Tentang 30 Hari Cerita Cinta

23 September 2011

Secret Admirer

"Minggu lalu bunga chryssant. Tepat dua bulan berturut-turut selalu ada kiriman bunga di depan rumahku. Ya ampun, Bimo, lebih baik dia nunjukin mukanya langsung deh, daripada dia ngirim bunga nggak jelas gitu," Bimo menirukan ekspresi centil Sophie saat membaca surat kiriman itu. Malam ini kau ditemani Bimo siaran Love Potion, dan kalian sedang membacakan satu surat secara bergantian seperti saat kau dengan Sophie. "Nah, kalau mukanya serem kayak Hulk trus ada codetnya apa kamu masih mau nerima dia, Put?"

Kau ngakak mendengar komentar Bimo. "Aku nggak suka kalau caranya kayak gini. Kesannya kayak dia nggak gentle gitu. Lebih baik dia ngomong aja terus terang, tujuannya apa ngirim-ngirim bunga kerumah kayak gitu."

"Tujuannya jelas dong, Put, dia pengen ngedeketin kamu tapi malu, soalnya mukanya ada panu-nya," potong Bimo. Kau menjitak kepalanya dengan scriptmu. Rusaklah sudah image mellow yang sengaja kau bangun malam ini karena Bimo.

"Bimo... ini bukan Ahjumma!" potongmu pura-pura kesal, padahal kau setengah mati menahan tawa. "Ngelucu sekali lagi kamu saya keluarkan dari team Love Potion!"

"Ampuuun ibu suri..." Bimo menerima kertas scriptmu yang sudah kau tandai dan mulai membaca kelanjutannya, sementara kau melepas headphonemu dan tertawa ngakak dibawah meja. "Nah, seminggu ini aku sengaja bangun lebih pagi dan berdiri di depan pintu rumah. Penasaran banget deh pokoknya. Tapi ternyata dia nggak datang. Begitupun besoknya, sampai tiga hari berturut-turut."

" Aku jadi heran, apa selama tiga hari ini dia sengaja nggak kirim bunga. Apa dia tahu kalau aku sengaja menunggu dia di depan rumah?" kau merebut kertas dari Bimo dan membaca bagianmu. "Padahal selama ini aku tidak melihat orang-orang mencurigakan yang lewat di depan rumah. Paling hanya loper koran, penjual sayur, dan dia nggak datang. Sama sekali."

"Mungkin dia bingung mau kasih bunga apa lagi. Bunga Citra Lestari? Mahal banget.. bayarnya perjam pula.." Kau menyodok rusuk Bimo sambil mengangsurkan script. Dia tak henti-hentinya membanyol disaat seperti ini.

"Kemudian, hari ke empat, aku tidak mendapat kiriman bunga. Melainkan hanya sepucuk surat. Dia bilang aku tidak perlu menunggunya karena dia bukan orang yang layak untuk ditunggu."

Kau merebut scriptmu kembali. "Berarti selama ini dia tahu dong kalau aku sengaja nungguin dia? Aku jadi makin nggak tenang nih, Va. Walaupun mungkin niatnya nggak begitu, tapi aku ngerasa diteror."

"Teror ayam apa teror asin?"

"Bim, serious please..." Rajukmu dengan wajah memelas. Tidak satupun dari kata-katamu yang tidak dipotongnya dengan banyolan. Kau menolak mengoperkan scriptmu dan melanjutkan membaca. "Tapi Va, bukan aku namanya kalau bisa semudah itu menyerah. Aku berusaha cari tahu pada siapapun. Siapapun yang kiranya ada di tempat kejadian dan menemukan orang yang mencurigai. Aku tanya tetangga sebelah rumah yang hobby jogging setiap pagi, aku tanya anak kecil loper koran, aku cari tahu dari semua orang. Hari itu memang aku tidak mendapatkan hasil apa-apa."

"Tepat hari ketiga pencarian, aku akhirnya mendapat titik terang, dan aku memutuskan untuk menulisnya ke youngsters." Bimo tampak tertarik membaca dan ia lupa sesaat akan banyolannya. "Makanya, aku butuh bantuan kalian, Lova dan Bimo. Aku tahu dia orang yang selama ini aku kenal baik. Aku tahu dia suka mendengarkan siaran Lova. Aku tahu saaat ini dia mungkin sedang mendengarkan siaran kalian. Makanya, aku harap orang itu bersedia mmenelepon line-nya Youngsters atau kalian berdua yang akan menelepon dia."

Kau membaca scriptmu. Ada postscript nomor telepon dan nama terang si secret admirer klien kalian Putri. Wah, belum pernah dalam edisi Love Potion kalian bersandiwara (sebetulnya ini nyata) menjadi detektif yang membongkar permasalahan cinta. Well, kadang kau merasa, seiring dengan absennya Andra dan bala bantuan dari penyiar-penyiar lain, Love potion menjadi lebih bervariatif.

"Wah, Putri. Kamu yakin sekali?" tanyamu. "Kalau bukan dia bagaimana?" Namun Bimo membungkam mulutmu, menahanmu menganalisis lebih jauh.

"Oke, Putri. Detektif cinta Bimo dan Lova akan membantumu memecahkan misteri penggemar rahasia ini. Untuk yang merasa jadi secret admirernya Putri, kami beri waktu sampai lagu yang kami puter habis. Kay?" Bimo memainkan tiga lagu dari playlist kalian ditambah commercial break dan jingle radio. Kau membanting headphonemu kesal.

