Tentang 30 Hari Cerita Cinta

15 September 2011

Elegi Purnama #3

Aku bergegas turun dan menuju kerumunan. Motor tiger warna hitam sedang berusaha diangkat beberapa laki-laki tanggung dari atas tubuh seseorang. Aku terbeliak kaget melihat sosok di bawahnya, Herry! Gemetar tanganku mencari nama ayah Herry dalam handphone. "Assalamualaikum Ayah, ini Runny". "Waalaikumsalam, eh Neng apa kabar? Gimana-gimana?" Suara berlogat Betawi dari ujung sana menjawab. " Runny di rumah sakit Yah, Herry kecelakaan". Tanganku berpegangan pada kursi ruang tunggu UGD yang dingin. Sendiri di sini, menunggu mantan kekasih yang konyol menabrakkan diri ke tiang listrik dengan kecepatan tinggi. Beberapa perawat lalu lalang, bau pengap obat menyeruak. Aku gelisah menunggu dokter keluar dari ruangan bertirai biru muda itu dan memberi tahu keadaan pasien yang baru saja bermain-main dengan nyawanya. Aku tak suka berada di sini.
"Nes, tolong bilang anak-anak Liabilities, meeting kita tunda sampe siang. Gw di rumah sakit sekarang, mungkin nyampe kantor jam 11an. Herry kecelakaan". "Hahhh, ngapain lagi tuh doi? Kok bisa? Lo baik-baik aja kan Run?" bertubi-tubi pertanyaan dari Agnes, salah satu sahabat di kantor. "Iya udah, ntar gw ceritain detilnya, tolong bilang juga sama pak Anwar nanti ya". Klik, telepon kututup tanpa panjang lebar lagi setelah suara dari ujung sana mengiyakan.
Suara sepatu pantovel melangkah membuatku refleks menengok ke arah datangnya. "Gimana sih neng ceritanya sampe Herry begitu. Ada-ada aja dah, astaghfirulloooh" sosok setengah baya ini mengusap wajahnya yang pias. "Siapa di sini kerabat pasien yang kecelakaan motor barusan?" Seorang pria berjubah putih ditemani perawat muncul. "Bagaimana anak saya dok?".
Kami menarik napas lega, ia selamat. Mata kaki sebelah kanan retak dan kepalanya terbentur ringan. Pemeriksaan sementara kondisi kepalanya baik-baik saja. Mungkin isi kepalanya yang tak baik-baik saja, gumamku. Ia tergeletak tak berdaya di tempat tidur rumah sakit. Wajahnya tak lagi galak seperti tadi pagi, meringis menahan sakit rupanya. "Honey, aku minta maaf. Ampuuun" setitik air mengalir lewat ujung matanya. "Mintalah ampun padaNya", aku menatap dingin matanya.
"Yah, Runny minta maaf gak bisa nemenin Herry. Ada meeting hari ini". Maaf kedua pun kuucap kembali karena tak bisa bersama dengan sulungnya seperti yang sudah dibicarakan dengan orang tuaku dulu. Sebab bersamanya adalah baik yang buruk. Dan telah kupilih buruk yang baik.                       
         ~~~
"Gila lo Run, gila banget pokoknya. Lo tau, head treasury akhirnya meng-approve semua rancangan peraturan kita. Trus, trus..yang lebih oke lagi.. Tadi ada Abi, the coolest man ever!" Agnes terus bicara tanpa perhatikan ekspresiku. "Eh, trus gimana si Herry, cowok cengeng mantan pacar paling setia itu?".
Aku melotot. Jadi meeting dengan bagian lain sudah dilaksanakan. Semacam pemanasan menuju meeting yang akan diselesaikan siang ini. Hingga sore mungkin, atau malam. Membahas sesuatu sampai detil dan njelimet. Dan tandanya pikiranku akan terbagi banyak.
"Hai Runny", pesan ketiga dari Rengga. Aku tak ingin bercakap dengan siapapun. Pikiranku riuh. Kumatikan blackberry dan kedua ponsel lainnya.
Baiklah, kuhela napas sebelum merapikan berkas dan berjalan melewati bagian akunting menuju ruang meeting.
"RUNNY!!...ada telepon buat lo, gw transfer ke meja ya", Shinta muncul dari balik kubikel dan berdiri.


- (oleh @IedaTeddy - www.bungaliar.tumblr.com)

No comments:

Post a Comment