Tentang 30 Hari Cerita Cinta

13 September 2011

Jenaka Bukan Dosa : Elegi Surat Sakti




Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang.


Tertawa? Apa itu yang harus gue lakukan sekarang? Tertawa macam apa yang pantes keluar dari mulut gue? Tawa kegirangan? Tawa getir? Tawa bodoh? Awan-awan pikiran gue terbang kemana-mana, ngebaca sebaris motto di stiker humor yang bertengger manis di cermin kamar gue. Dengan tatapan nggak percaya, gue pelototin lagi si pelaku yang bikin gue mikir nggak karuan begini. Secarik kertas putih dengan tulisan rapi, keluaran tinta pena mahal.
Kertas itu bukan selembar pengumuman diskon deterjen, gula, sirup, dan kawan-kawan di mini market sebelah kos gue. Atau sabda baru Tante Kos tentang “dilarang membawa teman pria ke dalam kamar”. Ini lebih dashyat, benar-benar mengguncang dunia dan seisinya. Pengirimnya, orang yang sampai satu jam lalu namanya masih nempel “in a relationship with..” di Facebook gue.

“Kita putus. Aku muak dengan kamu yang sama sekali tidak lucu. Lihat siapa yang tertawa terakhir sekarang.” Tiga kalimat berbaris di kertas sakti ngeledakin serangkaian teori pembenaran diri dan penghibur hati gue yang rasanya mendadak pindah ke perut, terus ke kepala, dan muter-muter di sekitar kaki.


DUARRR!!

Mimpi apa gue semalem, dapet surat PHK dari cowok yang tadi siang masih jalan sama gue?

Terus, kenapa harus dengan cara ini ya bikin semua cerita jadi the end? Kenapa buat mengusir gue dari hidupnya, harus pake cara jaman urdu bin baheula macam begini? Apa kabar sang smart phone super canggih seri paling baru yang dia bangga-banggain dengan sejuta pamer depan gue sepanjang minggu kemarin itu ya? Kan, ada e-mail, Twitter, Facebook,messenger, atau apa kek yang lebih elit, kalau pun dia nggak mau mutusin gue secara gentleman.

Refleks, gue periksa kalender untuk mastiin kalo sekarang tahun 2011, abad ke-21, era teknologi jungkir balik. Hari gini, surat cinta udah ganti baju jadi mention mesra di akun Twitter atau emoticonunyu di private messenger.

Great! Sekarang gue selevel sama pejabat daerah yang korupsi duit tuker guling lahan ratusan hektar, dapet surat maha penting dari KPK. Yang satu namanya Komisi Pemberantasan Korupsi, yang ini Komisi Pemutusan Kekasih.


Alamak jang makdikipe
! Senasib bener gue sama Mang Hinhin, supir pribadi Ayah waktu gue SD dulu. Mang Hinhin ditendang dengan manis sama Neng Ningsih, pembantu rumah tangga sebelah rumah, pujaan hatinya. Dengan kekejaman nan elegan, Neng Ningsih “memecat” Mang Hinhin dari hatinya dengan tinta merah, di atas kertas surat wangi motif bunga mawar berduri.

Sukses besar bikin Mang Hinhin ngabisin rokok kretek satu bungkus lebih banyak dari biasanya dan itu terus berlanjut sampai 6 bulan ke depan. Sederet lagu Caca Handika dan Meggy Z. diputar tiap malem dengan volume sekelas konser di lapangan TNI. Hancur hatiku, itu tema mukanya Mang Hinhin kalo sendirian, sambil melamun dan meluk guling.Tragisto bangeto!
Nggak lama setelah surat di tangan, bunyi nat-nit-nutsmart phone gue masuk berbarengan. Isinya beberapa notification dari akun-akun media sosial yang gue ikutin. Intinya satu : gue dihapus dari kehidupannya. Elo, gue, END! Serasa ada teriakan itu di kuping gue, dengan suara dan aksen Sule tentunya.

Ah, perlu melodi yang tepat untuk merayakan hari yang absurd ini. Klik-klik-klik, gue buka daftar lagu di MP3 player.

Bring back, bring back
Oh, bring back my Bonnie to me, to me…


Vokal Kasino Warkop ganti menuhin seantero kamar. Sempurna, lagu patah hati kebangsaan gue. Gue pun ambil sebuah notes kecil di dalam tas. Gue tulis nama si terhukum di sana. Aryo Sumitro jadi anggota baru daftar He’s just not that into you, sederet nama yang nantinya bakal terlarang untuk disebutkan lagi dalam hidup gue. Hmmm, pas 11 cowok yang udah nyatain “nggak nggak, nggak kuat” buat gue dan selera humor gue. Wah, udah jadi satu tim bola nih …

*SIGH*

Tok-tok-tok.

