Tentang 30 Hari Cerita Cinta

14 September 2011

Bayangan ke Lima : Jam 2 Siang

“Gimana kuliahnya tadi?” tanya Elang

“Yah gitu deh, aku gak mau bahas soal kuliah kalau lagi ketemu langsung sama kamu L” ucapku

“Hehe, iya deh, tadi naik apa kemari? Maaf ya, aku gak bisa jemput”

“Gak apa, tadi aku naik taxi dan gak macet kok. Pas kan jam 2 aku sampai”

Duh..kok gue bohong sih sama Elang.. ucapku di dalam hati.

--SMS masuk—

“Non, ini nomer aku, Bayang. Yang tadi di sepanjang jalan kamu liatin terus pas nyetir, kalau gak keberatan disave yah” sms Bayang.

Akupun senyum-senyum membacanya.

“Ogah” satu kata ku kirim membalas sms tadi.

Masih senyum-senyum, dan tetiba Elang bertanya,

“Mau pesan apa?”

Dan kamipun mengobrol banyak hal, sampai selesai makan.

“Kita ke hotel mana sekarang?” Elang bertanya.

“Eh? Kamu belum mutusin mau di mana lagi? Sekarangkan giliran kamu yang mutusin” jawabku.

Kami memutuskan untuk tidak pergi kemana-mana saat hari pertama bertemu, Elangpun biasanya belum pulang ke rumahnya, biasanya kami check in di hotel untuk menghabiskan waktu berduaan sampai tengah malam, dan Elang mengantar aku pulang sebelum dia juga pulang ke rumahnya. Kami memutuskan seperti ini karena kami jarang banget ketemu, dan benar-benar mau menikmati saat-saat bisa ketemu seperti ini, dia pun kalau ke Jakarta cuma dua sampai empat hari, itu juga buat kerja, jadinya hari pertama nyampe itu harus buat aku.

Hari ini kami memutuskan untuk memilih hotel yang tidak terlalu jauh dari mall, kami hanya check in sampai tengah malam, lalu pulang ke rumah masing-masing. Elang itu lelaki yang sopan, belum pernah sekalipun dia merayuku untuk melakukan sex selama kami berduaan saja di dalam hotel, di dalam hotel kami hanya ngobrol sambil aku bersandar di bahunya, cerita macem-macem, becanda, ciuman, pelukan, makan bareng dan hal-hal yang-menurutku-masih wajar lainnya.

Kali ini kami sengaja memilih hotel yang ada terasnya, karena dari kemarin langit Jakarta lagi cerah, aku mau nunjukin ke Elang bintang-bintang yang selama ini cuma aku ceritain dari telepon.

“Lang, liat deh, iya, sebelah kiri sana, bintangnya terang banget ya. Dari kermarin tuh, aku juga bisa keliatan dari rumah loh” ujarku sambil menunjukkan bintang terang yang ada di sisi kiri pandang kita berdua.

“Ah iya, sinar bintangnya terang banget, kaya mata kamu” ucapnya sambil menatapku.

“idih..idiiih.. pacarnya aku mulai bisa gombal..” ucapku sambil tertawa dan mencubit lengannya, dan dia pun memelukku sambil tertawa.

“Hahahaha, bener kok, mata kamu tuh bagus, besar, hitam dan jernih, kaya bintang yang itu tuh” ucapnya lagi sambil menunjuk bintang yang tadi aku tunjukkan.

Aku menatap matanya dalam-dalam dan dia mencium keningku. “Aku sayang kamu banget tauuuu..” ucapku.

“Aku juga sayang kamu banget-banget tauuuu...” balasnya.

Kami pun tiduran di teras hotel tersebut dan menatap bintang-bintang seadanya di langit Jakarta yang malam itu sangat indah sekali, sama persis dengan apa yang sedang kami berdua rasakan.

