Tentang 30 Hari Cerita Cinta

13 September 2011

Secangkir Kopi, Secangkir Coklat, dan Satu Cinta; Dara

I.              Dara.
Malam itu sama seperti malam-malam yang lain. Gelap. Mendung yang menghiasi langit Jakarta membuat bintang-bintang kehilangan pesona. Tak bersinar. Bulan sabit pun kehilangan teman untuk bercanda. Ditambah dengan hujan rintik yang membasahi jalanan, suasana temaram dan senyap mulai merayap.

Rumah berlantai dua dengan pagar hijau tua dan tembok berwarna putih terlihat sepi. Lampu taman menyala sekedarnya, tak mampu mengusir bayangan-bayangan pohon dan tanaman yang memantul di dinding. Di salah satu kamar di lantai dua, terdengar desahan napas yang tak teratur.

Dara tertidur dengan posisi aneh. Satu tangan terangkat ke atas, bibirnya melengkungkan senyum, sesekali dia cengar cengir sambil menggumamkan kata-kata aneh. Rambut panjangnya acak-acakan, selimut yang seharusnya berfungsi untuk melindungi dirinya dari dingin AC 
yang berembus kini teronggok di lantai.

"Oh, Alva … aku padamu!"

Berkali-kali, Dara menyebutkan nama "Alva" dalam mimpinya. Kedua tangannya terentang, memeragakan gerakan memeluk, berulang kali. Kelopak mata Dara bergerak-gerak, bibir membentuk senyuman, kaki menendang-nendang dan dia bolak-balik badan di dalam tidurnya seperti cacing yang ditaburi garam.

Tiba-tiba, Dara duduk tegak dan memekik. "Alva! Jangan pergi, dong! Kan bukunya belum ditandatangan pake cap bibir!"

Pintu kamar Dara terbuka, mamanya melangkah masuk dengan tampang kusut. Mata Dara masih terpejam. Rupanya dia masih berlayar di alam mimpi. Dengan tampang jengkel, Bu Amina menyambar selimut biru Dara dan kembali merebahkan Dara supaya tak tidur dengan posisi duduk, lalu memakaikan selimutnya.

"Mimpiin cowok mana lagi sih, nih anak! Bikin kaget aja…"

Setelah Dara tidur dengan posisi semestinya, yaitu terlentang, bukannya duduk, Bu Amina berjalan pelan keluar dari kamar. Tapi dia terlonjak lagi karena mendadak Dara menjerit.

"Alvaaa…. Peluk lagi! Peluk lagiiii…. Enak banget dipeluk kamu!!"

Kali ini Bu Amina gak tahan lagi. Dia kembali menghampiri tempat tidur dan menepuk pipi Dara.

"Dara, apa-apaan sih, kamu! Bangun!"

Bukannya bangun, Dara malah senyum-senyum kendati tepukan yang mendarat di pipinya lumayan keras.

"Lagi dong, Va… Aku suka pipiku dibelai sama kamu…"

Bu Amina melotot dahsyat. " Ini anak kok malah makin jadi, sih?! Anindita Dara Vivaldi!! Bangun! Ayo, bangun! Cepetan, bangun!!"
Bu Amina mengguncang dahsyat bahu Dara. Sebelah mata Dara terbuka, agak merah. Sesaat kemudian, Dara membuka kedua matanya, mengumpulkan kesadaran yang tercecer karena guncangan dahsyat mamanya.

"Kenapa, Ma? Barusan ada gempa, ya?"

"Gempa ndas mu! Kamu mimpi jorok, ya?!"

"Ih, kalo nuduh kira-kira, kek. Mimpi jorok apaan, emangnya? Aku sukanya ngimpiin yang cakep-cakep, Ma… Bukan yang jorok kayak pup…"

Pletak! Satu jitakan mendarat di kepala Dara. Bu Amina rupanya bener-bener kesal.

