Tentang 30 Hari Cerita Cinta

15 September 2011

Jenaka Bukan Dosa: Taktik Sihir Peri Amora




Baik, pintar, dan cantik biasanya tidak datang dalam satu paket.

Sebagian orang mungkin memandang seperti ini pada kaum Hawa. Istilah beauty-brain-behaviour pun seakan jadi slogan propaganda industrialis demi suksesnya ajang kecantikan. Gue termasuk yang percaya kalo para Miss, Putri, None atau apalah sebutannya itu pasti diatur skenario, melalui pelatihan melelahkan, mulai dari senyum tiga jari, lambaian tangan, cara jalan, sampai cara mereka bertutur di depan mikrofon. Ya, begitu didewakannya pencitraan atas nama popularitas.

Detik ini, barulah gue percaya kalo baik, pintar, dan cantik yang alami itu memang benar ada. Diciptakan begitu rupa oleh Sang Jenius yang bertahta di atas sana. Sekarang, bukti nyatanya tersenyum manis di depan gue sambil mencoba menyelamatkan masa depan gue yang bisa dibilang sama nggak jelasnya seperti ending sinetron Putri yang Ditukar.

Melanie Amora, seperti namanya, ahli percintaan kelas wahid. Bukan dari hasil bergonta-ganti pacar atau tumpukan pengalaman one night stand. Meskipun dia sangat bisa melakukan semua itu. Tinggi, ramping, cerdas, kulit putih, mata coklat, rambut hitam ikal tebal, senyum ramah dibalut kawat gigi berwarna biru, supel, dan macam-macam lagi kelebihan dirinya. Pendek kata, Melanie adalah versi cewek dari Mas Boy-nya Catatan Si Boy, tanpa kacamata item dan kemeja norak kegombrongan tentunya. (Wait, artinya gw antara Emon atau Si Kendi itu dong, BFF-nya Mas Boy?)

Singkat cerita, Melanie lagi-lagi membuktikan kehandalannya menangani kasus-kasus cinta absurd, yang kali ini dateng dari pasien kelas berat, namely ME.

"Ri, all this time you were missing one important thing. It takes two to tango, Baby!" seru Melanie sambil tertawa berderai. Jidat gue makin kembaran sama kue pancong, berkerut parah. Astaga, kata-kata Melanie lebih sulit gue mengerti dari soal Fisika yang dulu zaman SMA bikin gue mencret semaleman.

Tawa Melanie tambah kenceng liat gue yang mendadak serius dua belas. Dia pun melanjutkan, "Selama ini lo merasa kalo lo gagal bikin mereka suka dan mau ketawa tulus karena kelucuan lo. Tapi, pernah nggak lo nyari juga cowok yang bisa bikin lo ketawa lepas?"

DUENG!!!

Otak gue lepas dari pernya di kepala. SESIMPEL ITUKAH JAWABANNYA?

"Ri, pacar itu bukan penonton yang harus lo hibur terus-terusan. Cinta nggak ada artinya kalo yang bahagia cuma satu pihak. You deserve the best guy, as he also gets the best in you. So, sekarang lo tinggal cari soul mate lo. Cowok yang bisa bikin lo hahahihi sepanjang hari dan dia nggak terima honor buat lakuin itu. Piece a cake, right?"

Pelukan erat, hangat, berefek samping asma kambuh, menghambur begitu aja ke arah Melanie. "Ibu Peri, you really rock! Ambil aku jadi muridmu, Guru! Aku Wiro Sableng dan kau Sinto Gendeng!" jerit gue saking bahagianya.

Tiba-tiba Melanie yang tadinya terbahak kencang, berubah dingin dan lempeng. Zombie mode on. "I hope that will be your last joke until you get a new boyfriend again," suara Melanie pelan tapi pasti menusuk gue sampai kempes dihantui rasa nggak percaya. Aslina, nih?

Melanie nangkep cepet air muka gue yang super blah bloh. "Tenang, Ri. Gue nggak bakal ngerubah lo jadi cewek jaim dengan make-up dempul setebl 3 meter seperti Nona 'Sesuatu Yah' itu lho. Kita bukan mau casting sinetron kan?" Melanie lagi ngeluarin jurus menjinakkan kucing labil. "Lah, terus maksud  lo apa, Mel? Masa gue harus pake selotip di mulut? For God's sake, comedy is written all over my name!",  seru gue yang mulai terdengar putus asa mencoba memahami ke mana arah omongan si pakar satu ini.

