“ini gak mungkin, ini gak mungkin, ini gak bisa, ini gak boleh terjadi..” Sambil terisak kugenggam benda kecil berstrip dua di tangan kananku.


“GAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK…………!!” ku lempar benda itu ke salah satu sisi tembok kamar mandi berwarna hijau muda milik sahabatku.


“Nar.. Naaar.. kenapa lo? Nar..” suara Ricardo, teman baik ku mengetuk pintu kamar mandi karena mendengar teriakkan ku.


“Gak apa-apa, Do. Gue gak kenapa-kenapa..” jawabku.


“Heh, lo kenapa dah, ngapain di kamar mandi lama bener, sembelit lagi?” tanyanya.


“Kecoa, Do. Jorok banget sih lo, kecoa sampe banyak gini di kamar mandi” jawabku sambil memflush toilet duduk berwarna putih, dan ku ambil kembali benda yang baru saja ku lempar, ku cuci wajahku, membersikan maskara yang luntur dan menyimpan benda tadi di dalam dompetku.


“Mane kecoa, biar laki gini, sori demori ye kalau sampe kamar mandi gue kotor, kaya baru kenal gue aje lo. Beneran lo kaga kenapa-kenapa? Susah buang air lagi ya?” kalimat pertama Ricardo saat melihat ku keluar dari kamar mandinya.


“Makanya, sayur tuh dimakan, makannya McD mulu sih lu, seretkan pencernaan lo” lanjutnya sambil mengambil gitar yang berada di sisi lemari.


“Do, kalau gue buat masalah…la..gi..lo bakal ninggalin gue gak? Tanyaku spontan, tanpa memikirkan bagaimana reaksi dia.


“Sinar…..” jawabnya sambil tersenyum dan menghentikan permainan gitarnya.


“….kapan sih gue ninggalin lo?” lanjutnya.



Namanya Ricardo Redaya, temenku dari SMP. Sejak dulu aku emang sering main ke rumahnya, tidur di kamarnya pas dia gak ada, atau sekedar mampir buat cerita-cerita hari ini habis ngapain aja. Anak band, tinggi 179, putih, idola cewek-cewek di sekolahan dan semua mantannya model, yup termasuk Alyssa pacarnya yang sekarang. Hobi baca buku, tau segala hal, dia tempat aku bertanya hal apapun yang mau aku tau, kekurangan dia Cuma dua, gak suka olah raga dan bosenan sama cewek, pacaran gak pernah awet.


*sigh* “Tapi kali ini kayanya gue bakal bikin lo juga kecewa, Do” ucapku.


“Emang lo ngapain sih, Nar?”


Tetiba terdengar intro musik lagu Perfect dari Smashing Pumkins, ringtone khusus buat telepon masuk dari Alyssa.


“Bentar, Nar. Cewek gue telepon”


“Hallo Beib… ini lagi di rumah, ada Sinar, biasa..” ucapnya di telepon.

-


“Do, gue balik, udah malem” ucapku sambil mengambil tas merah yang tergeletak di atas kasur.


"..eh, bentar Beib.. Nar, jangan lupa makan sayur, besok gue jemput lo jam 9 ke kampus..” Ricardo mengejar ku sampai pintu kamarnya.


Aku turun, pamit ke Tena adik Ricardo yang sedang asik menonton dvd di ruang keluarga. Keluar rumahnya, menghela nafas panjang lalu berjalan kaki menuju rumahku yang hanya berjarak 2 kilo meter dari rumah Ricardo.


Malam ini tidak ada bintang yang terlihat, bulanpun sepertinya tertutup awan, hanya ada aku dan bayangan yang sedikit redup. Sambil tersenyum aku berkata pelan “Oke, kalau ada Sinar aja lo, muncul, kemana lo pas gelap?” pertanyaan bodoh yang kuucap ke bayangan diriku sendiri.


Kupasang earphone dan mulai memutar lagu-lagu James Morrison, sambil sesekali melihat sekeliling jalan.



“There’s so much craziness sorrounding me. There’s so much going on, it gets hard to brathe. When all my faith has gone, you bring it back to me, You make it real to me.. When I’m not sure of my piorities, when I’ve lost sight of, of where I’m meant to be. Like holy water washing over me, you make it real for me..”

