Tentang 30 Hari Cerita Cinta

19 September 2011

Kunjungan

            David menguap lebar sambil menepuk-nepuk meja kasir di toko buku kakeknya dengan sapu bulu unggas.

            Gara-gara kebanyakan memikir semalam, dia tidak dapat tidur dengan baik. Dia menghabiskan waktu tidurnya memikirkan tentang hubungan antara Gloria dan si Ethan yang menjengkelkan, dan tentu saja, tentang Florence.

            David menghembuskan napas sambil melihat ke luar kaca besar yang menghadap ke jalan di samping pintu. Kakeknya keluar sejak pagi dan belum pulang sampai sekarang.

            Jam dinding menarik perhatian David dengan dentangannya. Sudah jam sepuluh.

            Jalan di luar toko penuh dengan orang berlalu lalang. Mobil-mobil mengendara di jalan dengan kecepatan yang cukup lambat jika dibandingkan dengan kota besar. Sesekali ada mobil yang berhenti agar para pejalan kaki bisa menyeberang.

            Mata David mengikuti gerakan seorang ibu yang mendorong kereta bayi. Bayi di dalamnya sedang sibuk bermain dengan mainannya. Kepala David ikut berputar ke kiri seiring dengan gerakan kaki ibu itu.

            "Itu kan…" David mengernyit dan membuka pintu toko dengan cepat.

            David mencondongkan kepalanya ke luar. Pandangannya tertuju pada sosok seorang gadis berambut sebahu yang mengenakan kaos berwarna pink dan celana jeans panjang. Gadis itu berjalan mondar mandir di depan toko roti sebelah. Raut wajahnya tampak gugup, ragu.

            Sesekali dia berjalan di belakang pengunjung yang memasuki toko, tetapi segera bergerak ke samping sebelum kakinya sempat melangkah masuk.

            "Florence," panggil David. Suaranya pelan tetapi tampaknya tetap berhasil mengejutkan gadis itu.

            "Da… David," jawab Florence terbata-bata sambil tertawa kaku.

            "Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya David.

            "A… Aku…" Florence melihat ke dalam toko roti sebentar sebelum berjalan ke arah David.

            Dengan pandangan menerawang, Florence mulai menjelaskan alasan kedatangannya.

            "Kejadian semalam. Aku seharusnya tidak memaksa Gloria. Dan aku ke sini untuk meminta maaf. Tetapi…" Florence menghentikan kata-katanya.

            "Tetapi, Gloria tampaknya saat terganggu kemarin dan bagaimanapun kamu memikirkannya, kamu tetap telah memaksa temanmu sendiri melakukan sesuatu yang dia tidak inginkan." David melanjutkan kata-kata Florence dengan lantang.

            "Aku tahu itu. Kamu tidak perlu mengatakannya seperti itu," kata Florence kesal.

            David menelan ludah.

            Bodoh, marah David pada dirinya sendiri.

            Sekejap kemudian, David mendapati Florence terus melirik ke arah toko roti lagi. Setelah menghembuskan napas, David menyatakan sarannya.

            "Begini saja. Kamu tunggu di sini, aku ke sebelah meminta Gloria kemari," kata David.

            Florence hanya menjawab dengan anggukan pelan.

            "Tunggu di sini," kata David sembari berjalan ke toko roti yang sedang ramai itu.

            Tidak lama kemudian David hadir di depan Florence, bersama Gloria tentunya.

            "Florence?" kata Gloria dengan nada penuh tanda tanya pada gadis di depannya yang menatapnya dengan tatapan kosong.

            "David sudah memberitahumu, kan?" tanya Florence.

            Gloria mengernyit dan menatap David.

            David hanya mengangkat bahunya lalu berputar menghadap Florence dan tersenyum. "Lebih baik kamu katakan sendiri."

            Florence menghela napas panjang. Kemudian dia menyampaikan permintaan maafnya yang diusahakan agar terdengar setulus mungkin. Tetapi penyampaian yang dikatakan dalam satu tarikan napas itu hanya berakhir pada dua pasang mata yang menatap Florence dengan tatapan tertegun dan kemudian seisi toko buku dipenuhi oleh suara tawa.

            Sambil mengusap air matanya yang mengalir karena kebanyakan tertawa, Gloria berkata, "Aku tidak menerima permintaan maafmu."

            Kata-katanya ini membuat mengejutkan Florence. Bahkan Davidpun menatap Gloria dengan tatapan tidak percaya.

            Namun, Gloria hanya mengedipkan mata kanannya pada David dan melanjutkan kata-katanya. "Kurang tulus." Gloria memasang wajah serius. "Begitu saja, aku agak sibuk sekarang. Bagaimana kalau sore nanti kita ke café di ujung jalan sana? Di sana aku bisa mendengarkan semuanya yang ingin kamu katakan."

            Florence mengernyit, tetapi akhirnya mengangguk juga.

            Gloria tersenyum. "Baiklah, jam lima di depan café," katanya seraya meraih daun pintu dan memutarnya.

            Langkah Gloria terhenti. Pintu yang dibuka bahkan belum sempat dia tutup.

            David dan Florence saling menatap sebelum melangkah ke belakang Gloria untuk melihat apa yang telah terjadi.

            Sebuah mobil hitam mewah berhenti di tepat di hadapannya. Dua orang laki-laki berjas hitam keluar dari dalam mobil. Salah satu dari mereka membuka pintu mobil. Seorang lagi membuka payung dan bersiap-siap di samping pintu yang terbuka. Payung di tangannya diangkat ke atas pintu yang terbuka hingga membentuk suatu atap kecil bagi siapapun yang keluar dari mobil itu.

            Ketiga remaja itu berdiri mematung di pintu toko buku. Mata mereka terpaku pada orang-orang itu.

            Saat David membuka mulut untuk bertanya, pandangannya kembali teralih oleh sebuah sosok yang turun dari mobil.

            Seorang wanita cantik, cukup tinggi, putih, rambut emasnya bergelombang. Dia mengenakan dress selutut berwarna hitam dan sepatu hak tinggi yang mengilat.

            Wanita itu melihat ke arah pintu toko buku dimana ketiga remaja sedang berdiri. Pria yang membuka pintu tadi menutup kembali pintu mobil.

            Sambil memiringkan kepalanya sedikit, wanita itu tersenyum pada ketiga remaja. Senyuman yang jelas sekali memancarkan perasaaan meremehkan. Kemudian dia melangkah menuju toko roti di sebelah.



~ (oleh : @lid_yang)

No comments:

Post a Comment