Tuhan, aku ingin seumur hidupku ku habiskan dengan pria ini, Elang Atmaja. Aku sayang kamu, Lang. Ucapku di dalam hati sambil menatap dia tertawa sambil berusaha menunjukkan bintang-bintang lain yang tidak kalah bersinar dari bintang yang aku temukan.

“Kamu bintangku, Lang” bisikku sebelum mengecup bibirnya, dan kamipun berciuman di bawah sinar bintang pada malam itu.

--

“Duh..” ucapku tetiba.

“Kenapa?” tanya Elang.

“Sudah jam setengah dua belas, aku harus pulang”

“Iya, aku antar kamu sekarang. Tiap kali bareng kamu, selalu aja waktu tuh cepet banget” Elang berkata.

“Kamu jangan ngomong gitu, aku jadi sedih. Eiya, kamu di Jakarta berapa lama?”

“Cuma dua hari, besok malem aku pulang”

--

Di sepanjang perjalanan menuju rumah tangan kami saling mengenggam erat seolah tidak rela dipisahkan lagi oleh waktu. Andai saja waktu bisa dibekukan, malam ini saja, hari ini berlalu terlalu cepat, belum habis rindu yang kukumpulkan selama ini, sudah harus dipisahkan lagi oleh waktu. Kutatap parasnya yang sudah mulai mengantuk, dalam hati aku berkata “I Love you” namun yang terdengar hanya sebuah senyum di wajahku.

Sesampainya di depan rumahku Elang mengecup kening dan memeluku di dalam taxi yang kami tumpangi, Elang gak boleh sampai ketauan ibu ngajak aku pergi sampai jam segini. Sebenarnya Ibu sudah tau aku punya pacar, tapi Elang belum pernah ku ajak ke rumah dan ku kenalkan ke ibu, menurutku sih belum waktunya, nanti saja, saat dia sudah duluan mengajak aku berkenalan dengan orang tuanya.

“Hati-hati di jalan yah, terima kasih untuk hari ini” ucapku setelah Elang melepaskan pelukannya.

“Terima kasih untuk hari ini, sayang. Selamat istirahat” ucapnya.

Setelah melambaikan tangan dan taxinya mulai jauh meninggalkan jalanan sunyi komplek rumahku, aku membuka pagar dengan pelan, berharap ibu sudah tidur dan aku bisa masuk kamar tanpa harus menjawab pertanyaan ‘ini itu’ dari beliau.

Lampu-lampu sudah mati, yes! Artinya ibu sudah tidur. Ku buka dan tutup kembali pintu dengan pelan, memasuki rumah dengan perlahan tanpa menimbulkan suara sedikitpun hingga akhirnya sampai ke dalam kamar.

Ku lempar badanku ke atas kasur dengan penuh senyum. “Erlangga..” ucapku pelan.

Malam makin larut, dan kenangan yang berputar-putar di dalam kepala mengajakku tenggelam bersama mimpi yang tak jera menyiptakan sebuah senyum yang tak pernah surut.

“Because of you I smile. Because of you I cry. Because of you I lie. Because of you I would die. When I’m with you I’ll try to leave my pride a while, dont be cruel my shy then I’ll be a fool if you try. Love is you know when I need you, and I know when you need me too. Love is the reason I want you and you are the reason I.”

-Yes Please Reason-

---

Jakarta, 9 Juni 2011

“Do, nonton yuk” ajak ku ke Ricardo saat makan siang di kantin kampus.

“Nonton apaan? Kalau mau nanti malem aja, gue masih ada kelas sampe sore” jawab Ricardo.

“Yah, terus gue ngapain dong sampe lo kelar kuliah?” tanyaku dengan sedikit kecewa.

“Pacar lo mane? Katanya lagi di mari” tanyanya.

“Kerja” jawabku singkat dengan nada sedikit jengkel.

“Ya udah, jalan-jalan dulu gih, atau gak balik dulu kek, nanti malem gue samperi ke rumah”

“Hmmm”

“Apaan ham hem ham hem, mau gak kalau gitu?”

