Tentang 30 Hari Cerita Cinta

15 September 2011

Retrace #3: First Sight (pt. 1)

****
(*Flash back part, two years ago.* Sudut pandang: Dita, sebelum pergi ke
Norfolk)

Jadi duta besar? Amin!

Tapi, jujur saja aku gugup untuk presentasi hari ini. Mahasiswa-mahasiswi
dari jurusan Hubungan Internasional diminta untuk membuat semacam rapat PBB.
Kami, para mahasiswa asing, jelas langsung ditunjuk untuk menjadi duta
negara masing-masing. Bagian terburuknya… kami diminta untuk mengenakan
pakaian khas dari negara masing-masing. Asjmejwmatg!

*“Belle!”* puji Lisa, *room mate*-ku selama di asrama yang berasal dari
Italia. “Kebaya modern itu membuat kamu terlihat anggun, tapi juga
berwibawa.”

“Trims,” kataku masam. Memakai kebaya, meski non-formal, bagiku tetap aneh.
Setidaknya, aku diperbolehkan memakai samping batik selutut dan
*widgets*yang Nerva hadiahkan di ulang tahunku yang ke-20.

Berbeda jauh dengan Lisa yang memakai pakaian khas Italia berupa gaun yang
dominan berwarna biru.

Setelah saling membantu untuk menata rambut dan *make up*, kami memutuskan
untuk pergi ke aula tempat dimana presentasi akan dilaksanakan. Di sana, aku
dibuat tercengang begitu melihat teman-teman seangkatanku mengenakan pakaian
khas negara mereka. Keren. Rasanya seperti pertemuan para duta besar
sungguhan!

“Aku dengar, mahasiswa dari jurusan Jurnalis ikut membantu. Mereka jadi
reporternya,” ujar Hye-jin, temanku yang berasal dari Korea. *Hanbok*-nya
yang berwarna biru, kuning, dan merah itu membuatnya terlihat seperti aktris
drama kolosal. “Kalian tahu kan mahasiswa Jurnalis kerennya gimana?!”

“Tahu si ketua dari Ohio University Journalist?” celetuk Lisa dengan alis
naik-turun. “Adrian! Adrian Choi!”

“Yang mirip Landon Pigg itu?” tanyaku yang disambut anggukan mantap Lisa dan
Hye-jin.

Adrian Choi - tidak, dia bukan orang Korea. Kata Hye-jin, nama Choi itu dia
peroleh dari ayah tirinya yang berkebangsaan Korea. Nah, Adrian ini bisa
dibilang salah satu dari *‘so-called most favorite guys’ *di kampus. Seperti
yang kukatakan tadi, dia mirip Landon Pigg, tapi Adrian memakai kacamata.
Sebagai ketua dari Ohio University Journalist, Adrian pasti dikenal banyak
mahasiswa di kampus karena artikelnya yang sering dimuat di berbagai media.
Tidak jarang kami melihatnya berseliweran di kampus sambil menenteng DSLR
keluaran terbaru.

“Pokoknya,” seru Hye-jin dengan tangan terkepal di udara, “aku harus tampil
keren supaya Adrian ngambil foto aku dan, *who knows*, diajak *interview*!”

Lisa memutar bola matanya. “Hanya karena kalian punya nama Korea, eh?”

Obrolan kami terinterupsi oleh Tuan Ryjeka, dosen berkebangsaan Irlandia,
yang sudah berdiri di podium utama. Kami diminta untuk bersiap-siap karena
presentasi akan dimulai lima menit lagi.

Lisa, Hye-jin, dan aku saling menyemangati sebelum pergi ke kursi
masing-masing.

***

“LIHAT TADI ADRIAN ADA DIMANA?”

Hye-jin dan Lisa langsung mengarahkan tatapan mereka padaku. Oke, ini cukup
mengintimidasi. Pertanyaan Hye-jin itu jelas sekali jawabannya: di belakang
kursiku.

“Dita, ya ampun, kamu nggak *speechless* gitu?” todong Hye-jin dengan dahi
mengerut. “Tadi sikunya juga beberapa kali numpu di kursi kamu! Kalau ada di
sana, aku pasti udah pingsan!”

“Aku terlalu grogi buat speech. Jadi, nggak nyadar itu Adrian,” kataku
datar. “Eh, tapi dia pakai baju apa tadi?”

Lisa termenung. “Mantel biru dan *scarf *ala Timur Tengah*. Something
gorgeous.”*

Oh waw, itu adalah salah satu penampilan terbaik Adrian.

“Eh, jadi kan *weekend* ini kita jalan-jalan?” tanyaku mengalihkan topik
pembicaraan. “*We just passed a hectic week days,* butuh *refresh*ing otak!”

Hye-jin dan Lisa bertukar pandang, lalu mengangguk setuju. “Kita harus spa!”

Selanjutnya, kami berpisah untuk kembali ke asrama. Karena Lisa mendadak
dipanggil dosen, aku memutuskan untuk ngopi sebentar di kafetaria kampus.
Beberapa temanku yang ikut presentasi ada di sini. Juga… mahasiswa dari
jurusan Jurnalistik. Okeee.

Tiba-tiba, ada suara ‘klik’ dari samping yang mengagetkanku. *Someone
pictured me with camera!* Aku menaruh cangkir dan begitu menoleh ke samping…

Sayang, Hye-jin tidak ada di sini.

Itu Adrian dengan DSLR di tangannya. Sebuah senyuman hangat tersungging di
wajahnya dan membuatku melongo seperti orang bodoh. Kemudian, tangannya
menunjuk padaku dan DSLR - tanda minta maaf karena telah memotret tanpa
izin. Aku hanya mengangguk, lalu kembali menyeruput kopi.

Tak lama kemudian, ada satu ‘klik’ lagi. Namun ketika aku menoleh, Adrian
sudah pergi.

***



- (oleh @artemistics - http://acoffeelover.blogspot.com)

No comments:

Post a Comment