Tentang 30 Hari Cerita Cinta

14 September 2011

Pawang Hujan: Peti Kenangan (Peramal Cuaca Gadungan) #2

“Cuaca adalah cara semesta berbicara dengan manusia; salah satu cara Tuhan menyampaikan pesan pada makhluk hidup ciptaanNya.”

31 Agustus 2011 (01:38)

Akhirnya aku bisa berdamai dengan diriku sendiri. Yang sudah terjadi, terjadilah, toh tidak ada yang bisa aku ubah. Setiap kali aku bertengkar dengan diriku kalimat itu akan jadi senjata ampuh untuk berdamai.
Pesan itu hanya berisi 67 karakter, namun jika apa yang aku rasakan ketika membaca pesan singkat tersebut dapat diungkapkan, tentu akan membutuhkan lebih dari 140 karakter. Rasanya campur aduk antara senang, kesal, marah dan agak sedikit miris. See, I told you it need more than 140 characters to describe. Tidak ada alasan atas segala perasaan yang timbul karenanya, hanya terasa begitu saja.
Kuputuskan untuk membalas saja pesan tersebut:

Tiara Mentari (01:38)
Sudah termaafkan semua. :)
Send.
               
Aku tercengang membaca pesan balasanku tadi. Sudah termaafkan semua. Benarkah itu? Benarkah aku sudah memaafkan semuanya yang terjadi diantara kami di masa yang lalu? Sebijak itukah aku? Terkadang apa yang kita pikirkan dan kita rasakan tidak tersingkronisasi dengan baik atau memang mungkin saja sebenarnya aku sudah memaafkannya. Memaafkan masa lalu dan apa yang terjadi diantara kami.
                BIPP! BIPP! Bunyi pesan masuk. Aku berharap kali ini pesan yang masuk bukan lagi pesan berisi ucapan lebaran, melainkan pesan balasan dari dia. Tunggu. Harusnya aku tidak boleh mempunyai harapan seperti itu. Lagipula, tidak ada yang perlu dibalas dari pesanku. Come on, Ri. Its just a short text message, don’t make it mess up what you have now. Lagi, suara dari pikiranku mencecar. Kubuka notifikasi pesan yang masuk ke handphoneku. Its him.
               
Raining Man (01:39)
                Tari, can I ask you something? Do me a favor, will you? :)
               
Aku terhenyak membaca pesan balasan darinya. Ini bukan dia yang biasanya terhadapku. He never that polite when he needs me to help him something.. Dia yang kukenal dulu, biasanya lugas dan tanpa basa-basi. Kuurungkan niatku untuk membalasnya dengan kalimat “Tumben, minta tolong mah minta tolong aja, kapan sih kamu nggak aku tolongin?” atau “Buat kamu apa sih yang nggak?”. Ah, Tari, toh pada kenyataannya, kamu tidak akan bisa kasar atau nyinyir kan terhadapnya? Damn, I hate to admit that it’s true…
               
Tiara Mentari (01:38)
                Yes Sir, what can I do for you?
                Send.

BIPP. BIPP. Kuabaikan beberapa pesan yang masuk selain darinya.

Raining Man (01:39)
Hmm.. take your picture right now, and put it as display picture on your BBM.

Permintaan yang tidak sulit tapi cukup terdengar aneh bagiku. Ada apa dibalik permintaannnya tersebut? Padahal “display picture” pada BBMku adalah fotoku sendiri. Tanpa banyak Tanya, kuturuti saja permintaannya itu, kuambil foto pada saat ini yang sedang mengenakan piyama dengan tampang setengah tidur. It looks ugly, but I don’t care. No, a little bit care. Kurapikan helaian rambutku yang acak-acakan, mengambil beberapa foto, memilih yang paling oke diantaranya dan memasangnya menjadi “display picture” pada BBMku.

Tiara Mentari (01:40)
It’s done, Sir. Don’t be surprised, I gain more weight than before. :P
Send.
               
BIPP. BIPP.
               
Raining Man (01:40)
                Thank you, dear. :)
               
BIPP. BIPP.
                Raining Man (01:40)
                No, it’s still you. Still looks my same dear sun. :)
               
DEG! Jantungku berdegup kencang membaca pesan balasannya. Otakku coba mencerna kata perkata yang dia tuliskan untukku. If I still your same dear sun, why’d you leave me all alone? Because  it never been the same again since. Pesan darinya seolah mesin waktu yang mampu mengajakku pergi dari masa kini dan membawaku kembali ke masa lalu. Ya, masa lalu disaat aku dan dia pertama kali bertemu,  sudah hampir 3 tahun yang lalu.

***
28 Desember 2008 (08:15)
Sunday morning rain is falling
Steal some covers share some skin
Clouds are shrouding us in moments unforgettable
You twist to fit the mold that I am in
But things just get so crazy living life gets hard to do
And I would gladly hit the road get up and go if I knew
That someday it would bring me back to you
That someday it would bring me back to you

Lagu dari Maroon 5 yang sayup terdengar dari kamar adikku ini benar-benar sesuai dengan apa yang aku alami sekarang. Hujan di Minggu pagi. Selimut dan secangkir susu coklat menemaniku selagi menonton film kartun favoritku, Doraemon. Hari yang indah untuk bermalas-malasan di dalam rumah.
BIPP. BIPP. Bunyi pesan masuk ke handphoneku.

