Tentang 30 Hari Cerita Cinta

22 September 2011

Annica #10

#10

Even If I have to choose it once again, I will still choose you. I love you, too…

- Annica -


"Kamu ada keperluan apa sih Ed?" tanya Nadira kesal
"Apa ada yang salah dengan aku nelpon kamu?"
"Ngga, ngga ada yang salah kok. Cuma aku bingung aja, ada apa lagi sih?" suara Nadira mulai emosi
"Aku cuma mau denger suara kamu kok" jawab Edrick pelan
"Ed, kita udah putus. Untuk apa lagi semua ini?" Nadira mulai menurunkan nada bicaranya, terdengar hampir putus asa.
"Nad, I can't stop thinking of you"
"Kita tahu alasan kita putus kemarin kenapa, aku ngga bisa…"
"Nad, yang mengambil keputusan itu kamu. Kamu yang nantang kita buat putus" Edrick mulai terdengar emosional ketika Nadira mengungkit kejadian putus mereka hampir 2 bulan yang lalu itu "Kamu berteriak putus di telpon dengan aku Nad" sambung Edrick
"Tapi kamu juga setuju dengan hal itu"
"It's not our first time"
"Iya, dan bukan yang pertama kalinya juga kamu bohong sama aku. Apa sih susahnya bilang sama aku kalau kamu mau pergi ke Bali sama anak-anak? Seandainya Revan ngga bilang ke aku saat itu kalau dia mau ke Bali dan ada kamu, mungkin aku ngga akan pernah tahu."
"Nad, aku cuma ke Bali dan bareng sama temen-temen kita. That's not a big deal"
"See? Kamu bilang itu bukan masalah besar, persepsi kita beda Edrick. Buat aku itu sebuah kebohongan dan kita sama-sama tahu, aku ngga suka dibohongin Edrick"
"Nadira, aku ngga ada maksud buat bohong, waktu itu…"
"You promise me to come here at that time Edrick. Tapi bukannya kamu datang dan nengok aku disini, kamu malah pergi ke Bali sama anak-anak tanpa bilang sama aku"
"Kita kan udah bahas soal itu Nadira. Kamu tahu posisinya kenapa aku ngga bisa pindah ke China saat itu. Dan aku bukan ngga bilang ya, I told you that I want to go to Bali with Revan"
"Kamu bilang mau ke Bali pas udah di airport Edrick. Dan ya memang kita udah bahas, kamu udah jelasin ke aku alasannya apa sampai akhirnya kamu ngga bisa pindah kesini, tapi itu bukan jadi alasan kamu bisa pergi seenaknya ngga ijin sama aku Ed"
Edrick menarik napasnya pelan, sekali lagi mendengarkan semburan emosional Nadira, with the same reasons, seperti yang selalu terjadi dalam percakapan mereka dua bulan terakhir ini.
"Kenapa ngga kamu aja sih yang pulang ke Indonesia?" tanya Edrick putus asa
"Aku ngga mau, aku masih mau disini, aku baru kerja disini. Aku masih mau cari pengalaman disini, aku masih…"
"Iya iya Nad, kamu udah sering bilang alasan kamu ke aku soal itu. Dan kita juga udah tahu kan alasan aku ngga bisa pindah ke China kenapa, aku saat itu butuh refreshing Nad dan kebetulan anak-anak ngajakin ke Bali makanya aku ikut. Aku ngga bisa ke tempat kamu saat itu, karena kalau aku pergi maka keinginan aku buat stay disana dan deket sama kamu akan semakin kuat. Padahal aku ngga bisa ninggalin kerjaan disini Nad, Papa sakit dan hubungan aku sama Papa juga baru mulai membaik akhir-akhir ini. Please understand me Nadira…"
"Aku bisa mengerti kamu asal kamu jujur sama aku Edrick"
"Aku udah jujur sama kamu Nadira, aku uda jelasin ke kamu alasannya apa tapi kamu…"
"Stop it Edrick, we are going nowhere. Aku capek, aku ngantuk. It's late night here. Bye"
Nadira menutup telpon itu tanpa mendengarkan lagi jika masih ada argument atau alasan apapun dari Edrick.
Edrick melempar telpon genggamnya ke atas meja. Kesal. Edrick menghela napasnya dan merasa mendadak lelah dengan pertengkarannya barusan dengan Nadira.
Always end up like this.

Aku membuka-buka album photo milik Edrick di facebook. Aku meminjam ID Sherry untuk melihatnya karena sejak awal kenal Edrick tidak pernah meminta aku menjadi temannya di facebook padahal dia sudah menanyakannya ketika awal-awal kenal.
Masih ada banyak foto-foto Edrick bersama Nadira yang tersimpan di facebooknya dan status Edrick pun masih 'in a relationship' meskipun tidak tertulis dengan siapa. Tapi satu hal, Edrick dan Nadira tidak berteman lagi di Facebook meskipun masih ada beberapa foto di album milik Nadira. Kemungkinan besar Nadira yang men-delete Edrick.
Aku keluar dari account Sherry dan menutup window itu. Dan aku semakin gelisah.
Aku tahu aku mulai nyaman dengan semua perhatian Edrick. Dan aku senang menerima itu semua. Apalagi keluargaku juga tidak keberatan dengan kedekatan kami berdua, itu sudah seperti lampu hijau untuk aku.
Pengalaman pertamaku tidak berjalan baik karena memang keluargaku pun tidak setuju dan sejak saat itu aku memutuskan untuk hanya akan menjalani hubungan dengan seseorang yang disetujui oleh keluargaku.
Aku memang egois tapi aku tidak ingin ada di posisi yang berjuang membela hubunganku dan pacarku didepan keluargaku lagi, karena aku lelah. Hanya mengingat semua kejadian itu saja rasanya aku kembali merasakan beban berat itu lagi.
Setiap orang pasti akan merasakan kelelahan ketika kamu berjuang untuk seseorang, mempertahankan sebuah hubungan tapi ternyata yang kamu dapatkan hanya pengkhianatan di akhir ceritanya.

