Tentang 30 Hari Cerita Cinta

15 September 2011

Kebo dan Anak Presiden #3

Seperti dugaanku, Roby, Dimas dan Niko tertawa terbahak saat mendengar ceritaku. Aku terdiam, pasrah dengan nasibku. Kupandangi mereka satu persatu. Tega banget sih ketawa saat temannya lagi murung begini?
"Bo, ini maksudku tadi pagi. Dia itu terlalu cool untuk ukuran cewek," ujar Roby sambil mengusap air mata yang keluar karena tertawa tadi.
"Terlalu cool?" ulangku memastikan. Roby mengangguk. Dahiku lantas berkerut. "Nggak ngerti."
"Dia itu beda dari cewek kebanyakan. Nggak pernah jajan di kantin, ke sekolah diantar – jemput. Bahkan ada yang bilang dia nggak pernah ke mall," kali ini Dimas yang menjawab. Kerutan di dahiku bertambah. Manusia kota mana yang nggak pernah ke mall?
"Jadi maksud kalian aku harus putusin dia?"
"Ya nggak dong. Cuma ko sabar-sabar aja kalo sama dia. Banyak makan hatinya," tukas Dimas. Niko hanya diam, tak banyak komentar. Temanku yang satu ini memang tak banyak bicara. Tapi sekali bicara, biasanya langsung menusuk jantung.
"Bo, ko beneran suka ama dia atau hanya sekedar pengisi waktu luang? Kalo nggak serius, mending nggak usah. Kasian dia," ujar Niko. Tuh kan bener, sekalinya ngomong langsung deh bikin makin down.
"Beneran suka, Niko. Baru kali ini aku gugup setengah mati pas ketemu cewek."
"Oke kalo kamu suka beneran. Masalahnya, dia suka ama ko juga atau nggak?". Skak mat. Pertanyaan Niko yang satu ini tepat menghujam jantung. Aku terdiam. Tak ada jawaban yang muncul di kepalaku. Kenapa hal ini tak kupikirkan sebelumnya?
"Tenang aja, Bo. Kata-kata Niko nggak usah terlalu dipikirkan. Siapa sih yang nggak suka ama Kebo, playboy kelas kakap begini?" Roby mencoba menghiburku. Tapi kata-kata playboy yang dia ucapkan malah membuatku semakin tak enak. Apa Keisya tak tahu julukanku itu? Kenapa dia menerimaku begitu saja tanpa menanyakan alasannya?
"Ko ngga curiga kenapa dia mau terima? Padahal kan ko nggak pernah PDKT sekalipun," lagi-lagi Niko melemparkan pertanyaan yang tak bisa kujawab. Kepalaku pusing. Aku hanya bisa tertunduk di kursiku.
"Gini aja, sebagai bukti kalo dia suka atau nggak, gimana pulang sekolah nanti ko ajak dia pulang bareng. Sekalian berduaan." Dimas memberikan ide. Mood-ku langsung naik. Senyum lebar kembali menghiasi wajahku.
"Ide bagus, Dim. Makasih ya," kataku ceria. Lonceng tanda masuk berbunyi. Aku tak sabar menunggu waktu pulang sekolah nanti.


- (oleh @farahpai)

No comments:

Post a Comment