"Kamu itu dari dulu emang punya hobi ngaco! Mama tadi lagi tidur enak-enak kebangun gara-gara jeritan kamu, tau gak! Orang tuh kalo lagi tidur dan mimpi, gak usah jejeritan kayak orang gila, dong! Mama capek tau seharian beresin rumah, beresin kamar kamu, ngurusin papa kamu! Malemnya masih harus ngurusin kamu yang ngigo! Sekarang cerita, tadi mimpi apaan?!"

Dara menatap mamanya bengong. Kok bisa sih, mamanya merepet gitu dalam satu tarikan napas?
"Mama, mendingan Mama pensiun jadi ibu rumah tangga, deh. Mama punya bakat nyaingin Eminem. Jadi Susan Boyle versi hip-hop dan nge-rap gitu, Ma…"

Melihat Bu Amina udah ngambil ancang-ancang buat ngejitak dia lagi, Dara buru-buru ngesot ke ujung tempat tidur. Tangannya menyapu satu buku yang terjatuh di dekat kaki mamanya. Bu Amina mengernyit heran, dan mengambil buku itu.

"Malaikat Cinta. Karya Alva . Oh, jadi ini toh yang bikin kamu mimpi mesum tadi?! Bukunya Mama sita!!"

Dara melotot gak terima. Dia buru-buru turun dari tempat tidurnya dan ngembat novelnya lagi dengan kecepatan cahaya. Tapi Bu Amina lebih gesit. Dia memindahkan novel Dara ke tangan kirinya. Dara manyun berat.

"Mama tega ya merampas satu-satunya kesenangan aku? Tanpa buku ini aku bakalan mati, Ma! Balikin!"

"Kayaknya kamu nurunin bakat lebay dari papa kamu, deh. Sekarang ayo cerita! Mimpi apaan kamu tadi? Kalo gak jujur, novel ini Mama bakar!"

"Mama! Harusnya preman rumah ini aku, bukan Mama! Balikin novelku!"

Bu Amina menyeringai. "Cerita dulu! Buruan! Mama ngantuk, nih."

Dengan wajah cemberut, Dara kembali duduk di kasur. Bu Amina mengikutinya.
"Dara mimpi datang ke jumpa fans buku Malaikat Cinta, Ma. Selama ini kan gak ada yang tau  Alva  itu siapa. Gak ada keterangan sama sekali. Orang mana, wajahnya kayak apa, kenapa dia bisa bikin cerita sebagus ini, pokoknya misterius abis, deh. Nah… Dara datang ke toko buku tempat jumpa fans, dan dipeluk langsung sama Alva , terus… pipiku dicium…"

"Mama yang nampar pipi kamu! Pake tangan! Bukan pake bibirnya si Alva! Lagian, kok kamu bisa sih mimpiin tentang cowok? Pacaran aja belum pernah…"

Dara jadi sewot berat. "Kriteria orang yang jadi pacar Dara itu gak sembarangan, tau! Mama mau punya mantu gak jelas?"

"Mama kan ngomongin pacaran, bukan nikah! Tapi baguslah kalo kamu mimpinya tentang cowok…"

"Maksudnya apaan, nih?!" Tangan Dara menggapai, berusaha merebut novel dari tangan mamanya. Dan berhasil. Diam-diam, Dara nyengir.

"Maksud Mama udah jelas, kan? Kalo kamu masih bisa mimpi tentang cowok, berarti masih ada harapan. Anak Mama yang satu ini ternyata masih doyan cowok…"

"MAMAAAA! Yaiyalah aku suka sama cowok! Emangnya aku lesbian, apa? Sembarangan aja! Mama sendiri yang ngomong kalo nyari cowok itu hati-hati. Liat bobot, bibit, bebetnya. Selama ini cowok yang suka sama Dara, bebek semua, tuh…"

"Kamu kalo nyari alasan paling bisa. Cowok mana yang suka sama cewek yang galaknya kayak kamu?"

