Tentang 30 Hari Cerita Cinta

22 September 2011

Recovery (pt. 2)

"JADI selama DUA BULAN terakhir kamu nikung aku, Dita?"
Hye-jin memberengut dengan mata yang semakin menyipit hampir membentuk garis. Aku tahu, dia dan Lisa pasti tidak tenang selama di kelas tadi karena ingin cepat-cepat menginterogasiku. Akhirnya, aku menceritakan pertemuan-pertemuan dengan Adrian – dengan sedikit editan di bagian malam saat aku kembali ke asrama.
"Ternyata, dia orangnya asyik, ya?" komentar Lisa sambil memotong pizza kimchi hasil eksperimen kami malam ini, ditambah wedang jahe yang aku buat.
"Tapi, tetep aja, Dit, dari jarak kurang dari dua meter auranya itu... langsung bikin speechless!"

"Awalnya, aku juga ngerasain hal itu," sahutku, "tapi, dia bisa ngubah suasana jadi hangat dan nyaman. He's friendly indeed."
"Terus?" Hye-jin jadi semakin penasaran. "Serius kalian cuma ngobrol gitu? There must be something why he's been watching you! Bukan hanya karena review  itu!"
Lisa menunjukku dengan spatulanya. "Idem!"
"Mungkin aja dia jarang ketemu cewek yang baca buku Mitch Albom," gumamku dengan bahu terangkat. Oke, saatnya mengalihkan topik pembicaraan! "Hei, gaun buat farewell party udah siap?"
Lagi, Hye-jin yang paling bersemangat menceritakan gaun modifikasinya. Ibunya seorang desainer terkenal di Korea dan menurunkan bakatnya pada putrinya. Hye-jin memodifikasi hanbok tradisionalnya – bagian lengannya diperpendek sampai sikut dan roknya yang mengembang dipangkas sampai selutut. Sederhana, tapi cantik dan manis dengan perpaduan warna putih dan merah muda.
Lisa tidak suka yang aneh-aneh – apalagi bergaya seperti Lady Gaga. Dia akan memakai tube-dress hitam dan stiletto. Umh, aku dan Hye-jin sudah tidak meragukan akan seelegan dan sesensual apa Lisa nanti. Italian girls, you know that, huh? Sementara aku akan memakai gaun baru rancangan Mitha – greek gown dengan motif batik berwarna biru keunguan.
"Katanya bakal ada guest star juga, lho!" ujar Lisa dengan alis terangkat.
"Si bintang tamu ini juga konon diundang langsung sama Tuan Ryjeka setelah nonton show-nya di New York sama anaknya yang vokalis band itu."

"Semoga bukan Bruce Springsteen, please?!*" kata Hye-jin. "Jangan yang berjaya di era-era Tuan Ryjeka masih muda."
"Nggak, nggak mungkin! Springsteen kemahalan dan Tuan Ryjeka 'senior' gitu juga suka, kok, ngedengerin All Time Low!" sanggahku mantap. Kami tentu tidak akan lupa hari dimana Tuan Ryjeka mengakhiri kelas dengan sebuah pertanyaan, *ada yang mau menemani saya menonton konser All Time Low malam ini?*
Lisa terkikik. "Yang pasti, farewell party-nya bakal keren! Rumah Tuan Ryjeka nggak jauh dari kampus, kan? Masih di sekitar perbukitan Appalachian, deket Sungai Hocking kalau nggak salah."
"That's gonna be an unforgetable party!"
Selesai makan malam, kami memutuskan untuk mengerjakan laporan. Di awal-awal bulan sebagai freshman, aku sempat stress mempelajari berbagai mata kuliah di jurusan ini. Tapi, aku tidak menyerah secepat itu! Nerva dan Mitha sering mewanti-wanti agar aku tidak lalai di dua semester awal dan, ya, hasilnya ternyata mengagumkan. Aku terjebak di sini.
Ponselku berdering saat aku sedang benar-benar konsentrasi menulis. Kalau bukan nama Ares yang muncul di lcd, aku mungkin akan mengabaikannya. Tanganku cepat-cepat menyambar ponsel, lalu keluar dari kamar untuk menjawab panggilannya.
"Ares?" Aku berhenti di ujung lorong asrama yang menghadap langsung ke halaman kampus. Langit malam ini ternyata sangat cerah dengan bintang dan bulan purnama. "Ada apa?"
"Kamu lagi sibuk, ya?"
"I-Iya, lagi ngerjain laporan terakhir."
"Maaf." *Hening sejenak. "Well, kasih kabar ya kalau kamu nanti pulang ke Indonesia*."
Mataku kembali memanas. "Itu sih pasti..."
Sebenarnya, Ares bisa saja mengirim email *atau SMS dan tidak usah repot-repot meneleponku. Jauh lebih murah, kan? Tapi, aku juga tidak menyangkal kalau... aku sangat merindukan suaranya.
"You know what," katanya sambil terkekeh, "tadi aku baru nemuin file di iPhone dan nemu satu audio file rekaman waktu kamu nyanyiin lagunya Tonight Alive itu*."
"AAAHHH!!!" Aku ikut-ikutan tertawa, tapi juga malu. "Terus kamu hapus atau gimana?"
"*Menurut kamu, bagusnya diapain?*"
Aduh, kenapa dia malah balik bertanya? "Aku kan nggak minta kamu rekamin
bagian itu. Jadi, terserah kamu mau diapain juga."

"*Oke*." Dia menarik nafas panjang. "*Aku masukin CD aja nanti*."
"Terserah." Obrolan ini jadi semakin garing. 
"*Uh, aku rasa kamu harus nyelesaiin laporan itu," *jeda sejenak, "Talk to you later, Jardine. Bye."
"*Bye... Sturgess."
Tadinya, aku sempat tergoda untuk meloncat ke halaman di bawah kalau tidak ingat ada laporan yang harus diselesaikan. Mendengar suara Ares tadi... oh, *wake up, wake up!!!*
Tinggal tiga minggu lagi, Dita, dan kamu akan pergi dari negara ini!


* **One last phone call from you, it wouldn't hurt too much*
* **Just like to hear your voice and pretend to touch*
* **Any inch of you that han't said it all or read it all or sung
*

* **My life away...*
(*Stars and Boulevards *- Augustana)
***


~ (oleh @artemistics)

No comments:

Post a Comment