Tentang 30 Hari Cerita Cinta

14 September 2011

Seperempat Senja: Hujan

Tepat jam 5 sore alarm Karin berbunyi. Sebenarnya alarm itu sudah diset 30 menit sebelumnya. Salahkan orang yang menciptakan tombol snooze, karena hobinya memencet tombol itu Karin selalu menset alarm 30 menit sebelum waktu sebenarnya. Untuk apa Karin bangun sore hari sampai harus menyetel alarm?
Ini dimulai minggu lalu saat dia memutuskan melakukan rutinitas baru yaitu jalan sore. Sayangnya seminggu ini aktivitas dan tugas kuliah tiba-tiba membludak, sehingga Karin terpaksa mengesampingkan rutinitas barunya itu untuk beberapa saat. Maka sore ini Karin memulai kembali membangun niat untuk kembali melakukan jalan sore- percayalah rutinitas yang sempat ditinggal lama membutuhkan usaha dari nol lagi untuk menciptakan kedisiplinan. Seperti orang yang berusaha berhenti merokok, atau dalam kasus Karin memulai kebiasaan gosok gigi malam hari saja membutuhkan waktu lama sampai terbiasa.
Untuk sore ini Karin mempunyai rute baru, yaitu taman besar yang sering disebut 'the gladiator'. Taman ini terletak di dekat kantor utama kampusnya, mempunyai air mancur di tengahnya. Pada kiri dan kanan terdapat bangku-bangku taman di bawah canopi yang dililiti alamanda sampai menjuntai. Tapi yang paling menarik dari taman yang berbentuk memanjang ini adalah kedua sisinya tepat mengikuti orientasi barat dan timur. Sehingga saat pagi dapat terlihat matahari menyembul dari salah satu ujung taman, dan saat sore matahari seperti terlihat tenggelam pada ujung taman satu lagi!
Jadi saat sekarang Karin melakukan jalan sore menyusur alur jalan sepanjang taman, akan terlihat seakan-akan Karin mengejar matahari yang akan terbenam. Setiap mengingat hal ini Karin tersenyum. Mengejar matahari.. Ah seperti judul film saja.

Saat menemui air mancur-yang berarti sudah setengah taman dilewati, Karin memutuskan untuk beristirahat. Setelah meminum air dari tempat minum favoritnya, ia melepaskan buluk dari kakinya untuk beristirahat. 'buluk'? Oh itu nama sepatu olahraga putih dengan aksen biru di kiri dan kanannya. Karin memang terbiasa memberi nama pada barang-barang yang sering digunakannya untuk membangun kesehatian dengan benda tersebut. Hpnya bernama Erika, laptopnya Aci, kameranya bernama Oli, dan biolanya diberi nama Ola. Karena dirasa sepatu ini akan sering dipakainya Karin memberi nama buluk pada sepatu olahraga. Tak ada kriteria khusus pada pemberian nama bagi Karin, hanya supaya mudah diingat saja.
Karin memperhatikan bayangan pada jalan yang semakin memanjang sampai menutupi bagian kiri dan kanannya. Menandakan bahwa matahari sebentar lagi terkapar diujung bumi sana. hmm udara sore hari memang terasa lebih segar... "masih aja ngeliatin matahari?"
"YYAAAAA" Karin kaget dan spontan berdiri, memasang kuda-kuda seperti yang sering dilihatnya pada film Jackie chan. Bangku taman itu memang dua sisi, dan sedari tadi ada seseorang yang duduk disisi sebelahnya memperhatikan gerak-gerik Karin. Seseorang yang membuat Karin hampir malas melakukan jalan sore ini. Seseorang yang membuatnya mengubah rute jalan sorenya. Dan sekarang seseorang itu melompati bangku dan duduk disisi berlawanan, disisi Karin duduk tadi.
"Gabriel, masih ingat kan?" cowok itu nenunjuk dirinya sendiri. "atau jangan-jangan selama ini mba ngikutin saya ya ternyata?"jawabnya sambil tersenyum. Dan mengertilah Karin sekarang, kenapa dulu ia sempat ingin melayangkan si buluk ke arah muka cowok ini(sekarang juga masih ingin sih). Senyum cowok didepannya ini lebih cocok disebut seriangai, senyumnya angkuh dan sombong dan jahil. Senyum ini menampilkan taring kecil giginya, juga lesung pipit. Senyum ini terasa familiar entah kenapa.
Dengan was-was Karin meperhatikan sekitarnya. Ada anak-anak kecil bermain disekitar air mancur, beberapa orang jogging sambil membawa anjing peliharaannya, lalu ada pasangan lansia yang sedang bercengkrama di canopi seberang. Bagus, setidaknya kalau orang ini macam-macam tinggal berteriak saja, batin karin. Kemudian dia mengambil tempat duduk tepat disebelah orang itu dan memakai si buluk.
Gabriel masih santai mencoreti sesuatu dengan pada kertasnya, sedangkan disebelahnya Karin merutuk dalam hati kenapa acara jalan sore selalu terganggu oleh mahkluk satu ini. Setelah selesai memakai buluk Karin bangkit bersiap pergi. "Mba punya payung?"
"punya di kosan, kenapa?"
"sekarang nggak bawa ya?"
"nggaklah, kenapa?" Karin mengulangi pertanyaannya perlahan, penasaran.
"bentar lagi bakalan hujan" Gabriel menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari kertasnya. Refleks Karin melongok ke arah langit yang adem ayem saja dari tadi.
"mba ga percaya?"
"darimana lo tau bentar lagi bakalan hujan?"
"mau taruhan?" Karin diam. "kalau benar hujan nanti traktir gue makan ya?" dan sekali lagi dia mengeluarkan cengiran congkak itu, membuat karin tertantang untuk mengalahkannya. maka dia duduk kembali.
Sayangnya tak lama setelah itu mulai gerimis turun rintik-rintik tanpa disangka. Karin langsung teringat cucian yang dijemurnya pagi tadi. Cucian yang telah ditumpuknya selama seminggu, Karin tak mau mencuci ulang semua itu lagi hanya gara-gara hujan. Segera ia mengsms teman di depan kamarnya untuk meminta tolong mengangkat jemuran. Tanpa Karin sadari hujan sudah semakin deras bukan rintika lagi. Baru setelah Gabriel menarinya ia mukai beranjak, mereka berteduh dibawah pohon Ki Hujan.
Untuk pulang ke kosannya masih cukup jauh, tetapi Karin tidak tahu harus kemana lagi. Sedangkan pohon Ki Hujan ini tak cukup ampuh untuk melindungi, mereka mulai basah kuyup. "kesana saja yuk mba" Gabriel menunjuk sebuah warung soto seberang jalan. "itu langganan saya" katanya meyakinkan. Maka mereka mulai menyebrang menuju warung tersebut.


- (oleh @oryzanikita - http://selimutbirutua.tumblr.com)

No comments:

Post a Comment