"Kenapa?" bentakmu pada Bimo. Ia yang sedang menyeruput secangkir cappucino-nya sampai berjengit kaget.

"Kaget, aku. Kalau tumpah gimana?"

"Bodo amat," sergahmu cuek. "Nah, sekarang aku tanya, kamu kenapa mau coba? Kalau orangnya bukan dia gimana? Kan namanya menuduh?"

"Urusan si Putri deh, Ra. Kita kan Cuma ngejalanin tugas." Balas Bimo santai. Kau tidak suka mendengarnya. Bagaimana kalau ternyata orang yang dimaksud tidak menelepon mereka dan kalian terpaksa harus meneleponnya? Dan bagaimana kalau salah orang? Apa hal tersebut tidak mempengaruhi citra radio kalian? Mendadak kau stres memikirkan itu semua.

"Tapi, Bim.." belum selesai kau bicara, telepon di studio berdering. Kau dan Bimo saling pandang kemudian kalian memutuskan Bimo yang mengangkatnya.

"Youngsters?" sapa Bimo.

"The adorable youngers," jawab sebuah suara. Suara perempuan. Padahal kau dan Bimo masih memutarkan single kedua setelah commercial break. Kau dan Bimo saling pandang.

"Hai, dengan siapa ini?" sapamu ramah.

"Ini Sinta." Jawab gadis itu. Kau dan Bimo hendak menanyakan hal yang sama ketika gadis itu berbicara lagi. "Aku tahu siapa yang dimaksud Putri. Aku cuma mau kasih penjelasan ke Lova dan Bimo."

"Eh, oke, Sinta. Tapi kita lagi off air nih, bisa nunggu sampai kita on air?" kata Bimo. Gadis itu tidak menjawab. Kau dan Bimo saling pandang kebingungan. Penggemar rahasianya Putri nggak mungkin cewek kan?

Kau memotong single kalian dengan jingle radio lalu menyalakan mic mu. "107,7 Youngsters FM radio, the adorable youngers masih dengan Lova dan Bimo di Love Potion. Waktu Lova dan Bimo untuk menemani youngers semua tinggal sekitar tiga puluh menit lagi nih. Bersama Lova dan Bimo sekarang sudah ada seorang penelepon.."

"Ya, ada Sinta disini," kata Bimo memperkenalkan gadis penelepon kalian. "Silahkan cerita, Sinta."

Gadis itu terdiam. Kau merasa seperti mengulang hari kedua Love Potion. Tidak, kau menggeleng, meyakinkan dirimu sendiri. Ini bukan déjà vu, katamu berulang-ulang dalam hati. Hingga kemudian kau dan Bimo mendengarnya menghela nafas panjang, seperti, entahlah, siap memulai ceritanya.

"Penggemar rahasia Putri itu Satria. Dia satu kampus sama aku. Kenapa aku yang cerita, karena aku merasa aku juga terlibat secara tidak langsung. Satria dan aku senior Putri. Dia sering cerita padaku bahwa dia ingin sekali mengungkapkan perasaannya pada Putri namun tidak punya perasaan. Lalu aku menyarankannya untuk mengirimi Putri bunga, aku juga yang membuatkannya daftar bunga setiap harinya untuk dia kirimkan. Aku tahu kedengarannya aku teman yang baik, tapi bukan. Aku ingin Putri merasa terganggu dan berbalik membencinya. Aku ingin menjatuhkan namanya didepan Putri, aku tidak ingin Putri tahu tentang perasaannya, karena aku mencintai Satria."

Kau dan Bimo saling pandang. Yah, hal-hal yang tidak terduga memang bisa saja terjadi dalam kehidupan manusia. Tapi ini di Love Potion, hampir semua kenangan cinta yang dialami pada pendengar cenderung 'tidak biasa'.

"Yah, siapa bisa mengukur dalamnya samudera," kata Bimo bijak. "Lanjutkan, Sin."

"Suatu malam, Satria sedang membeli bunga seperti biasa untuk dia kirimkan pada Putri besok paginya. Namun aku meneleponnya, memintanya datang kerumahku mendadak. Padahal saat itu tidak ada sesuatu yang penting, aku hanya sedang menggodanya. Namun dia menanggapinya dengan serius. Dia memacu motornya dengan kecepatan tinggi, dan dia..." Sinta terisak. Kau dan Bimo menelan ludah hampir bersamaan. Perasaanmu tidak enak, entah kenapa kau seperti bisa menduga itu bukan sesuatu yang baik.
"Satria kecelakaan, dia gegar otak dan koma sampai hari ini. Bunga tulipnya juga dibawakan oleh penolongnya ke rumah sakit. Baru dua hari kemudian aku menyadari kalau di sela-sela bunganya ada surat. Biasanya dia tidak pernah menyelipkan surat di setiap bunga yang dia kirimkan. Aku merasa kalau Satria punya firasat bahwa itu adalah bunga terakhir yang dia kirimkan. Kemudian besoknya aku mengantarkan suratnya. Mungkin dia curiga kenapa selama seminggu ini dia tidak dapat kiriman bunga. Aku tahu, lama kelamaan dia akan mengetahui aksi kami. Sekarang terserah Putri."

Kau menunduk memandang scriptmu yang sudah lecek karena dioper-oper. Kau membaca nama dan nomor telepon yang tertera di surat Putri. Bukan nama dan nomor telepon Satria. Bagaimana Putri juga mengetahui kalau orang ini yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya?


~ (oleh @nadhiasunhee)

No comments:

Post a Comment