“Hhhh..yaudah deh, gue balik aja”

“Iye, sana pulang dulu aja, mandi, yang cakep kalau mau jalan sama gue”

“Hmmm”

“Ham hem ham hem mulu, manisnya mana manisnya...” ledek Ricardo melihatku sedikit kesal karena harus menunggu dia selesai kuliah dulu untuk bisa nonton.

Akupun tersenyum dengan terpaksa dan meninggalkannya.

--

“Sinaaar..” suara Radit dari seberang jalan tempatku menunggu bus.

Akupun tersenyum dan menghampirinya.

“Langsung pulang? Baru jam 2 siang gini” tanya Radit saat aku memasuki mobilnya.

“Kost-an kamu dulu yuk. Males aku langsung pulang, gak ada siapa-siapa juga di rumah..” ucapku dengan sedikit cemberut.

“Gak ada siapa-siapa di rumah?” tanya Radit.

Akupun tersenyum... “Ke rumah aku aja!” ucapku cepat.

Mobilpun berjalan menuju arah rumahku, sesampainya di rumah, seperti ucapku tadi, tidak ada siap-siapa di sana. Ini bukan pertama kalinya Radit ke rumahku saat tidak ada siapa-siapa. Aku sayang sama Elang, hatiku mungkin milik dia, tapi saat Elang tidak ada, tubuhku milik Radit.

Radit langsung merapatkan tubuhku ke pintu kamarku, mulai menciumiku dengan penuh nafsu hingga pintu kamarku terbuka, seperti biasa dia mengarahkanku ke tempat tidur. Aku membantunya membuka kemeja biru yang saat itu dia pakai, dan diapun melepas celana jeans yang dia kenakan. Sambil tersenyum dia kembali menciumi seluruh tubuhku yang telah ia telanjangi dengan lembut.

Ini yang biasa kami lakukan dengan diam-diam, tidak ada yang mengetahui hubungan kami, dan kami sangat menikmatinya.

--

“Sayang, pacar kamu masih di Jakarta?” tanya Radit sambil menyalakan rokok di dudut kiri tempat tempat tidur selagi aku mengenakan pakaianku kembali.

“Masih” jawabku singkat.

“Tumben kamu gak pergi sama dia, malah di sini sama aku?”

“Sibuk kerja, besok dia balik ke Medan, mudah-mudahan besok sebelum dia balik aku masih bisa ketemu dia” jawabku sambil mengambil rokok dari tangannya dan mulai menghisap rokok tersebut sambil bersandar di bahunya.

“Kamu cantik” tetiba dia ucapkan sambil mengelus rambutku.

“Aku tau...” aku menjawabnya sambil tersenyum dan menatapnya.

“...dan karena itu jugakan kamu mau sama aku?” kulanjutkan ucapanku.

“Hahaha kamu ini, andai kita seagama, pasti kamu yang aku pacarin. Kamu juga pasti maukan jadi pacar aku yang resmi andai saja kita gak beda?” tanya Radit.

“Gak mau. Kamu bawel, aku gak suka pacar yang bawel, weeek” jawabku sambil bercanda.

Dan diapun melelukku sambil tertawa. Terdengar ringtone hp Radit dan dia langsung mengambilnya.

“Hallo sayang, aku lagi di kost temen, ngerjain tugas kuliah...” Radit menjawab telepon tersebut.

Hhhhh..pasti dari tunangannya. Merka sudah 4 tahun pacaran, tapi kata Radit mereka belum pernah ngapa-ngapain, I’m his first. Dia juga sih, pertama kali aku ngelakuin sex ya sama Radit. Dari awal aku memang gak mau hubungan kami lebih dari itu, kami beda. Aku tau watak dia, tidak akan mungkin dia mau mengalah untuk ikut ke agamaku, akupun seperti itu, tapi akhirnya malah jadi seperti ini, kami berhubungan diam-diam tanpa ada yang tau, dan tanpa status.

