya kamu akan seperti menonton semua adegan yang kita lalui bersama.

Reyhan

Sehabis membaca halaman pertama tersebut tubuh Sheyla berguncang. Perlahan ssesuatu yang hangat mengalir di pipinya, lalu jatuh menetes, membasahi catatan tersebut.


13 September 2011

Catatan Kecil Lelaki Pemetik Hujan #1

Reyhan

bin

Soemitro

Lahir : 13 Januari 1992

Wafat : 7 Oktober 2010

"Sheyla, kamu yang sabar ya Nak". Sheyla hanya mengangguk pelan. Air mata belum juga berhenti mengalir di pipinya. Kepergian Reyhan memberikan pukulan sekaligus kedukaan yang sangat baginya. Bagaimana mungkin ia dapat melupakan Reyhan? Sahabat semenjak kecil yang sekarang membuatnya jatuh cinta.

Sheyla, memegangi batu nisan makam Reyhan. Seolah-olah dia sedang mengusap kepalanya. Ibu Reyhan yang melihat itu semakin sedih melihatnya. Hatinya Ibu Reyhan memang sedih atas kematian Reyhan. Tapi hatinya lebih remuk melihat kesedihan Sheyla. Hanya Rina, adik Reyhan yang terlihat tabah dan tegar atas kehilangan kakaknya.

Gerimis mulai turun. Sepertinya hari ini langit turut berduka. Menangis sedalam-dalamnya.

"Sheyla, kita pulang yuk Nak", ajak Ibu Reyhan pada Sheyla. Sheyla pun menurut, tapi terus menerus memandangi makam Reyhan. Ia masih tak rela. Namun apa daya, Sheyla sadar ini adalah kehendak Tuhan. Tuhan yang punya cerita di balik semua ini.

***

Langit benar-benar meluapkan kesedihannya pada bumi. Menangis erat dalam pelukan bumi. Seolah ikut merasakan apa yang dirasakan Sheyla. Sheyla memandang kosong ke luar jendela yang dibasahi hujan, yang semenjak kemarin belum juga berhenti. Bayangan-bayangan bersama Reyhan berkelebat. Bulir-bulir hujan yang turun membawa senyum-senyum Reyhan.

Segala rasa bercampur aduk. Marah, marah pada Tuhan mengapa ia mengambil Reyhan di usianya yang begitu muda. Disaat ia mulai mencintai Reyhan. Disaat semua rasa tumbuh dengan suburnya. Sedih sangat sangat sedih itu pasti. Namun nyatanya ia tak dapat berbuat apa-apa. Tak ada seorangpun yang bisa melawan kehendak yang kuasa.

Di saat Sheyla sedang bermenung itulah Ibu Reyhan datang berkunjung. Namun tak sedikitpun Sheyla pedulikan. Ia masih saja memandangi hujan di luar sana. Lalu Ibu Reyhan mencoba memulai percakapan. "Sheyla, Ibu tahu nak kamu sangat sedih atas kepergian Reyhan. Ibu sangat mengerti apa yang kamu rasakan. Tapi jangan terlalu lama bersedih Nak. Di sana, Reyhan ingin melihat kamu tetap tersenyum." Namun Sheyla tetap bergeming. Ia lalu mengukir jendela yang berembun, mengukir nama Reyhan. Kemudian menghapusnya.

"Sheyla, ini ada sesuatu yang ditinggalkan Reyhan untukmu Nak. Reyhan menitipkan ini sebelum kepergiannya. Sebuah catatan. Katanya ini untukmu. Ibu juga tak tahu apa isinya." Ibu Reyhan lalu meletakkan buku tersebut di atas meja belajar Sheyla. Lalu pergi meninggalkan Sheyla yang masih menatap hujan.

Dari tempat duduknya Sheyla melihat buku tersebut. Buku kecil, tampak seperti sebuah diary. Ia kemudian berjalan dan duduk di meja belajarnya. Di bukanya buku tersebut. Dan di halaman pertama tertulis :

"Catatan Kecil Lelaki Pemetik Hujan"

untuk

"Wanita Pelukis Senja"

- Oleh @penuliscemen - http://penuliscemen.com/