Tentang 30 Hari Cerita Cinta

15 September 2011

Di Kota Kecil Itu #3: Reuni


            Setelah menikmati makan malam masakan Kakek Chris, David mendapat tur keliling Greenville gratis. Pemandunya tentu saja Gloria.
            Mereka berjalan menelusuri jalanan yang sudah sepi di sore hari itu. Memasuki taman pusat Greenville, terjadi sedikit perubahan suasana.
            Langit yang sudah gelap menonjolkan terangnya lampu-lampu di Greenville Park. Taman yang cukup luas ini ramai dengan keluarga-keluarga dan pasangan-pasangan.
            "Tetapi sejak kapan Greenville Park seramai ini?" tanya David.
            "Entah. Tetapi bukan hal yang buruk. Taman ini terlalu luas dan indah untuk dibiarkan begitu saja," kata Gloria.
            "Mungkin sejak tempat bermain itu ditutup? Kamu masih ingat, kan? Tempat bermain di depan rumahmu dulu. Ngomong-ngomong, mengapa bisa ditutup? Ku kira tempat itu sangat populer di kalangan anak-anak di sini." David teringat pada taman bermain yang sering dikunjunginya itu.
            "Dan juga," lanjut David. "Rumah mewah itu. Sejak kapan Greenville ada orang sekaya itu? Setahuku, orang-orang di Greenville bukan tipe orang yang suka memamerkan kekayaan mereka."
            Gloria tidak memberi jawaban, hanya tersenyum.
            Sekilas David merasa Gloria membeku saat mendengar komentarnya tadi. Langkah Gloria sepertinya terhenti sejenak. Tetapi senyuman yang kembali menghiasi wajah Gloria membuat David mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut.
            Mungkin dia merasa sedih, batin David.
            David mengangguk-angguk ringan, menyakinkan dirinya bahwa reaksi Gloria tadi karena Gloria merasa kehilangan. Taman bermain itu menyimpan banyak kenangan bagi anak-anak seumuran mereka yang besar di Greenville.
            Kedua remaja duduk di bangku yang menghadap air mancur di tengah-tengah taman. Gloria mulai menceritakan perubahan-perubahan pada Greenville.
            David menertawakan Gloria saat gadis itu menjelaskan proses perpindahan Greenville's Town Library dari bangunan lantai satu yang sempit, kecil, dan panas ke lokasi sekarang. Sebuah gedung bertingkat tiga di dekat Town Hall. Gloria bercerita dengan semangat, terutama pada bagian dimana dia membantu perpindahannya.
            "Rencanamu untuk besok apa?" tanya Gloria setelah pidato panjang lebarnya selesai.
            David mengangkat bahu. "Entah. Kamu punya saran?" tanya David.
            "Ke Town Hall," ujar Gloria. "Bagaimana? Berminat? Tetapi itu sore, setelah toko-toko tutup. Ada perayaan ulang tahun Paman Alex. Kamu masih ingat? Paman Alex, kepala panti asuhan Greenville."
            David mengernyit dan menggeleng perlahan.
            "Tetapi aku ikut saja. Ku rasa kakekku juga akan pergi. Pergi ke sana lebih baik daripada kebosanan di rumah," kata David sambil tersenyum lebar.
            Gloria mengangguk-angguk dan keduanya terdiam.
            David menguap memecah keheningan di antara mereka. Gloria menatap David dengan wajah tertegun sebelum akhirnya tertawa lepas.
            "Ku rasa kita pulang saja dulu. Daripada bosan di sini, lebih baik bosan di rumah. Tur untuk hari ini cukup sampai di sini," kata Gloria setelah berhasil menenangkan dirinya.
            David mengiyakan dengan tampang kusut.
            Buat malu saja, ujarnya dalam hati.
            "Sudahlah, mukanya jangan masam seperti itu," kata Gloria sambil berdiri dan tersenyum kecil.
