Tentang 30 Hari Cerita Cinta

15 September 2011

Chemistry: 3


Phd part 2

L e a h
                "Aku pulang!" teriakku begitu pintu apartemen terbuka. Aku melepas Loubutin hitam bersol merah kesayanganku, mengelusnya, dan meletakkannya di bagian paling atas rak sepatu. Iya, sepatu itu adalah statement bahwa aku perempuan mahal, semacam high maintenance gitu lah. "Malem mbakku sayang." Kutemukan Kak Lila di ruang tamu apartemen kami menonton He's just not that into you. Kak Lila meng-pause film itu. Aku datang dan menghujani pipinya dengan ciuman, lalu duduk di sebelahnya. Dua perempuan single, malam minggu dan dvd. Pas lah!
               
                "Kok gak keluar sih dek? Malem Minggu loh ini." Yak, pertanyaan standar untuk seorang jomblo. "Ih Kak Lila, mentang – mentang udah punya pacar gitu, jadi adeknya diusir gitu kalo malming?" Kulancarkan protesku.
                Kak Lila tersenyum simpul. "Le, kamu tuh cakep cakep kok masih jomblo, milih yang kayak gimana sih?" Aku terdiam. Menanyakan pertanyaan itu pada diriku sendiri. Aku maunya lelaki yang kayak gimana sih? Ah, yang jelas bukan yang seperti Papa. Lalu, Blackberry-ku bordering. Ah, Ferdi.
                "Apaan Fer?" di seberang sana berbicara. "No! I just wanna stay inside and DVDs, sorry." Aku mendengarkan seksama. "Thanks anyway, have fun, dear." Aku mengakhiri percakapan. Kakakku memperhatikan aku.
                "Apa?" bertanya pada Lila.
                "Di apartemen aja nih?" Tipikal Kak Lila.  She's 30 something. But, she's hot! Gimana coba gak hot? Fotografer ngetop, co-owner Kalyani Attire, Brand baju local, dan ready to get married ama Mas Angga, lelaki yang diyakini Kak Lila sebagai father of her future children.
                "Iya. Boleh yah kak? Sekali waktu kalo pas malming kita ada obrolan cewek gitu, over pizza maybe?" aku menawarkan. "Oke deh, no diet malam ini." Jawabnya lagi.
Sudah 4 potongan pizza meatlover kukunyah dengan ganasnya. Dan Kak Lila cuma bisa nganga aja.
"Le, laper apa doyan?"
"Hehe, dua-duanya kak." Aku cuma nyengir.
Kami berdua tercenung memperhatikan adegan demi adegan "He's just not that into you." Lontaran pertanyaanku berikutnya membuat Kak Lila kaget.
"Kak, Mas Angga tuh emang perfect guy yah buat kakak?" Kak Lila tercenung sebentar. Kemudian menjawabnya dengan jawaban yang membuatku tersenyum. "Sempurna atau enggaknya seseorang tuh bergantung ama cara kita mencintainya,dek. Kenapa? Kok tiba-tiba nanya begitu?"
"Just asking. Wondering." Jawabku sekenanya.
"He's just the perfect size guy coming in the right time." Aku terdiam merenungi perkataan Kak Lila.
"Kalau Leah, mau yang kayak gimana?"
"Yang bau air wudhu, kak." Aku tersenyum malu. Karena itu jawaban yang sama tiap kali siapapun bertanya tentang tipe sempurna lelakiku.
"Ya ampun. Dari dulu gak pernah berubah yah Le?" Kak Lila terkaget – kaget dengan jawaban simpelku.

"Entah kenapa Leah suka banget liat cowok yang rajin sholat, bahkan cuma dengan berwudhu aja, Leah udah naksir aja deh." Aku cengar cengir.
"Next question, apa sih yang oke dari Mas Angga?" Kak Lila terdiam. Berpikir keras. Aku menambahkan. "Something that makes you head over heels for him, kak."
"Do you need any reasons to love someone? To make you fall in love?" Kak Lila membalikkan pertanyaanku. Aku menggeleng. "Gak perlu. Semestinya, yang namanya cinta tuh gak perlu alasan."
Aku masih penasaran. "Tapi pasti ada kan yang bikin Kak Lila gak bisa jauh dari Mas Angga. Iya kan?" Aku melanjutkan pertanyaanku. "Cara dia bikin kakak ketawa. Selalu bikin senyum. Siapa sih yang gak jatuh cinta ama lelaki yang bisa buat kamu ketawa 24 jam 7 hari seminggu?"
"Dan kamu adek cantik," Cantik adalah panggilan kesayangan Kak Lila buatku, " Tumben banget ngasih pertanyaan kayak gini, ada apa sih?"
Aku diam. Larut dalam pikiranku sendiri. Bertanya pada hati. Seperti apa sih pria idamanku? The perfect guy for me, who is he? Apakah sama seperti Mas Angga, tunangan Kak Lila? Rasa-rasanya ini bakalan jadi malam minggu yang panjang. "Remember You" diputar. Aku bersiap menangis tersedu lagi malam ini.

"Eh, kantor kamu gimana dek? Lancar?" Kak Lila memecah kesunyian. "Baik kok."
"Lelaki kubikel biru nya gimana kabar?" Pertanyaan yang mengerikan. Hening. Dan kami berdua terdiam. Aku tak punya jawaban.

***
F e r d i
                Leah payah ah, gak tau yah gue mau ngenalin dia ama seseorang. Masak malem minggu ngendon di apartemen sik? Tipikal banget tuh bocah.
                "Weits, sorry yah bro, Leah nya gak mau ikutan. Males dia." Ujarku memberikan penjelasan pada sahabatku ini. "Oh gitu, dia emang jarang keluar gitu?" sahabatku mencoba mencari info. "Gak juga sih. Coba yah kalo Minggu pagi, lo sepedaan gih ke tengah kota, pasti deh ketemu dia." Ujarku yakin.
                "Oh yah?" aku mengangguk.
                "Leah itu tipikal cewek yang agak – agak tomboy, hobinya olahraga, bro. Tapi, kalo di kantor, bawaannya rapi nan feminin. Lo sering merhatiin dia kan? Ngaku aja deh!" Sahabatku ini tersenyum malu. Rahasianya ketahuan.
                "Malem ini kita jalan rame – rame ajah yah?" tanyaku pada sahabatku ini.
                "Asal gak berdua doang aja ama lo, Fer. Yang ada gue dikira homo."
                "Kampreeeett lo!" kami berdua tertawa terpingkal – pingkal.


- (oleh @WangiMS - http://berceritacinta.wordpress.com)

No comments:

Post a Comment