"Aku udah ngga mungkin main-main. Umur aku udah ngga muda lagi dan apalagi aku satu-satunya yang belum menikah di keluarga aku, jelas semua orang udah menanyakan kapan aku menyusul adikku, iya kan?" ucap Edrick dengan tegas
"Aku salut sama adik kamu, buat aku itu hebat lho. Mengambil keputusan buat married di usia yang masih muda, di usia yang justru sebenernya lagi memikirkan kesenangan diri sendiri."
Aku dan Edrick saat ini sedang makan malam, menghabiskan malam bersama lagi untuk kesekian kalinya. Obrolan diantara kami selalu mengalir dengan sendirinya. Edrick yang memang supel dan mampu membuat aku benar-benar nyaman membuat kami tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Dan entah siapa yang memulai, kami ada di pembicaraan seperti ini…
"Kamu siap kalo diajak married sekarang?"
"Hmm…it's difficult to answer it" jawabku setelah berpikir sejenak
"Kenapa?"
"Aku mau menikah tapi aku ngga pernah membayangkan kalau aku mau menikah sekarang ini."
"Mungkin karena kamu sendiri ngga ada bayangan kamu mau menikah dengan siapa iya kan?"
"Iya mungkin juga"
"Kapan target kamu mau menikah?"
"Mungkin sekitar 2 atau 3 tahun lagi ya"
"Dua tahun lagi aja ya…"
Aku menatap Edrick kaget dan lelaki yang sedang aku pandangi itu justru hanya tersenyum-senyum.
"Aku ngga akan disini dan melakukan semua hal itu kalau aku ngga ada rasa apapun sama kamu. Aku sayang sama kamu" Aku mendengarkan kata-kata yang terucap dari mulut Edrick dengan setengah takjub.
Iya, aku tahu kalau dia sangat perhatian.
Saat aku sakit, dia yang tiba-tiba datang ke depan rumahku dan mengantarkan sarapan, selama tiga hari berturut-turut tanpa diminta dan meski aku larang, dia tetap melakukannya.
Dia juga yang tiba-tiba muncul didepan pintu rumahku dan mau mengantarku ke dokter kemarin, dan dia juga yang dengan senang hati mengantarkan aku ke kantor dan menjemputku sepulang kantor.
Aku tahu seorang lelaki ngga akan dengan sukarela melakukan semua itu jika dia ngga ada maksud apapun. Tapi aku sendiri tetap masih merasa ngga percaya ketika mendengarnya berbicara seperti itu.
"Aku ngga tahu dari kapan tapi mungkin dari sejak kamu sakit, aku cuma merasa aku takut kehilangan kamu. Aku selalu merasa khawatir dengan keadaan kamu. Dan tambah hari semua perasaan itu semakin kuat. So, here I am telling you that I love you"
Aku speechless. Aku benar-benar kehilangan kata-kata.
Aku ngga mau bohong dengan perasaan aku sendiri. Aku pun merasa nyaman dengan semua waktu yang aku lewati bersama Edrick.
Dia perhatian, dia baik, dia sopan. Dan aku menikmati semua perasaan yang muncul ketika aku bersama dia.
"Apa yang kamu rasain Ann?" tanya Edrick ketika melihat aku terdiam dan hanya melamun sambil memainkan kentang goreng yang ada diatas piring didepanku.
Aku menatap wajahnya lama, memperhatikan wajahnya seusai dia mengucapkan semua kata-kata itu.
He looks blushing in this time.
"Aku ngga akan menemani kamu mengobrol sampai tengah malam ataupun berulang kali menerima ajakan kamu pergi, kalau seandainya aku pun ngga ada rasa apapun sama kamu"
Edrick tersenyum mendengar jawaban aku dan hanya menganggukkan kepalanya.
Hari ini, 16 April 2011, aku dan dia sama-sama mengakui perasaan yang kami simpan selama ini didalam hati kami.
Bukan lega yang kami rasakan tapi lebih kepada suatu kebahagiaan karena apa yang kami rasakan tidak salah.
"Aku bisa bilang kalau aku uda menyatakan perasaan aku sama kamu Ann"
"Well, kita bukan lagi abg yang harus pakai ritual pertanyaan mau ngga jadi pacar saya, iya kan?"

@annicasudj 11:11 thank you for loving me :)


~  (oleh @luillciousmey)

No comments:

Post a Comment