            David baru saja mau membantah saat melihat perubahan pada raut wajah Gloria. Ekspresi Gloria kembali berseri-seri, matanya berbinar-binar. Sambil melambaikan tangannya, Gloria menyahut sebuah nama yang membuat David segera menoleh pada arah lambaian gadis itu.
            "Florence! Florence!" Gloria mengeraskan suaranya hingga beberapa orang di sekitar juga ikut menoleh pada seorang gadis yang sedang berdiri di samping air mancur.
            Gadis itu celingukan mencari-cari orang yang memanggilnya. David dapat melihat sebuah senyuman mengembang di wajah Florence saat dia melihat Gloria.
            "Kapan kamu ke sini?" tanya Gloria begitu Florence berdiri di depannya.
            "Tadi siang," jawab Florence. Kemudian matanya tertuju pada David yang berdiri di samping Gloria. Dia kaget.
            Gloria melihat kedua orang yang saling menatap itu dan tersenyum. "Perkenalkan, temanku waktu kecil dulu. Namanya…"
            "David," kata Florence.
            David tersenyum sedangkan Gloria mengernyit bingung.
            "Kalian kenal?" tanya Gloria.
            "Hari ini. Tadi kami satu bis," jawab David. "Tetapi aku tidak menyangka kamu masih ingat namaku." Mata David terus tertuju pada Florence yang tersenyum sebagai jawaban.
            "Ingatan Florence memang bagus sejak dulu. Jangan terlalu bangga pada hal seperti itu," ledek Gloria.
            David melihat Gloria dengan tatapan jengkel.
            "Kalian akrab," kata Florence.
            "Ya, begitulah." David tersenyum. "Ngomong-ngomong…"
Sebelum David menyelesaikan pertanyaannya, sebuah suara memanggil Florence. Suara seorang laki-laki. Pandangan Florence segera teralih.
            "Florence, ternyata kamu di sini," kata laki-laki itu saat dia mulai mendekat.
            "Maaf," gumam Florence.
            David memasang wajah kesal. Berani-beraninya orang ini memotong kata-katanya di saat penting.
Laki-laki itu berdiri dengan badan yang agak dimiringkan, sehingga terkesan membelakangi David dan Gloria. Dia mengenakan kaos biru muda dengan kemeja lengan pendek berwarna putih polos, celana jeans, dan sepatu berwarna biru putih.
David melihat laki-laki itu dari atas ke bawah dan kembali lagi ke atas. Laki-laki itu memakai kacamata berbingkai hitam. Tampangnya terkesan lebih dewasa dibanding mereka.
            "Ethan, ini…" Florence memutar kepalanya pada Gloria dan David.
            Laki-laki bernama Ethan itu ikut menoleh. David melihat perubahan ekspresi pada wajah si Ethan. Raut wajahnya sedikit tercengang.
            "Oh, ternyata kamu ada janji dengan Ethan, Florence. Sudahlah, kami tidak mau mengganggu," kata Gloria sambil tersenyum lebar. "Come on," kata Gloria pada David.
            David tidak tahu bagaimana yang lain melihat senyuman Gloria sekarang. Tetapi baginya, senyuman itu terkesan terpaksa dan kaku.
            "Tu…Tunggu! Ini bukan…"
            Gloria tidak menunggu Ethan menyelesaikan kata-katanya dan langsung melangkah meninggalkan tempat itu. David hanya bisa mengikutinya dari belakang. Dia bahkan tidak pamit dengan Florence.
            Selama perjalanan pulang, Gloria lebih banyak diam. Aura cerianya sirna. David yang berusaha memperbaiki suasana hanya mendapat anggukan, gelengan, dan jawaban super singkat dari Gloria.
            Mungkin liburan ini tidak akan sesederhana seperti yang ku duga, batin David dalam hati.




- (Oleh @lid_yang - http://lcy-thoughts.blogspot.com)

No comments:

Post a Comment