Tentang 30 Hari Cerita Cinta

14 September 2011

Kebo dan Anak Presiden #2

"Ko beneran mau nembak dia?" seru Roby. Aku menganggung. Senyum lebar menghiasi wajahku. Dimas dan Niko hanya bisa geleng-geleng kepala. Tentu saja reaksi mereka membuatku heran.
"Memangnya kenapa? Dia jomblo kan?" tanyaku memastikan. Tak lucu jika incaranku selama 3 bulan ini lepas begitu saja.
"Jomblo sih, tapi…" Niko tak melanjutkan kata-katanya, membuatku semakin penasaran. Ditambah lagi wajah Dimas yang sama sekali tak menunjukkan ekspresi tertarik. Aku jadi gusar sendiri.
"Serius… Memangnya dia kenapa? Matre?" desakku meminta jawaban mereka. Tak ada yang menjawab. Akhirnya aku menyerah. "Terserah kalian, yang pasti jam istirahat ini aku akan nembak dia," putusku. Yang lain hanya mengangkat bahu, seakan tak peduli. Aku menghela napas. Terkadang teman baik pun bisa sangat meyebalkan.
Jam istirahat akhirnya tiba. Jantungku langsung berdetak tak karuan mengingat aku akan menembak gadis itu. Baru kali ini aku menjadi gugup setengah mati begini. Mungkin karena gadis ini spesial bagiku. Padahal tak ada yang istimewa didirinya.
Nama gadis ini Keisya. Lengkapnya Keisya Larasati. Rambutnya lurus, pendek sebahu. Kulitnya kuning langsat. Badannya cenderung kurus dan tidak terlalu tinggi. Prestasi disekolah juga biasa saja. Dibandingkan dengan mantan-mantanku sebelumnya, dia jauh dari mereka. Tapi ada satu hal yang membuatku jatuh cinta setengah mati. Hal yang sangat sederhana. Kalau saja teman-temanku tahu, mereka pasti akan menertawaiku habis-habisan. Bagaimana bisa aku meninggalkan Nina yang model itu dan berpaling kepada Keisya? Makanya aku tak pernah mengatakan alasannya kepada siapapun.
Tak sadar kakiku melangkah ke kelas Keisya. Ternyata dia ada di kelas, sedang memakan bekalnya. Kelasnya saat itu sedang sepi. Hanya ada satu orang di pojok ruangan selain Keisya. Aku memberanikan diri untuk masuk dan menghampirinya.
"Hai, Keisya," sapaku gugup. Keisya menoleh, menatapku heran dengan mata bulatnya. Sejenak dia menghentikan makannya.
"Kamu…. Keenan, kan? Ada apa?" tanyanya sopan. Inilah hal yang membuatku jatuh cinta. Dia memanggilku Keenan, bukan Kebo seperti kebanyakan orang lainnya. Jantungku semakin tak karuan sampai membuatku sesak. Aku menarik napas panjang. Dia masih menatapku penuh tanya.
"Ngg… Anu.. Emmm… Kamu.. Aduhh.." kata-kata keluar dari mulutku tak beraturan. Mendadak kepalaku gatal semua. Tangannku bergerak gugup. Kulihat Keisya tersenyum, menunggu jawabanku dengan sabar. Tapi melihatnya begitu, aku malah jadi semakin gelisah.
"Sini, duduk dulu. Nggak enak sambil berdiri," dia menepuk kursi disebelahnya. Aku menurutinya sambil kembali menyusun kata-kata. Aku harus cepat, sebelum warga kelas ini kembali.
"Kamu mau jadi pacarku?" akhirnya kata-kata keramat itu keluar. Aku sendiri saja heran kenapa kali ini susah sekali mengucapkannya. Mata Kesiya membulat, raut wajahnya tampak kaget dan bingung. Dia membuka mulutnya, seperti hendak menjawab pertanyaanku. Tapi ternyata dia kembali tediam. Aku menjadi tak sabar mendengar jawabannya.
"Oke, aku mau." Aku hampir saja melompat memeluknya kalau tak ingat kami sedang berada disekolah. Senyumku mengembang, berubah menjadi cengiran lebar. Keisya juga tersenyum. "Boleh aku lanjut makan?" tanyanya. Senyumku sontak menghilang. Apa? Setelah dia menerimaku dia mau langsung makan? Setelah aku berjuang memberanikan diri dia mau lanjut makan??
"Oh, oke. Aku kembali ke kelas," jawabku lesu. Tadinya aku hendak protes. Tapi aku ingin melihat reaksinya atas jawabannku.
"Terima kasih," jawabnya pendek dan langsung melanjutkan makannya. Aku melongo, terdiam disampingnya. Ternyata dia serius. Aku melangkah gontai kembali ke kelas. Badanku lemas. Mungkin karena terlalu gugup tadi. Saat di depan pintu aku menoleh kearahnya. Akan kubuat kau jatuh cinta padaku, batinku.


- (oleh @farahpai)

No comments:

Post a Comment