Radit menciumiku sambil menerima telepon dari pacarnya, dan aku harus menutup rapat-rapat mulutku agar tidak menimbulkan suara. Situasi seperti ini sungguh membuatku kesal. Kesal! Ku dorong dia jatuh ke tempat tidur, kubuka lagi baju yang baru saja ku kenakan, lalu ku buka baju dan celananya, dia tetap menerima telepon pacarnya, namun kali ini dengan sedikit gelisah, karena aku di atasnya dan aku membuatnya mendasah.

---

“Bu, nanti aku mau nonton sama Ricardo ya” ucapku di ruang tamu ke Ibu yang sedang asik menonton sinetron kesukaannya.

“Nonton apa? Nanti dia jemput kemari?” tanya Ibu.

“Iya, dia baru sampe, lagi siap-siap dulu” jawabku.

“Kalian sampai kapan sih, mau jalan gitu-gitu terus?” sebuah pertanyaan dari ibu yang membuatku sedikit bingung mendengarnya.

“Gitu-gitu apaan maksudnya, bu?” jawabku dengan bingung.

“Iya, kalian temenan sudah lama, kemana-mana berdua. Kamu katanya punya pacar, tapi gak pernah dikenalin ke Ibu. Ricardo juga katanya baru putus toh sama pacarnya yang kemarin itu? Mending kamu pacaran sama dia aja, anaknya baik, gak macem-macem, rumahnya deket, pacaran hemat ongkos” ibu terus berbicara sampai tidak sadar aku yang duduk di belakangnya menahan tawa karena tidak menyangka Ibu bisa berfikiran seperti itu.

“Hahahahahahha Ibu apaan sih, akukan sama dia memang dari dulu temenannya kayak gitu” akhirnya aku tidak bisa menahan tawaku, dan menjawab pernyataan-pernyataan ibu yang baru saja dengan baik beliau utarakan.

“Nah itu, daripada kalian temenan akrab gitu tapi sama-sama gak punya pacar, ya mending kalian pacaran aja” lanjut Ibuku.

“Ibu, hhhhh... Ricardo mah mana pernah gak punya pacar, emang dia baru putus, tapi sekarang udah ada lagi kok pacarnya. Model bu, itu yang suka ada di tv, banyak deh video klip dan iklan yang pacarnya Ricardo bintangin. Mana mau dia sama Sinar yang kayak gini, dia mah seleranya model-model unyu” ucapku sambil memijat pundaknya.

“Loh, dia udah punya pacar lagi toh?” tanya Ibu sambil menegok ke arahku, dan ku jawab dengan sebuah anggukan.

“Kamu juga gak kalah cantik kaya artis-artis di sinetron itu, Nar...” Ibu menunjuk ke arah pemain senitron yang sedang Ia tonton di tv.

“....lelaki tuh nantinya gak nyari cantiknya perempuan buat dinikahin kok, mereka bakal nyari yang nyaman, yang berani ngelarang dia saat dia mau membuat kesalahan, dan tetap mau di sampingnya dia saat dia membuat kesalahan dan membantunya memperbaiki kesalahan tersebut. Cantik mah lama kelamaan juga kalah sama gravitasi, semuanya turun, kendur ditarik bumi. Tapi kalau soal sifat dan otak mah, ibu jamin kamu jauh di atas mereka” panjang lebar ibuku terus berbicara.

Kalimat terakhir ibuku membuat pijatanku di bahunya terhenti, akupun melangkahkan kaki ke kamar tidurku. “Bu, kalau Ricardo sudah datang kasih tau aku ya, aku mau tiduran dulu sebentar di kamar”

Akupun meninggalkan ruang tamu dan masuk kamar, duduk di atas tempat tidur. Sifatku? Apa yang bisa dibanggakan dari sifatku? Sifat yang pandai menyembunyikan sesuatu? Menjadi selingkuhan seortang pria yang bulan depan akan menikahi tunangannya? Mengkhianati seorang lelaki yang mempercayainya?