"Let me put it this way. Now, you play the audience part and please drop your comedian act for a while. Kasih kesempatan cowok itu menghibur hidup lo. Lo tetep berkomunikasi sama dia, cuma caranya lebih jadi cewek yang ramah dan pendengar yang baik. Tawa lepas dan pandangan mata yang tulus, gue rasa udah cukup jadi respon positif lo buat usahanya dia," jelas Melanie.

"Trus? Kapan gue bisa naik panggung lagi?" sahut gue yang mulai berpikir kalo ide Melanie really worth a shot. Melanie nyengir lebar, "I thought you'd never ask. Gini aja Ri, kalo lo udah ngerasa nyaman dengan cara dia bikin lo ketawa, mulai aja maju sedikit demi sedikit. Tingkatin respon lo dengan selipan bercanda ringan. Make some wicked punch lines. He'll melt down because of them."

Senyum lebar gue kembali dateng. I hope magic and miracle do exist. Taktik sihir Ibu Peri tampak seperti strategi kemenangan di atas kertas. (Semoga nggak ada suara komentator nanti bersuara, "Sayang sekali, saudara-saudara! Serangan Ria melayang di atas mistar gawang. Ada daun kangkung nyelip di giginya saat tertawa tadi...")

"Oke, rencana lengkapnya kita omongin sambil nongkrong aja, yuks! Kamar ini masih ada sisa aura kesompretan si Kanjeng Mas Sok Iye itu. Just burn the letter, put on your favorite tee and let's sip our afternoon tea at the Perky Park!" ajak Melanie sambil beranjak ke lemari dan mulai ngeluarin beberapa kaos humor andalan gue. Kalo bisa gue angkat cendol segerobak buat Melanie, pasti gue lakuin saat itu juga. Sekalian bonus gue tarik gerobaknya pake gigi kaya Limbad, deh.  Mantap!

Nggak sampai sejam kemudian, kita berdua udah duduk manis di salah satu sofa empuk Perky Park, kafe mungil nan nyaman yang jadi tempat nongkrong favorit kita. Sepoci teh rosella hangat, sepiring bitterballen, dan semangkuk huzaren sla jadi amunisi pembicaraan maha penting kita sore itu.

Melanie mulai bikin mind map tentang apa yang bakal kita lakuin buat taktik sihirnya itu. Mulai dari kriteria cowok, di mana kita bisa nemuin cowok seperti itu, sampai apa aja langkah-langkah yang harus gue inget dan lakuin pas gue bisa bikin kontak sama cowok itu.

Seriously, my bestie is one hell of a strategist! Kalo Pak Walikota tahu kemampuan Melanie udah setinggi ini, bisa-bisa langsung ada kontrak eksklusif merancang strategi melawan serbuan para copet di terminal dan stasiun. Sembah sujud!

"Jadi, Ri. Cowok seperti ini sebenernya gampang-gampang susah. Gampang nemuin cowok yang suka bercanda, tapi bakal agak susah dapetin cowok yang bercandanya asyik dan nggak norak, plus STILL SINGLE," Melanie kasih penekanan bold font size 72 pada dua kata terakhir. "But don't worry, Darl. He's right there, waiting for you to found him. Masih banyak jalan ke Roma, muridku," ujar Melanie terkekeh.

"Siap, Bu! Gue juga mulai pantengin timeline Twitter, deh. Gue udah follow  beberapa akun humor, kali aja ada penggemarnya yang cocok sama buruan kita. Biar dia bisa langsung dipatok sama si burung biru, yihaaa!" seru gue sambil mulai utak-atik smart phone.

Melanie membuka netbook birunya dan setelah 15 menit browsing sana-sini, dia tampak tersenyum puas. "Ri, kebetulan banget alam semesta lagi ce-es sama kita, nih! Sabtu depan bakal ada acara Stand Up Comedy di WooHoo Cafe. Pas kan jadi tempat test drive taktik kita?"

Bingo! Berarti ada waktu seminggu buat gue siap-siap nahan nggak ngelawak secara frontal. Bisalah! Kalo masih gatot juga, bener-bener ora ono pendidikane blabar pisan!

Malem itu, lagu My Bonnie ditendang dari playlist. Berganti suara kompak Project Pop.

Kamu, kamu sungguh manis
Aku pun tergoda
Jadilah pacarku

1,2,3,4,5 ... Gue mulai menghitung detik-detik yang berjalan. Seminggu bakal berasa cuma selangkah dua langkah lagi.

Mainkan tongkat sihirmu, Ibu Peri. Jadiin gue dan cowok beruntung itu yang tertawa keras paling akhir, atau... jadiin kita yang tertawa bahagia selamanya.

-sambunglagiesokhari-

--


- (oleh @retro_neko - http://iammrsred.tumblr.com)

No comments:

Post a Comment