–James Morrison You Make It Real-


“Assalamualaikum, Bu. Tadi ke rumah Ricardo dulu, maaf gak ngabarin” salamku ke Ibu saat memasuki pintu rumah mungil yang sudah tiga tahun kami tempati hanya berdua. Setelah Ayah meninggal, kami memutuskan untuk pindah dari rumah yang berada di komplek sebelah, kata Ibu, terlalu banyak kenangan yang terus-terusan bikin dia sedih tiap kali mengingat Ayah saat berada di rumah yang sejak mereka menikah telah ditinggali. Awalnya aku gak setuju, tapi liat Beliau nangis terus tiap malam sejak Ayah pergi, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti mau Ibuku untuk pindah ke rumah ini.


“Wa’alaikumsalam.. sudah makan kamu? Tadi Ricardo telepon Ibu, katanya pencernaan kamu mulai gak beres lagi?” tanya Ibu.


“Nggak kok, kaya gak tau dia aja, sok tau” jawabku.


“Bu, aku mau mandi trus langsung tidur, pintu pager udah aku kunci. Ibu jangan lama-lama nonton tv-nya, tidur, besokkan kerja. Aku ke kamar ya, Bu”


“Eh, makan dulu kamu, badan udah kurus gitu” sahut ibuku melihat aku mulai berjalan ke kamar.


“Sengaja bu, lagi diet” jawabku singkat beberapa detik sebelum menutup pintu kamar.


“Hhhhh..anak jaman sekarang itu maunya sekurus apa sih? Kayaknya jaman dulu makin berisi itu makin sexy deh” terdengar ucapan ibuku pelan dari dalam kamar.


Selesai mandi, ku keringkan rambut ikalku yang sudah hampir menyentuh pinggang, lalu ku ambil pulpen dan buku kecil berwarna merah bertuliskan “Hope” di depannya. Ku rebahkan sejenak badanku di tempat tidur sekitar 5 menit pikiranku kosong, menatap langit-langit kamar dengan hampa. Kemudian kuatur posisi tidurku senyaman mungkin untuk bisa membuat badanku santai, namun tetap bisa menulis.


Kubuka buku kecil itu, di halaman pertama seperti biasa ada fotoku, Ibu dan almarhum Ayah, dan seketika itu pula air mataku mengalir. Kubuka hingga ku temukan halaman yang belum terisi, mulai kucoretkat dua kata dengan huruf kapital “AKU HAMIL”. Tanganku masih bergetar setelah selesai menuliskan dua kata tersebut, kulanjutkan menulis sambil sesekali menghapus air mata yang tak jua mau berhenti membasahi kedua pipiku.



Jakarta, 5 Juli 2011


“AKU HAMIL

Apa lagi yang menungguku di cerita kali ini, Tuhan?

Seorang bayi? Apa yang harus ku katakan ke Ibu? Apa Ayah sudah tau masalah ini? Apa sekarang dia sedang menangis melihat putri satu-satunya seperti ini?

Ini gak boleh terjadi, aku gak boleh hamil. Ya, aku tidak boleh hamil.”


Ku tutup buku merah tersebut, ku ambil hpku, menjawab beberapa pesan yang masuk sedari sore tadi, salah satunya dari Elang.

“Kamu sudah di rumah? How’s your day today, darl?”

“Hay, where are you?”

“Hellooo..”

“Sayaaaaaang..”

Baru saja ku baca BBM (BlackBerry Messenger) dari Elang, dan ku balas:

“Aku hamil.” Jawabku

“Are you joking? But, we never had sex. Kenapa bisa begini?” Elang membalas BBM-ku, butuh 10 menit untuk aku membalas pertanyaan tersebut.

——-

Jakarta, 8 Juni 2011

“Woooooo, kriwel-kriwel.. rambut baru, Nar? Makin kece aje nih” Ledek Ricardo saat aku masuk mobilnya saat.

“Bu, jalan dulu, dadaaaah” kubuka kaca mobil untuk berpamitan dengan Ibu yang sedang menjemur pakaian bersama si mbok di teras lantai dua.

“Iya dooooong, hari ini Elang ke Jakarta, Do. Sejam nih gue nyatok rambut, amit-amit mau cakep ribet yah” jawabku sambil mengganti channel radio di mobil sahabatku yang keturunan Minang ini.