Sam (08:18)
Pagi cantik. Aku lagi di Bandung. Ada waktu? Ketemu yuk, nanti sore.
               
         Sontak aku bangun dan membaca lagi pesan yang masuk itu. Kukedipkan mata berulang kali. Benar dari Sam ternyata! Mataku tidak salah baca!
Namanya Samudera Wijaya, tapi dia biasa dipanggil Sam. Dia adalah kapten team basket di kampusku. Selain itu, dia juga mantan atlit basket nasional. Postur tubuhnya atletis, tinggi besar. Wajahnya juga bisa dibilang tampan. Ya, semacam idola di kampus. Kami berkenalan karena satu unit kegiatan, bola basket. Aku dan dia cukup akrab, dibilang sahabat sih bukan, ya teman dekatlah. Dia salah satu orang yang cukup tahu kisah cintaku dengan beberapa pria di kampus. Terus terang, dia adalah salah satu gebetanku di kampus. Kalau jalan sama dia, selain berbangga hati juga harus kuat mental karena dipandang iri sama para perempuan di kampus. Jadi, siapa yang tidak senang, sudah dibilang cantik eh diajak jalan pula sama gebetan. Sembari deg-degan dan kegirangan kubalas pesannya:

            Tiara Mentari (08:20)
         Pagi tampan! Aku nggak ada acara sore ini, mau ketemu dimana? Jam berapa tepatnya?
              Send.

                BIPP. BIPP.

          Sam (08:21)
         Di Gor C-tra arena aja yuk. Temen2ku lagi pada basket disana. Jam 4 ya, cantik. :)
               
Tiara Mentari (08:22)
Ok, catch u later then! ;)
Send.

Aku melonjak. Bergegas aku mandi dan memilih baju apa yang akan kukenakan nanti supaya aku terlihat sempurna di depan Sam. “Come on, Ri, it’s just a basketball game!” Ujar suara dipikiranku. “No, it does a matter, Ri! It’s him. He is Sam!” Ujar suara lain dihatiku. Kedekatanku dan Sam hanya sebatas mengobrol di kampus, di luar itu. Entahlah, dengan wanita yang mana waktunya ia habiskan. Menurutku, Sam seorang Cassanova. Ia tahu betul pesonanya dengan mudah dapat menaklukkan wanita mana saja yang ia inginkan, dan ia tahu bagaimana cara menggunakan pesonanya tersebut dengan baik. Ini kali pertama Sam mengajakku bertemu, dengan sengaja, akhirnya kesempatan ini datang padaku juga. Well yeah, it’s Sam. He asked me to going out together. We both single, beside I like him very much. Everything can happen in one time. so, I will use my chance very well. Walaupun aku tidak tahu ada motif apa dibalik pertemuan kita nanti, yang jelas aku hanya akan menikmati pertemuan ini. Lagi, suara hatiku yang jadi pemenangnya.


28 Desember 2008 (14.35)

          Hujan begitu deras sudah dari satu jam yang lalu. Sempat kudengar di radio, hujan turun deras di semua wilayah kota Bandung. Kencanku sore ini terancam batal jika hujan masih deras sampai jam 3 sore nanti. Aku duduk lemas di kursi ruang tamu, menatap dan berharap agar hujan mau berbaik hati sedikit padaku, berhenti sebentar lalu ia bisa lanjutkan lagi setelah acara kencanku dengan Sam usai. Wait, kencan? Don’t hope too much on him, Tari. You know he is nice to all girls in the world. You’re not the only exception! Ujarku meyakinkan diri sendiri supaya tidak berharap terlalu tinggi. Nggak lucu juga, belum apa-apa sudah patah hati.
 Kuputuskan untuk menelepon Sam, membicarakan acara sore ini..
“Halo cantik.. ada apa?” suara baritonnya yang khas menyapaku.
“Hujan deras, Sam. Kalo sampe jam 3 sore nggak berenti, sepertinya batal deh acara kita. Atau mau ditunda jadi malem aja?” ujarku lirih.
“Jangan malemlah, besok kan kamu kerja, ntar malah kecapean. Aku sih lagi cuti sampe hari Kamis di sini. Nanti juga berenti kok ujannya!” ujar Sam yakin.
“Dih, yakin amat kamu! Kayak peramal aja..” candaku. Dalam hati sih kesenengan, diperhatiin sama Sam.
Sam tertawa. Harusnya aku ada disana saat dia tertawa. Aku suka melihat ia tertawa. Begitu lepas dan ia terlihat lebih tampan dengan garis mukanya ketika ia tertawa. “Aku kan emang peramal! Peramal cuaca! Haha”
“Garing ah, ujan2 gini ngegaring. Huh! Serius nih kalo masih ujan gimana jadinya? Tunda hari lain ya?”
“Ck, hari ini aja Cantik. Hari lain aku ada urusan. Pasti jadi hari ini kok, percaya deh bentar lagi hujannya berhenti” ujar Sam meyakinkanku.
“Dih, yakin bener sih kamu! Percaya sama siapa ujannya bakalan berenti? Percaya sama kamu? Dasar peramal cuaca gadungan..” ledekku.
Sam tertawa. “Percaya sama Tuhan lah, Cantik” lanjutnya kalem.
“......”




- (oleh @naminadini - http://berceloteh.tumblr.com

No comments:

Post a Comment