Tentang 30 Hari Cerita Cinta

20 September 2011

Terima Kasih, Tuhan.

Dan sampailah aku pada pemeriksaan terakhir pasca berkian kali aku melakukan terapi-terapi. Di luar, sudah ada Revand yang menanti dengan cemas.
"Gimana, dok?"
Dokter Riana tersenyum, manis.
"Ini keajaiban. Vina sembuh! Kamu bebas, sayang..!" Dokter Riana sontak memelukku. Memang, antara aku, mama dan dokter Riana sudah begitu dekat semenjak aku menjalani terapi. Seperti saudara sendiri.
Aku membalas pelukkan dokter Riana erat-erat.
"Dokter, makasih..." Banyak haru yang menetes di sana, di hati dan bahunya.
"Tuhan yang telah menyembuhkan kamu, Vina. Aku hanya pengantar."
Aku mengangguk. Tiada henti-hentinya aku melafalkan syukur pada Tuhan. Yang telah memberikan kebebasan padaku dari jerat-jerat kanker yang belakangan ini mencekikku.
Aku langsung memeluk Revand ketika keluar dari ruangan dokter Riana, "Makasih, sayang... Aku sembuh!"
"Aku tau kamu pasti bisa, Vina." Ada setetes air mata yang terbendung di sudut mungil matanya.
Mulai detik ini, aku akan kembali bebas! Melepas resah yang dulu sempat merekat.
Tuhan, terima kasih banyak...
***
Hari ini pertama kalinya aku kembali bersenang-senang bersama sahabat-sahabatku. Walau hanya berkeliling Jakarta sejenak, namun kebersamaan begitu mengena. Banyak cinta di sini.
"Welcome back, Revina Karina!" Deo bergaya seperti penerima tamu.
"Hahaha... Thank you!" Aku meninju canda bahunya.
Seharian, banyak yang kami berlima lakukan. Sesuatu yang mungkin sudah lumrah di kalangan gank lainnya. Tapi; yah, aku lama tak melakukan ini bersama mereka.
Sungguh, aku ingin memeluk mereka, satu-satu.
Dan hari-hari berikutnya, aku mulai beraktifitas seperti biasa. Seperti saat sebelum kanker itu merambahiku. Aku benar-benar merasa seakan terlahir kembali. Seperti bayi mungil yang baru menatap mentari dari gelap rahim seorang ibu. Seakan menemukan dunia baru, yang selalu dinanti siapapun.
Aku bisa sekolah tanpa kesulitan menerima pelajaran, aku bisa bersenang-senang bersama sahabatku, aku diizinkan kembali menyanyi, aku bisa bermain sepuasnya bersama Reno, dan masih banyak lagi yang akan kulepaskan rindunya. Aku yakin, kau mengerti rasa bahagiaku saat ini...

***
"Hei, sudah sembuh, kan?" Sapa salah satu vocalist band yang kukenal ketika kami sama-sama mengisi di acara yang sama, ketika aku baru saja sampai di backstage.
"Yep! Eh, kok tau?" Aku terheran, bahkan dengannya aku tak begitu dekat.
"Nih..." Helmy menyenggol lengan Revand yang sedang berkutat dengan handphone-nya.
"Hei!" Revand menggerutu saat handphone itu nyaris saja terlepas dari genggamannya, karena senggolan Helmy.
Aku tersenyum.
"Jadi inget om gue, deh." Mata Helmy menerawang, menatap ke ujung senar gitar yang dipangkunya.
"Om lo kenapa?"
"Dia dulu sakit kanker paru-paru juga. Sama seperti lo. Dan dia sebenarnya sempat sembuh." Matanya mulai berkaca-kaca.
"Sempat? Maksudnya?"
"Yah, sempat. Kankernya kembali lagi." Air mata itu akhirnya turun.
"Kembali??" Aku sedikit histeris.
"Ya... Lo tau, kan? Kanker paru-paru itu potensinya begitu besar untuk kembali lagi. Maksudnya kambuh lagi."



~ (oleh @LandinaAmsayna)

No comments:

Post a Comment