Tentang 30 Hari Cerita Cinta

14 September 2011

Tattoo Kunci - "Asbak untuk Serpihan Hati"

Ingatanku melayang ke tahun 2006 silam. Saat itu aku harus survive untuk diriku sendiri. Di umurku yang baru ke-19 tahun, I have to struggle for my own life. Di saat semua teman-temanku ber-Euphoria karena ini tahun pertama kami seharusnya merasakan bangku kuliah, menuntut ilmu tanpa memakai seragam . Tapi aku harus merelakan itu semua, aku mulai mencari-cari kerja untukku bertahan hidup. Karena aku sudah berjanji ke orang tua-ku, terutama Bapak, selulusnya aku SMA nggak akan minta uang lagi ke beliau. Maka, aku putuskan untuk bekerja. Mencari kerja sana-sini.
Suatu malam di Warnet tempatku biasa menghabiskan waktu,
"mas Ivan, boleh pinjem asbak?" tanyaku yang kebingungan mencari-cari asbak untuk abu rokok-ku. Mas operator ini lantas mencarikanku asbak di dapur. Di depan meja operator mas Ivan, segerombolan pemuda yang sering aku liat lagi asik ngobrol-ngobrol, lalu salah seorang nyeletuk,
"tuh Ya... kasih tangan lo aja! Mau buang abu rokok!"
si orang yang dipanggil "ya" ini, berpotongan tinggi, botak dan berkulit gelap menyaut, "jangankan abu rokok, serpihan hati neng juga sini aa' tampung dah!" ujarnya gombal sambil menyodorkan tangannya. #pffftt
hehe aku hanya ikutan ketawa, karena nggak tahu lagi harus seperti apa.
Akhirnya Mas Ivan ini keluar dari dapurnya dengan membawa asbak segitiga berwarna orange, aku kembali ke kubikel komputerku.
Karena keasikan surfing, nggak sadar ternyata sudah jam 2 malam. gawat! Bukannya aku takut dimarahin bapakku karena pulang sepagi ini, aku lebih takut ngebayangin jalan sendiri ke rumah, menyusuri gang kecil dan gelap ke arah rumahku. :|
Setelah log out komputer, aku kembali ke depan meja operator. Mas Ivan, operator yang biasa jaga nggak ada, digantikan oleh si cowok-tinggi-botak- berkulit gelap-tukang gombal ini.
"eh, Mas Ivannya mana?" tanyaku, "mau bayar nih."
Dia bukannya menjawab keberadaan mas Ivan, malah ngoprek komputer operator, "jadi 15.000, Sar..."
ahh yaudahlah, aku bayar dengan selembar 20.000-an, lalu dia mengembalikannya sambil bertanya, "pulang kemana, Sar..?"
ciih, sok-sokan manggil namaku. Mentang-mentang namaku tertera di signing list komputer clients. :(
"eh deket kok, disitu!" jawabku sekenanya.
"kenalin, gue Arya." katanya sambil menyodorkan tangannya. "mau gue anter gak? gak ngeri lo malem-malem gini jalan sendirian? belom lagi di depan situ biasanya banyak yang mabok."
beuuh berasa Bronx gak sih daerah rumahku? Etapi lumayann juga nih ada yang nemenin.
"heheh, gak apa-apa, udah biasa kok!" jawabku, bohong.
Walaupun aku menjawab nggak usah dianterin, dia tetep loh ngikutin aku berjalan pulang. How can I resist?
Dari semenjak itu, aku jadi sering mengobrol dengannya. Kadang di Warnet, kadang dia datang ke rumahku yang nggak jauh dari Warnet. Banyak yang bikin aku takjub setelah mendengar cerita-ceritanya. Cita-citanya sederhana dia ingin punya rumah di kampung, bekerja dengan berkebun jual sayuran di pasar, dan yang paling dia inginkan adalah menghajikan ibunya, orang tua semata wayangnya. Wooooh, baru banget nih aku denger yang kayak gini, anak muda jaman sekarang? CIta-citanya kayak gini, mulia banget yah? *okay ini agak lebay*
Setelah lama dekat, Arya beneran menjadi tempat penampungan serpihan hatiku. (#eaaa)
Dengan adanya Arya, hidupku mulai berubah. Dia mampu merubahku menjadi lebih baik. Aku tinggalkan kebiasaan merokok, minum alkohol dan begadang. Arya yang tak henti memberiku semangat mencari kerja sampai akhirnya aku mendapat pekerjaan yang layak. Dia yang selalu ada di setiap kesedihanku, iri terhadap teman-temanku yang lain karena mereka sibuk kuliah, Arya malah bilang, "kamu lebih beruntung!" cumann itu kata-katanya, tapi mampu membuatku bangkit lagi.
Arya, semangatku... pada waktu itu.
***



- (oleh @_citz - http://sisepatumerah.tumblr.com)

No comments:

Post a Comment