Radit marah dengan kelakuanku tadi siang, dia pergi meninggalkan ku begitu saja karena aku menggangunya saat dia menerima telepon dari tunangannya. Sampai malam ini, dia belum menghubungiku lagi, hhhhhh...semoga saja tunangannya tidak mencurigai suara-suara yang mungkin terdengar dari telepon tadi siang. Semoga mereka baik-baik saja. Hhhhh... kuhelakan nafas panjang lagi.

---SMS masuk

“Non, besok jam 12 di retoran bebek bakar dekat jalan pertama kali kita ketemu. Kita makan siang bareng. Aku tunggu. Bayang”

SMS dari Bayang. Hah? Apa-apaan sih ni orang, ngajak makan siang bareng tapi gak pake nanya-nanya dulu aku bisa apa nggak. Mana pulsaku lagi habis, gak bisa bales SMS dia lagi. Duh.

“Sinaaaar, Ricardo tuh..” suara Ibuku memanggil dan memberi tahu bahwa Ricardo sudah datang menjemputku.

“Iya, bu. Suru tunggu sebentar, 2 menit lagi aku siap” jawabku, dan segera aku memakai sepatu, mengambil tas dan merapihkan rambutku.

--

“Do, gue bbm Elang masih aja nyampe doang, gak dibaca-baca, mau telepon gak ada pulsa. Tu anak bener-bener deh kalau kerja lupa sama gue” ucapku ke pada Ricardo di dalam mobil yang sedang menuju tempat kami ingin menonton.

“Besok dia balik ya? Lo ketemu dia besok?”

“Gak tau juga, dia belum ngabarin”

“Sabar, nanti kali kalau udah kelar kerjanya dia baru liat hp trus ngubungin lo deh. Eh, Nar. Gue ngajak Alyssa ya, gue lupa ngabarin lo lagi tadi. Ini kita jemput Alyssa dulu”

“Kok lo ngajak pacar sih? Trus gue jadi nyamuk gitu? Kebangetan” ucapku dengan nada sedikit kesal.

“Tadi dia nanya, pulang kampus gue mau kemana, masa gue perlu bo’ong mau jalan sama lo doang, eh dia mau ikut, yaudah.. dari pada kita ga jadi nonton. Hayooo” jawabnya dengan santai.

--

“Hey Sinar, apa kabar?” ucap Alyssa dari luar mobil saat kami berhenti dan menurunkan kaca di depan rumahnya.

Ricardo memberi kode agar aku pindah duduk ke belakang, agar Alyssa bisa duduk di sampingnya.

“Baik, lo apa kabar, Lys?” jawabku sambil memberi pipiku ke pipinya. Kanan dan kiri. Ya, basa-basi.

“Aku juga baik. Hay baby, aku pakai parfum yang baru kamu kasih aku tadi, suka wanginya?” setelah menjawabku dengan seadanya, dia menyodorkan lehernya agar dicium oleh Ricardo.

Nujukin wangi parfum? Harus gitu sampe harus Ricardo nyium lehernya gitu depan gue? Idih..ni perempuan lebay banget. Aku duduk dan sambil memasang earphoneku, berharap tak satupun obrolan mereka terdengar. Sesekali aku melihat mereka berdua, mereka terlihat tertawa, tangan Alyssa tak lepas dari paha Ricardo, dan sesekali dia menciumnya. Oh God, ngapain gue harus liat ini? Ngapain gue harus berada di mobil ini bersama mereka sekarang? Damn.

--

Hhhhh..hela nafa panjang ku hela saat keluar dari bioskop.

“Gue ke toilet dulu” ucapku ke Ricardo seusai menonton.

“Eh, aku juga mau ke toilet, tunggu ya sayang..” ucap Alyssa.

“Sinar, kata Ricardo pacar kamu sedang di Jakarta sekarang?” tanya Alyssa saat kami berbarengan berada di depan kaca toilet sambil dia merapihkan lipstiknya yang hilang karena sibuk berciuman di dalam bioskop dengan Ricardo. Iya, iya, tadi aku sesekali mencuri lihat.

