Tentang 30 Hari Cerita Cinta

13 September 2011

Seperempat Senja: Jalan Sore

Sepatu itu akhirnya terpakai. Sepatu olahraga berwarna putih
dengan aksen garis biru dikiri dan kanannya. Sudah buluk walau tak pernah
tersentuh. Hari ini Karin sudah membulatkan tekad untuk melakukan hal yang
sudah ditunda-tundanya selama ini karena berbagai alasan. Lari pagi. Dari dulu
Karin sangat ingin melakukannya, beberapa taman disekeliling kampusnya sangat
mendukung untuk dijadikan track lari
pagi. Terbukti pada hari minggu taman-taman itu penuh dengan bermacam
olahragawan dadakan.

Hanya saja Karin selalu mendapat alasan untuk bolos dari
rutinitasnya itu. Mulai dari kebiasaanya yang tidak akan bangun sebelum jam 7
setiap harinya, sehingga matahari sudah terik dan akan membuat kulit hitam. Atau
itu kuliah pagi sehingga waktunya habis untuk bersiap-siap. Ataupun dia baru
pulang pagi sehabis mengerjakan tugas semalam suntuk, sehingga memilih untuk
tidur. Atau hanya malas. Ya, hanya malas saja.
Maka ditahun terakhirnya berkuliah di kampus ini Karin
teringat cita-citanya dulu. Yap salah satunya, diantara bermacam cita-cita
lainnya seperti bersepeda keliling kampus, mempunyai IP 4, meratakan perut
buncitnya, mempunyai pacar anak band, menulis novel sampai tamat, mengubah rute
jalan dari kampus ke kosan, ikut organisasi diluar fakultas, tidak jajan es
cincau warna hijau cerah lagi-yang konon katanya menggunakan pewarna pakaian, dan
lain sebagainnya. Salah satu dari setumpuk cita-cita yang tidak kesampaian.

Tapi sekarang, ditahun terakhirnya berkarir sebagai mahasiswa
Ia ingin mewujudkan minimal satu dari salah satu cita-cita tersebut. Yang cukup
penting dan cukup simple, juga tentu saja cukup mudah melakukannya-Cuma modal
niat. Nah ini dia Jalan pagi.
Beberapa hari lalu Karin menemukan solusi dari masalah pelik
yang menghambat cita-citanya menuaikan jalan pagi, yaitu Jalan sore! Iya jalan
sore. Karena tidak mungkin melakukannya pagi-pagi dimana aktivitasnya sangat
padat, juga tidak mau melakukannya siang-siang yang dapat membuat kulit
hitamnya menjadi legam, maka diputuskan untuk melakukannya sore-sore. Saat jadwal
kuliahnya sudah selesai, dan masih punya waktu sampai rapat harian organisasi.

Untuk ini Karin terpaksa mengorbankan drama korea yang sudah
diikutinya beberapa minggu. Ah tapi Jalan sore tidak buruk juga. Polusi asap
knalpot kendaraan rasanya tidak sepekat siang. Seperti polusi itu ikut pulang
berasama tuannya. Dan banyak suara burung yang tidak terganggu klakson angkot. Juga
tidak terlalu terik dan silau. Setelah lima belas menit sesuai aturan yang
telah ditetapkan, Karin berhenti dipinggiran danau. Tepat di bawah pohon
tanjung dia menyandar. Meminum air dari botol minum kesukaannya.

Dari posisi tersebut terlihat jelas semburat jingga yang
ditanggalkan siang. Bercampur biru-biru malam. Lalu ditelan ujung danau pada
batas cakrawala. Proses pergantian siang ke malam itu sungguh bukan. Ah iya,
sore ke malam yang benar. Dan sorenya tinggal sedikit. Karin hikmat memandangi
sambil memakan biskuit macan yang dibawanya.

“gue kira Cuma gue yang tahu tempat ini” celetukan itu embuat
Karin hampir tersedak. Refleks ia menoleh kebelakang, ada seorang cowok juga
bersandar pada pohon yang sama seakan tak membuat salah mengganggu khidmat
suasana beberapa menit yang lalu. Dia tampak asik menulisi sesuatu dikertas.

Tidak mendapat respon, Karin berpaling kemudian menyadari
warna jingga makin sedikit dan warna biru. “abis jogging ya mba?” suara itu mulai mengganggu. Merasa ditanya Karin
menjawab tanpa menoleh “Jalan sore”. “iya jogging kan?” tak tahan diganggu Karin menoleh
“bukan! Jogging itu lari-lari kecil, sedangkan gue Cuma jalan
doang. Ja-lan-so-re-so-re” Karin mengejanya seperti pada orang dungu. Yang dijelaskan
hanya manggut saja. Saat berbalik jingga itu sudah semakin habis, tapi warna
yang ada sungguh lebih cantik dari yang sudah-sudah. Karin menghembuskan nafas,
entah untuk apa tapi ia merasa bersyukur.

“sorenya tinggal seperempat ya?” Karin hendak membantah,
tetapi cowok itu sudah berganti posisi ikut menikmati sore meninggalkan kertas
yang ditulisnya tadi. “ dari semua sore, pada jam seginilah sore paling cantik.
Beberapa menit sebelum jam 6. Entah kenapa masa penghabisannya membuat dia
semakin cantik” Karin bingung, orang itu bercerita seakan sore manusia saja. Tapi
dia hanya diam dan ikut menikmati.

Sampai sore benar-benar tenggelam didasar danau, Karin baru
beranjak. Bintang-bintang mulaimuncul diatas kepalanya. Sebuah tangan terulur
padanya “Gabriel” katanya. Sesaat Karin ragu menyambut tangan itu. Tapi sesuatu
mengubahnya dan ikut memperkenalkan diri “Karin”. Ada yang aneh dengan cengiran
cowok itu yang menggelitik tangan karin untuk melampar sepatunya tepat dimukanya. Tapi urung dilakukannya karena karin harus pulang. Dan dia tak bisa
pulang tanpa sepatunya.





- (oleh @oryzanikita - http://selimutbirutua.tumblr.com)

No comments:

Post a Comment