Tentang 30 Hari Cerita Cinta

14 September 2011

Weedding: Rush. part I


Siang ini Jakarta tampak panas sekali, membakar kulit setiap orang yang terkena langsung sinarnya, membuat para wanita tampak tetap hitam walau habis dilulur berulang kali. Seharusnya kau segera pindah ke kota lain selain Jakarta semenjak berjuta-juta orang bukan asli Jakarta penuh sesak menginjakkan kaki di kota ini.
Sebenarnya tidak akan jadi masalah kalau orang-orang itu semua memakmurkan dan juga menjaga kampung halamanku ini, bukannya malah memenuhi dan jadi sampah masyarakat disini, cuma membuat kota ini jadi sesak dan semakin panas. Belum lagi kelakuan-kelakuan para manusia gila materi, korupsi, kebodohan, daerah bebas Tuhan, dan carut-marut lainnya. Dengan semakin hari semakin panas, sepertinya Tuhan sudah membuka sedikit pintu nerakaNya untuk gladi resik nanti di akirat.
11.11
Seperti es yang mencair, bajuku basah akan keringat yang sedari tadi mengucur deras. Handuk yang sedari tadi aku kalungkan di leher tampak sudah tidak menyisakan bagian yang masih kering. Aku berlari kecil kearah sebuah gedung yang terletak di salah satu kawasan elite Jakarta, tampak gedung itu dipenuhi oleh mobil-mobil mewah yang hampir semua masih baru.
Melihat penampilan yang kumal, satpampun menanyakan kemana dan apa tujuanku ke gedung itu. "Mau kemana mas?" "Gue mau ketemu Ncun, udah ada janji" kataku terburu-buru sambil melengos masuk.
Tiba-tiba tangan satpam tadi memegang pundakku. "Tunggu sebentar mas, Ncun siapa yah?" "Ncun, Ncun, si Pecun. Yang rambutnya gimbal, badannya bau, jalannya suka ngangkang kayak abis di'pake'. Dia suka tidur disini kok di belakang." Balasku mencoba meyakinkan.
"oh si Bobby, langsung kebelakang aja mas lewat pintu samping." Satpam tadi masih menyempatkan untuk tersenyum kepadaku.
Satpam yang baik, jarang-jarang ada satpam yang masih berkelakuan baik ngeliat orang pake baju gembel kayak gini. Biasanya mereka cuma senyum sama yang dandanannya necis atau cewek cantik doang. Cih...
11.13
"Elo kemana aja nyeet!!! Kan gue udah bilang gue ga mau megang beginian lama-lama, udah bukan umur gue lagi bandel kayak elo. Lagian udah jam segini nih, acaranya bukanya jam 11 yah?" Ncun menyambut dengan keplakan di kepala, membuatku sedikit doyong.
"Sianying, dateng-dateng udah noyor kepala gue aja lo Cun. Sini mana barangnya? Gue juga buru-buru nih"
Ncun memberikan dua gumpalan kecil seukuran kaset yang berwarnakan coklat seperti sampul buku anak SD dan sebuah kunci mobil. "Nih serepnya, sampein salam gue buat Oliv yah!!!" Aku mengangguk dan melengos pergi, sembari masuk ke sebuah mobil sedan yang masih kinclong aku teriak
"Makasih ya Nyeeett...!!!"
11.30
Macet. What can you expect from Jakarta's traffic? Cuma antara jam 11 sampai jam 6 pagi doang Jakarta sepi. Ngepet.
Aku mengocok-ngocok kedua bungkusan yang tadi diberikan Ncun, salah satunya berisi benda keras. Aku membuka bungkusan yang empuk. Dalamnya adalah dedaunan kering, seperti tembakau hanya saja yang ini ga bikin sakit jantung, cuma yaaa mungkin bikin bloon aja. Tiba-tiba telponku mengeluarkan suara "ah... ah... ah..." (suara ringtone yang diambil dari film yang suka ditonton sama cowok yang hasratnya ga bisa disalurkan ke cewek. Entah karena jomblo, atau ceweknya yang alim)
Multitasking. <<-- ini mungkin sebutan yang paling tepat buat orang yang lagi ngelinting, sembari nyetir, terus terima telpon.
"Iya, iya, ini aku juga lagi di jalan. Bentar yee..." Klik. Menghindari pembicaraan yang berbelit-belit, aku sengaja mematikan telpon itu.
Karena ribet ini itu, tanpa kusadari kuterobos lampu merah di depan. Mencoba belagak pilon, aku tetap berjalan pelan mengikuti mobil depan yang (sepertinya) juga menerobos lampu merah.
Tidak lama berselang terdengar bunyi sirene sahut menyaut diiringi dengan lampu yang berkedip-kedip. Ngepet. Aku baru ingat kalau duit di dompet tingal Rp. 15,000 saja, tidak mungkin cukup untuk menyogok polisi-polisi yang lapar akan mangsanya itu. Sejenak kuperhatikan ternyata polisi itu tidak mengejarku, mereka membunyikan sirene dan lampu tersebut hanya agar dapat menerobos lampu merah yang terkenal cukup lama itu.
"Bagus, wajar saja jika banyak orang yang berani melanggar, penegak hukumnya saja mencontohkan hal yang sama"


No comments:

Post a Comment