“Iya, dia lagi di Jakarta” jawabku sambil mencuci tanganku.

“Kenapa gak diajak?”

“Lagi sibuk kerja”

“Sinar, bukannya dia tinggal di luar kota? Sesekali ke Jakarta masa sih gak mau beberapa jam nemenin kamu nonton? Mending cari pacar aja yang sekota, dan gak sibuk-sibuk amat, biar bisa nemenin kamu setiap hari dan bisa kamu MINTA untuk nemenin kamu kalau mau nonton” dia berkata dengan nada yang sedikit kurang enak, seolah-olah aku salah telah meminta Ricardo menemaniku nonton.

Aku tidak menjawab pertanyaan dia, aku tersenyum dan meninggalkannya yang masih sibuk membereskan dandananya.

--

“Nar, Alyssa mana?” tanya Ricardo yang menunggu kami di depan jalan menuju toilet.

“Masih dandan” jawabku singkat dan melewatinya.

“Eh, mau ke mana lo?” tanya Ricardo dengan mengikuti langkahku.

“Gue mau jalan-jalan dulu sendiri, lo sama cewek lo aja sana. Gue balik sendiri, gak usah bilang-bilang ke Ibu” jawabku santai dengan terus berjalan.

“Eh, Sinar.. tunggu” Ricardo mencoba menghentikanku.

“Baby..” suara Alyssa dari kejauhan menghentikan langkah Ricardo.

“Iya, sebentar beb” jawab Ricardo ke Alyssa.

“Nar, Sinar!” suara Ricardo dengan sedikit membentak menghentikan langkahku.

“Lo mau ke mana? Lo kenapa sih? Dateng bareng-bareng, pulang misah. Ntar gue jawab apa ke Ibu lo kalau dia nanya-nanya?” Ricardo sekarang sudah ada di hadapanku.

“Gue Cuma mau cari angin doang kok, lo anterin aja Alyssa balik, atau ke mana dulu kek, nanti kalau udah mau pulang kabarin aja, gue juga balik pake taxi. Gue gak apa-apa. Sono gih pacaran dulu” jawabku sambil meninggalkan dia.

“Nar..” Ku dengar Ricardo menghelakan nafas dan memanggil namaku namun tidak kuhiraukan, aku terus berjalan dan sepertinya dia tidak mengejarku.

--

Aku duduk di sebuah cafe sambil merokok, kulihat hpku, belum ada balasan dari Elang, maupun kabar dari Radit. Punya dua lelaki yang katanya sayang sama aku, tapi pas gelap gini gak ada satupun dari mereka yang bisa aku andalkan. Mereka benar-benar kaya bayangan, saat aku gelap, merekapun menghilang. Bayang? Eh, nama lelaki kePD-an itukan Bayang. Cowok yang mentang-mentang cakep lalu seenaknya memutuskan mau makan siang sama siapa dan di mana. Iih..

Ku habiskan kopi di cangkir dan mematikan rokok terkahir yang kumiliki, sepertinya aku mau langsung pulang saja. Tidak ada hal menarik yang bisa aku lakukan sendirian gini.

--

“Hallo..” suaraku menjawab telepon masuk.

“Hallo, non. Terima SMS ku kan?” jawab si penelepon.

“Ini siapa ya?”

“Oh, jadi nomerku belum disave, dan memangnya ada banyak ya yang SMS kamu hari ini?” jawabnya sambil sedikit tertawa.

“Oh, elo. Ngapain lo telepon?” tanya ku ketus.

“Mau konfirmasi, besok jadikan? Kamu gak bales SMSku sih”

“Besok gue ada kuliah, gak bisa”

“Selesai jam berapa kuliahnya?”

“Jam 2”

“Yaudah, jam 2 aku sudah di sana ya. Pasti abis kuliah nanti laperkan?”

“Kok lo seenaknya aja sih, emang gue udah bilang gue mau?”