“Yaelah, Nar, lo tuh keribetan amat, mau ketemu pacar aje sampe nyatok-nyatok rambut sejam”

“Yeee..lo gak tau aja, pacar lo kalau mau ketemu lo nyalon dulu biar keliatan kinclong kaya di foto ini!” jawabku sambil menunjuk foto yang menggantung di spion tengah mobil tersebut.

“Iye, iye, makanya gue gedek bener kalau nemenin dia ke salon, lama banget. Gak suka gue sebenernya sama modelan cewek-cewek ribet kaya gitu. Udah bener punya temen yang-GUE-PIKIR-gak ribet dandanan kaya elo, tau-taunya sama aje” ledeknya

“Yah..namanya juga LDR (Long Distance Relationship), Do. Cuma sebulan sekali gue bisa ketemu dia, jadi wajar dong kalau gue ketemu dia mau tampil beda gini” jawabku sambil meninju lengan Ricardo pelan.

“Seralodeh, Nar… Seralo..” Jawabnya dengan sedikit acuh.
--

Sesampainya kami di kampus, kami berpisah karena kelas kami berbeda. Pagi ini aku kuliah Psikologi Dasar di ruang C, kupilih bangku paling belakang dan mulai membaca sedikit catatan kemarin.

“Hallo sayang..”

Tetiba terdengar suara Radit dari sebelah kiriku, maklum tadi aku masuk kelas terburu-buru, sehingga tidak menyadri ada dia di sebelah bangku yang kupilih.

“Hey, kamu ngapain di sini? Jangan manggil kaya gitu, nanti ada yang denger” jawabku.

Ini Raditya Narayana, senior 2 tahun di atasku, tinggi 180cm, putih, bermata cokelat, tajir, pinter, cakep banget, agamanya Hindu dan sudah punya pacar. Sudah 4 bulan kami dekat, karena masing-masing dari kami sudah punya pacar, kami merahasiakan hubungan kami, biasanya kami janjian diam-diam sepulang dari kampus, ceweknya dia (untungnya) gak sekampus sama kita, selama ini kami belum pernah ke-gep. Aku sebernernya suka sama dia, tapi gak sayang-sayang amat. Suka cemburu juga sih kalau dia lagi jalan sama ceweknya, tapi ya gimana lagi, akupun kaya gitu.

“Kelas masih sepi ini. Kamu hari ini cantik banget? Mau kemana kita selesai kuliah?” jawabnya.

Akupun tersenyum dan mengarahkan pulpen yang sedang ku pegang ke hidungnya, “Terima kasih, tapi hari Elang datang, aku mau jalan sama dia, kamu hari ini ajak cewek kamu jalan gih” lalu kulanjutkan membaca catatan Psikologi Dasar yang tadi lagi kubaca.

“hmmm, oke, hari ini aku gak akan ganggu kamu” jawabnya sambil tersenyum.

Kupikir dia mau beranjak dan meninggalkan kelas, ternyata dia duduk lagi dan kembali berkata,

“Kamu tau gak? Belakangan ini aku sering cemburu, tiap kali kamu lagi sama aku terus terima telepon dari dia, apalagi tiap dia dateng ke Jakarta kaya hari ini, aku gak rela tangan kamu digandeng dia” ucapnya.

“Hhhhh.. Radit, pernah gak aku marah tiap cewek kamu telepon kamu? Saat kamu manggil dia ‘sayang’ sambil tanggan kamu meluk aku. Pernah aku komplain? Udah ah, jangan yang bahas kaya ginian lagi. Aku suka sama kamu, aku gak mau berantem sama kamu cuma karena masalah kaya gini. Jangan ya, Sayang… please..” Akupun tersenyum karena dia akhirnya ikut tersenyum mendengar penjelasanku.

“Have fun, yah. Nanti malam aku telepon” ucapnya sambil mengacak-acak rambutku.

“Jangan, nanti aku kabarin kapan kamu boleh telepon” jawabku.

“Hhhhh..oke” diapun meninggalkanku dan keluar dari kelas.

—BBM masuk—

“Sayang, nanti aku gak bisa jemput kamu, karena mau ke mall dulu beli titipan kakak sepupu. Kita ketemuan di mall aja gimana? Gak apakan? ” BBM dari Elang.

