Tentang 30 Hari Cerita Cinta

15 September 2011

Senja Bersamamu: Tak Semua Bisa

Aku dan Aldo baru selesai berganti baju setelah tiga jam menjadi pager ayu dan pager bagus pada acara pernikahan Aryo. Kami berdua memutuskan untuk langsung ke Summarecon Serpong karena ada rapat penting dengan kliennya Aldo. Capek banget, tapi harus. Aku melihat mata merah Aldo menahan kantuk akibat tidak tidur dua hari. Aku sendiri sekuat tenaga untuk terjaga. Rasanya kesadaran tinggal 20 persen.

Baru duduk di kursi sambil melihat pihak catering membereskan sisa makanan, kusesap kopi hitam sekali, tetiba Caca berteriak. "Aunty!! Kok Aunty bisa ada di sini? What are you doing?"
Aku terkejut. Gadis mungil berusia enam tahun itu menepuk pahaku lumayan keras. "Eh, Ca! Kamu sama siapa ke sini?" tanyaku.
"Sama Mommy," jawab Caca riang. Ya, Lita adalah teman kuliah Aryo.
"Hai!" sapa Lita. Kami saling berpelukan. 
"Gue lupa kalo lu juga pasti hadir di sini," celetuk Lita. Aku nyengir.
"Lah, gue malah takjub Aryo bisa ngundang lu," ledekku. Lita menjitakku.
"Kita pulang sekarang?" sela Aldo. Aku mengangguk. Aku berpamitan pada Lita dan Caca.

Di Summarecon, tak sengaja aku dan Aldo bertemu Rico. Pria berwajah sangar dengan tatto nyaris di sekujur tubuhnya. Sahabatku sejak SMA. Ah, tak ada yang bisa menilai Rico hanya dari kulit luarnya saja. "Hai! Ngapain lu berdua di mari?" sapa Rico cuek.
"Menurut lu, Co?" Aldo balik bertanya. Aku tertawa kecil. Dari dulu Aldo selalu cemburu pada Rico.
"Halah, Do! Santai aja nape, sih? Lu emang tukang nyolot ya kalo gue tanya? Heran deh!" Rico menggelengkan kepala.
"Sudah ah! Baru ketemu sudah mau berantem aja lagi. Persis Tom and Jerry deh kalian! Dan Aldo, ayo buruan. Kita terlambat. Sorry ya Rico, kita ada meeting dan kami berdua tuh capek banget. Next time ya? Bye!" aku menyeret Aldo menjauh dari Rico sebelum terjadi perang.

Pulang ke rumah. Lelah luar biasa. Aldo sudah terkapar dengan sukses. Aku masih harus membereskan berkas hasil rapat dan baju kotor bekas resepsi tadi siang. Remuk rasanya badan ini tetapi pikiranku melayang ke pertemuan tak sengaja dengan Rico sore tadi.

Pria beranting emas putih di telinga kanan itu berhasil menarik perhatianku. Ketika kupikir dia adalah pemabuk, pemadat, tukang main perempuan, dan perusuh... Ternyata...

Aku ingat bagaimana dia meyakinkanku untuk membawa adik bungsuku ke pesta ulang tahunnya. Dia ngotot mengatakan bahwa adikku pasti mau bermain dengannya dan menyukainya. "Tampang penjahat kelamin macam lu bisa menaklukkan adik gue? Lu tahu gue pernah cerita kalau Rizki susah untuk mengenal orang baru. Apalagi lu? Awas aja bikin adik gue nangis!"
"Seratus persen garansi deh!" Rico tersenyum penuh arti.

Dan keajaiban itu memang terjadi. Sore itu pesta ulang tahun Rico bertema vampir. Menyebalkan, memang. Tapi lihat dong adikku! Bocah berusia empat tahun itu tampak akrab dengan pemuda bertampang preman gak jelas sambil tertawa riang. Aku bengong. Bagaimana mungkin... Rico bisa menaklukkan Rizki? Mengapa yang dicarinya selalu Rico?

"Sekarang lu percaya gue? Inget, gue gak pake pelet loh!" bisik Rico tersenyum puas. Aku mendelik. Penilaianku berubah.

Aku tertidur di tumpukan berkas rapat dengan wajah Rico memenuhi mimpiku.

**
Hingga kini, aku masih tak percaya. Di ulang tahun Caca sore, ternyata Rico menjadi MC dan salah satu pengisi acaranya. Lagilagi aku terpana. Caca sangat benci pria bertato, tetapi bisa akrab dengan Rico. Aku memperhatikan mereka berdua hingga tak sadar tersenyum membayangkan... "Heh! Jangan ngelamunin pria gak jelas itu deh!" Aldo melotot geram ke arahku. Sontak aku mengerjap dan membuang pandanganku ke arah kolam renang.
"Gak semua orang bisa seperti Rico, Do. Please take a look. Anak-anak menyukainya. He will be a good father. Bagus toh?" aku mencoba tersenyum wajar.

Aldo tidak terima disaingi oleh Rico. Ia berusaha mengajak bermain Caca. Yang terjadi adalah.... Yap, Caca menangis hingga nyaris berteriak. Aldo meminta maaf dan Caca mencari... Rico! Aku tertawa kecil. Aldo misuh-misuh. "Harga diri gue jatoh!"
"Aldo, kamu gak perlu seperti itu. Sudah kubilang, gak semua bisa seperti Rico. Kamu harus belajar satu hal sebelum bisa diterima oleh bocah-bocah itu," aku mencoba menahan tawa.
"Apa?" tanya Aldo ketus.
"Belajar membersihkan muntah Sandro dan pupnya Valencia. Bisa? Lihat dong Rico," aku menunjuk ke arah riuh rendahnya suasana pesta. Kulihat wajah Aldo langsung tegang. Ia tak pernah sanggup melakukan itu...


-----
special for Ricky, my krucil's best uncle :)


- (oleh @andiana - http://romansapena.wordpress.com)

No comments:

Post a Comment