“Ok, besok jam 2. Sampai ketemu besok Nona, selamat malam” ucapnya terakhir sebelum dia menutup telepon.

“Eh, gue belum selesai ngomong. Hallo..hallo” ih...brengsek dimatiin aja pas gue ngomong. Cowok gila.

Nah, telepon lagikan tu orang..

“Hallo, eh gak sopan banget sih lo langsung matiin kaya gitu?” ucapku langsung tanpa melihat siapa yang menelepon.

“Hallo, Sinar?” suara berat yang familiar dan jauh berbeda dengan suara renyah si cowok kePDan tadi. Elang!

“Kamu kenapa marah-marah gitu?” tanyanya.

“Ah, nggak kok, tadi itu si Ricardo nelfon tapi langsung dimatiin aja pas aku belum selesai ngomong. Lamu kemana aja sih? Dari tadi pagi gak ada kabar”

“Aku tadi sibuk banget, meeting terus, hp aku baterenya habis, ini aku baru sampai rumah..”

“Kamu besok balik ke Medan, ya? Aku kapan ketemu lagi sama kamu?”

“Besok aku ke kampus kamu jam 2, kita pergi makan dulu sebentar, pesawatku jam 6, jadi nanti gak bisa lama-lama ya”

“Iya, gak apa-apa. Jam 2 siang ya. Aku tunggu kamu...”

--

Jakarta, 10 Juni 2011

“Nar, Sinar..” suara Ricardo memanggilku saat kelas selesai, aku menghiraukannya dan terus berjalan ke luar kelas.

“Heh! Ni bocah bener-bener deh, dipanggil gak nengok, budek lo ye?” Ricardo berhasil mengejar dan menarik tanganku.

“Apaan sik? Gue ada janji sama Elang, dia udah nunggu di depan” jawabku.

“Lah? Belum balik tu orang? Mau kemana lu pada? Ikut dong. Gentian dah, sekarang gue yang jadi nyamuk, kan semalem elu nyamukin gue.

“Gak, ini hari terakhir gue ketemu dia, gak tau kapan lagi dia balik ke mari. Lu pacaran gih, gue buru-buru” ucapku meninggalkan Ricardo dan berjalan cepat menuju gerbang kampus.

Seperti janjinya, mobilnya sudah ada di salah satu tempat parkir di depan kampusku. Aku melihat Radit, dia bersama pacarnya, pantas saja dia gak ada kabar dari kemarin. Ya, biarlah, setidaknya aku tau hubungan mereka baik-baik saja setelah kejadian telepon kemarin.

--

“Kita mau makan di mana?” tanyaku ke Elang di dalam mobil

“Yang dekat aja dari sini, biar gak kelamaan. Pesawatku ternyata jam 5, aku gak bisa lama-lama ya”

“Iya, gak apa-apa. Eh, itu siapa?” tanyaku sambil melirik bapak yang ada di kursi pengemudi mobil sedan yang biasa Elang kemudikan sendiri.

“Ini pak Ilham, supir keluarga. Pak Ilham, ini Sinar pacar saya. Kenalin Pak”

“Eh, non.. saya Ilham non, supirnya mas Elang” ucap bapak itu sambil memberi tangan.

“Sinar, Pak. Panggil saya sinar aja, jangan ‘non’ hehehe” ucapku lagi sambil meraih tangannya.

“Non..” hah? Jam 2 siang inikan aku ada janji sama si cowok kePD-an bernama Bayang, duh, dia beneran ada di restoran di seberang jalan itu gak ya.. Aduuuh..mana belum beli pulsa.

“Kamu kenapa? Kok keliatan gelisah gitu?” tanya Elang melihat tingkahku yang sedikit aneh, sambil melihat ke arah restoran bebek bakar tempat Bayang mengajak makan siang jam 2 ini, alias saat ini.

Itu mobil yang kemarin nyerempet aku, Bayang beneran ada di sana. Duh..

Bersambung...


- Oleh @ekaotto - http://ekaotto.tumblr.com

No comments:

Post a Comment