“Gak apa, sayang. Iya, nanti aku selesai kuliah langsung ke sana. Sudah di pesawat?” aku kembali bertanya ke Elang.

“Sudah, satu setengah jam lagi aku sampai di kotamu. Ah..aku kangen banget, pengin meluk kamu” jawab Elang.

“Iya, aku juga gak sabar mau ketemu kamu. Kelasku mau mulai, sampai ketemu nanti ya, Sayang. I love you”

“I love more, darl”


Kemudian kuliahpun selesai, aku berdiri di depan gerbang kampusku menunggu taxi, hampir 30 menit gak ada satupun taxi kosong yang lewat, karena kesal akupun berjalan ke jalan raya yang lebih ramai.

—BBM masuk—

“Nar, mau gue anter gak? Gue juga mau jemput Alyssa, kaga jauhkan dari kampus dia tu mall” BBM dari Ricardo.

“Ng……..Aaaarrh!” tetiba ada mobil sedan menyerempetku, ah nggak, sepertinya karena aku yang salah, karena membalas BBM sambil nyebrang.

“Aduuh….” sakit sih nggak, cuma kaget aja.

Pemilik mobil menepi dan turun, cowok, tinggi kira-kira ke Radit 182 cm, kulit coklat, kemeja rapi, usia kira-kira 27-29 tahun, CAKEP!.

“Aduh..maaf, maaf, mbak nggak kenapa-kenapa? Aduh maaf banget tadi saya sambil terima telepon, saya yang salah, maaf ya. Mau dibawa ke RS?” ucapnya.

“Sinar..” ucapku sambil menyodorkan tangan kanan.

“heh?” dia sepertinya sedikit binggung, lalu menyambut tangan kananku.

“Iya, nama gue Sinar, bukan “mbak”, dan gue yang salah karena nyebrang sambil bales BBM, gue minta maaf” aku tersenyum.

“Bayang, nama ku Bayang Samuderana. Tapi kamu gak apa-apakan?” tanyanya.

“Gak apa-apa kok” aku tersenyum sebentar lalu melihat jam tangan ku.

“Duh..” ucapkun lagi.

“Kenapa? Ada yang luka tangannya?”

“Nggak, gak ada yang luka sama sekali kok”

“Tapi kok kamu kaya lagi binggung”

“Oh ini, gue janjian sama temen gue setengah jam lagi, tapi gak dapet-dapet taxi, gak apa-apa, gak da hubungannya sama hal tadi”

“Aku anter aja gimana? Anggep aja sebagai permintaan maaf”

Aku terdiam dan menatap dia dengan tatapan curiga.

“Tenang, aku tulus kok, gak akan pake argo, mau ke mana emangnya?” tanyanya.

“Senayan, eh tapi gak usah deh, ngerepotin nanti”

“Gak ngerepotin kok, aku juga memang bakal lewat Senayan, gimana? Kalau kamu gak mau aku anter, aku anggap kamu gak maafin kejadian tadi”

“Lah, kok maksa sih lo? Jawabku ketus.

“Nggak, gak maksa kok, Cuma dari pada kamu nunggu taxi panas-panas gini, tuh liat idung kamu mulai keringetan”

Spontan aku langsung mengelap idungku dengan tangan kananku.

“Beneran nih?” tanyaku.

“Iya, non.. aku anterin kamu ke tempat janjian kamu sama temen kamu” ucapnya sambil tersenyum.

Wiw..ada lesung pipi di sebelah kanan pipinya, kebalikan dari lesung pipiku yang adanya Cuma di sebelah kiri pipi. Ucapku dalam hati.

“Ya udah, gue ikut lo, tapi awas ya kalau macem-macem, gue teriak. Gue juga bawa air cabe nih buat nyemprot mata lo kalau ternyata nanti gimana-gimana” ucapku lagi

“Iya… yuk..” ucapnya sambil menahan tawa, dan mengarahkan aku agar ikut berjalan menuju mobilnya yang kira-kira enam meter diparkir di depan tempat kita berdiri.


Di dalam mobil kami tidak banyak berbincang, dia cool banget pas nyetir, pake kacamata hitam, dan lengannya pas megang setir itu ternyata keker banget, aduuuh…cakep banget ni cowok. Diam-diam aku sesekali aku ngeliatin dia, untungnya dia fokus nyetir aja, jadinya gak ke-gep.