"Cowok kayak Alva  dong, Ma…"

Jidat Dara ditoyor Bu Amina lagi. "Udah, ah. Mama mau tidur lagi. Awas ya, kalo sampe ngigo gak jelas kayak tadi. Liat tuh, sekarang udah jam 3 pagi! Ganggu tidur Mama aja. Mama kalo sampe kurang tidur, bawaannya cranky tau, gak…"

Dara ngakak. "Emangnya Mama tau cranky artinya apa?"

"Nggak. Tapi kan itu kata yang keren. Mama sering denger di tipi…" Bu Amina menjawab dengan sikap cuek. Dara ketawa lagi saat mamanya melangkah keluar dari kamar, dan menutup pintunya perlahan.

Dara meraih novel kesayangannya. Judul Malaikat Cinta dengan tinta warna biru muda dan gradasi abu-abu, cover sederhana dengan siluet lingkaran halo, sayap malaikat dan sosok tanpa wajah yang sedang berdansa dengan seorang wanita yang wajahnya juga tak terlihat, dengan rambut panjang berwarna putih dan garis tegas berwarna hitam menambah pesona novel ini.
Karena terlalu sering dibaca ulang, novel itu tampak kusam dan lecek. Dara tersenyum saat melihat nama Alva  terukir di bagian bawah cover novelnya.

"Cinta memang tak pernah usang untuk dibicarakan, apapun bentuknya. Novel ini tidak diperuntukkan kalian yang menganut prinsip "seeing is believing." Tuhan tak terlihat, tapi kita percaya keberadaannya. Udara tak terlihat, tapi tanpanya kita hanya mayat pucat yang tak bernyawa. Cinta tak bisa kita raba, dengar atau lihat. Tapi tanpa cinta, kita hanya manusia yang berjalan seumpama zombie. Bernyawa tapi tak merasa. Melihat tapi tak menyimak. Mendengar tapi tak mengerti. Berakal tapi tak berpengetahuan. Cinta adalah segalanya. Cinta adalah tanda tanya terbesar. Selalu ada alasan untuk mencinta, karena cinta adalah harapan yang harus dipunyai semua orang.

Berbicara tentang cinta, berarti kita membicarakan sejarah yang terentang jutaan tahun lamanya. Cinta tak pernah berubah dari jaman ke jaman. Ia ada, hadir dan memenuhi relung hati manusia primitif sekalipun. Tanpanya, kita tak pantas disebut manusia. Bahkan binatang pun mempunyai rasa cinta. Lihatlah induk ayam yang melindungi anak-anaknya dalam hangat lekukan sayap mereka yang tak bisa digunakan untuk terbang. Lihatlah kantung kanguru yang melindungi anak-anak kanguru yang masih lemah dan tak berdaya.

Cinta itu sederhana, tapi juga rumit. Siapakah yang  bisa mendefinisikan cinta? Apa itu cinta? Tak ada kata atau bahasa yang bisa menjabarkannya. Kita merasa, tapi tak bisa menjelaskan arti cinta sebenarnya. Rumit? Tidak juga. Cinta itu sederhana. Tak diperlukan emas atau permata untuk membelinya. Karena cinta tak diperjualbelikan seperti pelacur yang menggadaikan badannya sementara untuk uang. Cinta itu gratis, seperti halnya bernapas. Di saat buang air kecil saja harus membayar, kita bebas mencintai sesuka hati, tanpa ada batasan.
Banyak yang bilang, "Love is blind". Saya tak pernah setuju. "Love isn't blind. It sees, but it doesn't mind." Cinta itu nggak buta. Cinta melihat, tapi tak peduli apa yang dilihatnya. Karena cinta bukan sekedar penampakan fisik. Cinta menerawang ke dalam jiwa. Tanpa cinta, jiwa kita hampa.

Yang akan kalian baca adalah satu kisah cinta sederhana, tapi juga rumit. Sederhana, karena cinta tak memilih. Rumit, karena kita tak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Ke mana cinta akan berlabuh? Hanya hati yang tau.

Selamat menikmati.

Alva."