Ketukan keras di pintu dan suara yang gue udah kenal banget, terdengar membahana. “Ri! Are you okay? Lagu patah hati lo kedengeran sampe dapur nih. May I come in now?” Nah, Ibu Peri datang juga akhirnya. Gue buka pintu, sebuah wajah cantik, namun cemas muncul di sana. Di tangannya ada semangkuk mie instan berkuah merah dengan telur. Harumnya aroma kari sontak menggoda lidah gue,slurp!
“Kebetulan banget, Mel. Gue laper banget. I need lots of energy to face this one cheesy day,” ujarku sambil duduk dan mulai melahap si mie penggoda itu. Melanie deketin gue sambil memandang gue lekat-lekat. Kelihatan ada tatapan iba di sana. “Again, Ri? Dengan alasan yang sama?” Gue manggut-manggut ala ayam ngantuk, sambil menyodorkan barang bukti perusak hari gue ke Melanie.
Jari-jari lentik Melanie membukanya dan mata coklatnya mulai menelusuri kata demi kata dalam surat mungil itu. Nggak lama, raut wajahnya berubah geram. “Oh, please! Emang dipikir dia itu siapa? Johnny Depp? Orlando Bloom? Channing Tatum?Try Mas Joko, tak u-uk!” Melanie mulai merepet sambil nyebutin aktor-aktor idola penghias mimpi-mimpinya (dan tetep nyelip satu nama dari lagu dangdut favoritnya dari kecil dulu).

Akhirnya cengiran gue balik lagi. Emang hebat nih Ibu Peri. Bisa aja narik jiwa gue yang udah nongkrong di pohon jambu seberang, balik ke alam nyata lagi.

Setelah menghabiskan semangkuk mie instan ini, gue mulai ambil suara, “Yah, Mel. Gue sebenernya mulai mikir buat udahan aja sama dia. Eh, gue baru niat, dia udah skak mat gue duluan. Nasib, nasib.”
Bak kesetrum di sutet, tiba-tiba Melanie berdiri dan mengguncang-guncangkan pundak gue. “Wake up, darl! There is nothing wrong with you or your sense of humor! Jangan lo pesimis, nyalahin nasib lo, or whatever pathetic thing that you are thinking right now! Lo emang nggak jodoh sama cowok-cowok itu semua. And I can see clearly that they aren’t even your type!
Melongo. Itu reaksi gue melihat Melanie dengan berapi-api berusaha jadi motivator kesetanan. Saran-saran penyejuk hati dan pelukan hangat yang biasanya dia kasih tiap gue putus cinta, tahu-tahu hari ini berubah jadi teriakan pembakar semangat. Wah, Melanie jadi kaya suporter timnas di GBK gini, hebat. What’s next?
Belum abis jatah melongo gue, Melanie udah menggerakkan tubuh tinggi rampingnya dan duduk bersila di karpet. “Oke, sekarang saatnya gue kasih terapi yang mantap buat lo. It is time for you to call me Master,” kata Melanie sambil mengambil menarikku, sebuah isyarat supaya aku mengikuti apa yang dilakukannya.

Sahabatku ini memang penggila yoga, meditasi, danspiritual healing. Sekarang dia mau nyembuhin gue dengan metode andalannya. Wow! Gue sekarang jadi Naruto yang sedang menimba ilmu dari pendekar ninja kawakan. Hahay! Ups, be serious, Ri!
Dengan gaya instruktur profesional, Melanie memperagakan sebuah posisi meditasi. “Ini namanya self contemplation session. Saatnya lo merefleksikan lagi siapa diri lo sebenarnya. Lo gali semua kelebihan lo buat ditonjolin dan temuin juga segala kekurangan lo buat diperbaikin. Lo bakal buka mata bahwa seharusnya lo optimis dan bersyukur atas apa yang lo punya sekarang,” jelas Melanie.
“Let’s start now, darl! Ambil nafas pelan-pelan, terus buang pelan-pelan juga. Atur ritmenya supaya lo relaks dan bisa konsentrasi sama isi kepala sama hati lo juga. Kalo lo udah siap, tutup mata lo biar bisa lebih fokus,” Melanie mulai mengarahkan sesi terapinya.
Tarik nafas. Buang. Tarik nafas. Buang. Gue mulai praktek sesuai instruksi Melanie. Lumayan juga punya sahabat jago yoga, daripada bayar ratusan ribu ikut latihan bareng ibu-ibu gaul masa kini, hihihihi. Ups! Focus, Ri! FOCUS!

Nggak lama, gue serasa masuk ke dalam sebuah pusaran awan nan lembut. Seperti film flashback, putaran episode hidup gue di masa lalu mulai dimainkan.



Who am I exactly?

-sambunglagiesokhari-






---Oleh: 

http://iammrsred.tumblr.com/

No comments:

Post a Comment