Tentang 30 Hari Cerita Cinta

19 September 2011

Dan Cahaya Mulai Menyengat

"Vina, kamu pasti bisa!" Kata-kata itu terucap bersamaan dengan dokter Riana menatap dalam mataku.
Aku tersenyum kepadanya. Aku menangkap pancarannya, ia ragu. Tapi ia berusaha.
Dan ada setitik keraguan dan ketakutan pun di hatiku. Telah banyak saudara-saudaraku yang menceritakan bagaimana sakitnya, pedihnya dan efeknya setelah kemoterapi dilangsungkan. Namun aku bukan gadis macam itu! Yang mengalah pada rasa cemas, yang menyerah sebelum berperang!
Sekelebat wajah mama, Reno, Revand dan sahabat-sahabatku mengelilingi benakku. Mereka menantiku. Aku harus sembuh. Aku harus berhasil!
Ternyata cinta, membunuh kecemasan. Sekuat apapun gundah melemahkan.
Dan aku mulai menjalani kemoterapi pertamaku. Aku tak tahu apa saja yang terjadi ketika aku dikemoterapi. Sekian puluh persen aku dibius, hanya pada awal-awal aku merasakan sakit dan rasa-rasa yang janggal ketika cairan itu mengalir di darahku.
Dan ketika aku terbangun dari efek biusanku, sudah ada Viva, Deo, Azizah dan Jennifer di sampingku.
"Vinaaa..!!" Teriak mereka hampir bersamaan.
"Hei, guys." Aku masih berkata lemah.
Aku melirik Viva, Viva hanya menyunggingkan senyumnya.
"Lo tetep temen kita gimanapun lo, Vin.." Jennifer tersenyum. Ia berkata tiba-tiba dengan disusul anggukan yang lain. Mungkin melihat kecemasan besar di mataku, tadi.
Air mataku mengalir tanpa kuperintah.
"Maaf gue ngebohongin kalian."
"Kita sebenarnya udah tau, kok. Hanya kita nggak mau bikin lo sedih." Azizah seakan mewakilkan pikiran semua.
"Kok bisa?" Aku terheran.
"Udahlah... Yang jelas, lo bakalan tetep seru-seruan bareng kita, kan?" Viva tersenyum mengejek.
"Tetep ngajarin gue, kan?" Wajah Azizah memolos.
"Nyanyi lagi, kan?" Susul Deo yang kukenal ketika kami mewakili sekolah dalam lomba Nasyid saat itu.
"Tetep jadi mama angkat aku, kaaan?" Jennifer tetap memanja seperti biasanya.
"Iya, iya. Gue bakal tetep seru-seruan bareng kalian. Tetep ngajarin lo, Zah. Hmm... Tapi kalo gue bisa, ya?" Semua serentak terbahak.
"Gue bakal balik nyanyi lagi. Dan, kamu tetap anakku, Jen."
"Asiiik..." Jennifer memelukku dengan tiba-tiba.
"Duuh... Ini ibu-anak angkat serasi banget, deh!" Deo meledek kami.
Tawa kami meledak bahagia.
Tuhan, terima kasih telah mengirim cinta yang setia, sahabat-sahabatku...
***
Aku harus menjalani beberapa kali kemoterapi dan terapi-terapi lainnya. Sebenarnya, aku takut bila absen terus-terusan karena menjalani terapi-terapi ini. Secara, aku sudah kelas tiga SMP. Namun, aku lebih takut lagi bila ketika aku sedang mengikuti Ujian Nasional malah kanker itu menghambatku. Walau efek setelah terapi ini cukup berat bagiku, yang membuat berat badanku turun lebih drastis lagi dari sebelumnya. Dan segala macam lainnya. Tapi, perubahan di tubuhku mulai terasa. Meski pelan-pelan. Setitik cahaya mulai berpendar, menyengat semangatku agar semakin membara.
Aku berharap aku bisa benar-benar terlepas dari jaring-jaring sel kanker di paru-paruku. Masih banyak hal-hal indah yang belum sempat kujamah.
Tuhan, sempurnakan penyembuhanku...



~ (oleh @LandinaAmsayna)

No comments:

Post a Comment