“Mau turun di lobi mana?” tetiba dia bersuara

“Hah?” jawabku kaget karena tadi lagi asik ngeliatin dia sampai gak nyadar kalau sudah mau sampai.

“Iya, kamu mau turunnya mau di lobby yang mana? Makanya non..jangan ngeliatin aku terus sepanjang jalan..” ucapnya sambil senyum.

“yeee..GR banget lo, siapa juga yang ngeliatin lo, gue turun di depan aja, gak usah ke lobby, gue bisa jalan” jawabku.

“Oke, aku berhenti di depan” jawabnya.

Gila ni cowok, guekan mau berhenti di depan Cuma basa-basi, rayu kek biar gue mau turun di lobby, mana lagi panas gini. Ucapku di dalam hati.

“Di sinikan?” tanyanya sambil memberhentikan mobilnya di sisi jalan, di depan mall.

“Iya, di sini aja, terima kasih atas tebengannya” ucapku, dan membuka pintu mobil.

“Bentar. Sinar, ya.. Sinarkan?” dia menghentikanku membuka mobil.

“Ya? Kenapa lagi?” sautku.

Lalu dia mengambil hp yang sedang ku pegang.

“Eeeeh, ngapain lo, mau maling ya!” ucapku, namun tidak dia hiraukan, dia malah menekan tombol-tombol di keypad hp tersebut, sepertinya sedang menelepon seseorang. Dan… eh, hp di sakunya bergetar, dia menekan tombol merah di hpku, lalu mengembalikan hpku. Aku terima, namun masih sedikit binggung.

“Itu nomer teleponku, nomer kamu juga sudah ada di hpku. Selamat ketemu temannya ya, Non” ucapnya.

Lalu aku hanya diam dan keluar dari mobilnya, sambil memegang hp dan sedikit linglung dengan kelakuannya yang baru kali ini ada cowok secakep dan seberani itu ke aku.

Dia melambaikan tangan dan menutup kaca jendela yang sebelumnya dia buka untuk sekedar berpamitan.

Oh my God, ELANG! Dia pasti sudah nungguin aku, kuhelakan nafas sebentar atas kejadian aneh yang baru saja terjadi dalam tiga puluh menit terakhir.


Sampai juga di tempat janjian, ah..akhirnya ketemu Elang, terakhir ketemu itu dua minggu lalu, biasanya kami ketemu sebulan sekali, tapi entah kenapa kemarin dia tetiba ngabarin kalau dia ada perlu di kantor pusat, jadi dikirim atasannya ke Jakarta deh. Ah, bodo amat alasannya apa, yang penting aku ketemu dia.

“Sayaaaaaaaaang..” ucapku sambil memeluk dia di depan banyak orang, di dalam sebuah restoran makanan Amerika kesukaan kami.

“Hay Sayang…” dan dia pun mengecup keningku.

Namanya Erlangga Atmaja, usia 26 tahun, tinggi 179 cm, kulit cokelat, hidung mancung, bibirnya lucu, dan tahun ini kami resmi 2 tahun pacaran. Di tahun pertama dia masih di Jakarta, namun dapat promosi dari kantornya, yang mengharuskan dia pindah ke Medan, dan sejak itulah kami resmi LDR-an, tapi minimal sebulan sekali dia pasti datang ke Jakarta untuk ngunjungin keluarganya, dia anak satu-satunnya. Sampai sekarang aku belum pernah dikenalin sama orang tuanya. Aku sayang banget sama dia.

Ah iya, sampai lupa. Nama ku Sinar, lengkapnya Sinar Djayawisastra, anak satu-satunya, tinggal sama Ibu, dan Ayahku sudah meninggal 3 tahun yang lalu. Cewek tinggi 163 cm, berat 50 kg, rambut sebahu sedikit ikal, kulit gak putih-putih amat, 21 tahun, semester 5 jurusan Public Relation sebuah universitas swasta di daerah Jakarta Selatan.

Punya sahabat yang aku sukai diam-diam dari jaman SMP Ricardo, punya pacar LDR bernama Elang, punya dan dijadiin selingkuhan sama senior di kampus namanya Radit yang beda agama dan baru saja ketemu cowok keren bernama Bayang yang akan membuat cerita ini menjadi sebuah #30HariCeritaCintaBayangan ke Lima.




Bersambung….