Tentang 30 Hari Cerita Cinta

18 September 2011

Delapan #5

Setelah aku paparkan detail kejadian itu pada bunda, ia merespon dengan sebuah napas berat. Aku menunduk. Mensugestikan pada bunda dalam hati, "Ayolah Bun, kasih Anggi satu kalimat paling engga. Satu aja Bun..", berkali-kali. Lama kutunggu sesuatu meluncur dari lisannya, namun tak kunjung terdengar. Pada akhirnya aku menyerah dan bertanya, "Jadi menurut bunda, Anggi yang salah atau engga sih?". Ia tersenyum sepersekian detik. Senyum yang sama sekali tak menyalahkan. "Engga, Ndhok. Kamu ngga salah. Hmm cintaaa cinta..", bunda mendecakkan lidahnya, lalu tersenyum lagi dan pergi. Lega menyelimuti perasaanku. Walau aku tau karena aku adalah anaknya, makanya bunda tak menyalahkanku, tapi dengan itu, cukup menghibur dan membuatku senang.


Milan adalah apa yang disebut Dini dengan pacar. Pacarku, tentu saja. Aku mengirimnya pesan seminggu setelah mendapat nomor cantik itu.


Halo, putra ranah Minang-kah?
Terkirim: Milan


Lama kutunggu jawabnya. Aku gelisah selama itu. Barulah dua hari setelahnya ia membalas pesanku, yang bahkan sudah tak ingat bahwa aku pernah mengirimnya.


Batua (benar). Siapa ni?
Terima: Milan


Aku bingung ingin membalas apa. Aku tak punya ide untuk meneruskan percakapannya. Yang tergambah olehku, hanya ingin tau mengapa dia memilih sekolah di kota ini.




~ (oleh @captaindaa)

No comments:

Post a Comment