Dara menghela napas panjang. Kok bisa ya, ada yang membuat kata-kata sederhana terangkai begitu indah? Padahal ini baru kata pengantar dari sang pengarang. Dara mengamini semua kalimat yang tercetak di kertas warna coklat muda di depannya. Cinta itu rumit sekaligus sederhana. Seperti rangkaian simbol tak terputus,yang tak ketahuan mana ujung pangkalnya.

Ah, Alva…

Dara meletakkan novel itu, satu senyum terukir di wajahnya, kedua tangannya memeluk lutut, pandangannya menerawang. Jika saat ini Alva hadir dalam wujud nyata di depannya dan memintanya untuk menikah, Dara akan menjawab "ya" tanpa berpikir. Dara bahkan tak peduli bagaimana sosok Alva yang sebenarnya. Seperti kata Alva, cinta menerawang ke dalam jiwa, bukan sosok fisik semata.
Masalahnya, mungkin Dara bukan manusia satu-satunya yang jatuh cinta kepada Alva. Mungkin di luar sana, ada beribu-ribu gadis sepertinya. Jatuh cinta, tergila-gila, gila beneran karena terpesona isi buku ini, sekaligus penasaran sama pengarangnya. Namanya aja udah keren begitu. Masak iya sih orangnya jelek? Gak mungkin banget…

Dara terus memeluk lututnya. Terus menerawang dan membayangkan namanya menjadi Nyonya Alva. Bukankah mimpi harus terus dijaga? Bukankah harapan harus terus dipelihara? Mimpi dan harapan Dara sederhana. Tapi juga bagaikan satu mission impossible maha rumit. Dara tak peduli kalau mempunyai mimpi seperti Napoleon yang berniat menaklukkan dunia, Alexander The Great yang punya ambisi hidup selamanya, atau impian Nefertiti yang menginginkan kecantikan abadi. Dara tak peduli. Yang penting dia harus memelihara mimpinya supaya tetap menyala. Siapa sih yang tau ke mana takdir akan membawa kita?

Dara tak tau, takdir sedang menyusun perangkap khusus untuknya. Jalinan yang rapih seperti jaring labah-labah. Tinggal menunggu waktu untuk bergerak dan melancarkan satu gerakan kosmis kecil. Semesta akan berkonspirasi. Membuatnya tak bergerak, pasrah menanti apa yang akan terjadi.

Takdir yang terletak di benua lain. Australia.

Permainan takdir dimulai.



- (oleh @aMrazing)

2 comments:

  1. Eh ini masih ada lanjutannya kan? Gak rela keputus gitu aja. Penasaran sm lanjutannya

    Btw...emang iya induk ayam gak bs terbang? Jd yg bs terbang cuma bapak ayam?
    Kok gak adil? Kan dua2nya punya sayap?
    Ayamnya waktu masih perawan bs terbang kok. Knp abis beranak, malah gak bisa terbang?
    Dan knp gw concern amat sama ayam ya?

    ReplyDelete
  2. MANFAAT VIMAX PILLS UNTUK PRIA ?

    Berdasarkan TESTIMONIAL dari Pengguna yang telah menggunakan VIMAX PILLS ada 7 MANFAAT :

    MemperBESAR Ukuran dan PANJANGGGG Penis sampai dengan 8 cm (HASIL PERMANEN)
    Meningkatkan KETAHANAN dan HASRAT SEKSUAL dalam Berhubungan Seks
    EREKSI yang LEBIH PERKASA dan TAHAN LAMAAAA
    Mencegah DISFUNGSI EREKSI dan Meningkatkan INTENSITAS ORGASME
    Membuat Pasangan SEMAKIN LENGKET
    LEBIH PERCAYA DIRI dan MACHO
    Keharmonisan Rumah Tangga semakin TENTRAM

    PEMESANAN HUB. 0821-3649-5554 / 085-747-266-780
    PIN BB. 329840B4

    info lebih lanjut klik di www.vitalitasku.net

    ReplyDelete