Tentang 30 Hari Cerita Cinta

13 September 2011

Memories: Flashback


We used to love during the many days
We were together

We used to hurt together

Making each other’s pain our own

Ready?” bisik Andra padamu. Kau mengangguk, kemudian menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ini mungkin bukan pertama kalinya suaramu mengudara di radio, tapi ini pertama kalinya kau membawakan acara ini. Andra mengecilkan volume backsound dan kau mulai berbicara.
“107,7 Youngsters FM radio, the adorable youngersGood night everyonemeet again with DJ Loveable,” kau berdehem kecil kemudian membaca scriptmu. “Bicara tentang cinta. Cinta bisa datang dari mana saja, cinta bisa datang kapan saja, cinta juga bisa pada apa saja,” kau memberi jeda  untuk kesan dramatis. Agak terkejut mendengar suaramu sendiri yang terdengar lebih formal dari hari biasanya. “Cinta bisa datang pada seseorang yang baru kau temui, seseorang yang kau kenal seumur hidupmu, atau mungkin dari hal-hal yang tidak pernah kau duga sebelumnya. Malam ini, selama 60 menit kedepan Lova akan berbagi kisah-kisah cinta dan kenangan tentang cinta di program baru Love Potion, tell me your love. Stay tune on 107,7 Youngsters FM radio,the adorable youngers…”
Kau mengecilkan volume microphone sementara Andra, partner siaranmu memutar lagu di playlist kalian. Lagu pertama adalah Separated milik Usher. Lagu ini mengingatkanmu akan hal sama yang pernah kau ambil atas kesepakatan bersama dengan seorang pria beberapa bulan lalu.

_____
“Lara,  aku rasa kita sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan ini,” begitu katanya waktu itu. Kau terdiam beberapa lama. Kau sudah menyiapkan mentalmu jauh hari, namun tetap saja keputusan ini sedikit mengejutkanmu.
“Aku tahu,”
Dia menaikkan sebelah alisnya. Oh, tolong jangan pandangan itu, bisikmu dalam hati. “Terima kasih sudah bersama-sama denganku selama dua tahun belakangan ini. Aku sangat menghargainya.” Kau eneg sekali mendengar kalimat diplomatisnya. Menghargai, katanya? Jadi, berapa hargamu selama ini dimatanya? Darahmu mulai bergejolak lagi namun kau menahannya.
“Ya, aku juga,” jawabmu tanpa beban. Kau tidak bisa berpura-pura baik terus di depannya, meskipun kau ingin. Kau tahu dia punya sisi sensitivitas yang tinggi, dan kau tidak ingin kalian berdua berakhir dengan buruk. Tidak, kau ingin perpisahan yang baik seperti awal perkenalan kalian dulu.
“Jadi, Lara, aku rasa ini saatnya kita jalani hidup masing-masing. Aku dan kesibukanku yang baru, dan kau…..” kalimatnya menggantung. Kau tahu, dia bahkan tidak bisa mengingat percakapan kalian saat terakhir bertemu. Kau bilang padanya kau diterima di salah satu stasiun radio di kotamu dan dia membalasnya dengan bercerita tentang sesi pemotretannya untuk cover album baru. Dia begitu bersemangat dengan kegiatan-kegiatannya selama ini dan kau bahkan tidak merasa heran kalau dia mengabaikanmu. Sepertinya kau sudah terbiasa dengan ini.
“Yah, aku tahu,” potongmu cepat. “Selamat tinggal, Henry, aku tahu saat ini kau sibuk, terima kasih sudah menyempatkan datang,” kau membereskan serbetmu, chocolate taartmu bahkan belum kau sentuh. “Aku buru-buru, ada kesibukan lain, jadi, selamat tinggal sekali lagi.. semoga sukses dengan segala aktivitas keartisanmu,” kau mengambil purse mu diatas meja, dan berjalan keluar. Kau bahkan mengabaikan sapaan ramah waitress yang membukakanmu pintu.

_____
Kesadaranmu kembali ke studio kecil kalian tepat sebelum lagu kedua habis diputar, dan kau bertemu dengan muka bengong Andra.
“Aku kira tadi kamu gak bakal balik!” kau menyikut rusuknya pelan.
“Maksudnya?”
“Eh, enggak… Kamu kelihatannya mendalami banget lagunya. Pengalaman pribadi ya?” sindirnya. Tubuh gembulnya bergerak-gerak menahan tawa.
“Dasaaarr….” jingle radio kalian sudah diputar dan kau bersiap-siap untuk on air lagi, mengurungkan niatmu untuk menjitak kepala Andra yang agak botak. Andra memberi hitungan mundur dimulai dari tiga dan kau menunduk, membaca script mu. “107,7 Youngsters FM radio, the adorable youngers, back again with Lova.” Jeda lagi. kau membiarkan jingle radiomu selesai, kemudian memutarkan backsound di awal acara tadi. “Jam di Youngsters menunjukkan pukul 9.13 malam, waktunya Lova untuk mendongeng. Jadi, para youngers, dipersilahkan cuci tangan, cuci kaki, gosok gigi, dan siap-siap di tempat tidur,” kau terkikik pelan. Kau merusak suasana romantis sendu malam ini yang diciptakan backsoundmu. Andra menjitak kepalamu keras. Kau menahan diri agar tidak mengaduh.
Kau membuka email resmi radio, dan mendapati enam email yang masuk. Permulaan yang cukup baik, mengingat ini pertama kalinya program Love potion on air. Kau melirik naskahmu, ada satu yang paling bagus diantara enam email tersebut yang sudah Andra pilihkan untuk kau baca malam ini. Namun kau tiba-tiba kau berubah pikiran.
“Malam ini Lova akan bercerita tentang kisah hidup Lova sendiri, jadi yang hari ini sudah mengirim email ke Lova, Lova simpen dulu ya, untuk besok-besok,” Andra bengong, namun tidak memberimu isyarat apa-apa. Kau berdehem kecil lagi dan mulai bercerita. “Waktu Lova masih awal kuliah, Lova dekat dengan seorang laki-laki nih, youngers,” memorimu menerawang lagi, kembali ke masa-masa awal hubunganmu dengan seorang pria bernama Henry.

_____
“Ra, minjem mobilnya bentar, ya? Pentiiiinggg……” Angga, ketua BEM sekaligus sahabatmu sejak SMP tiba-tiba menyambar kunci mobilmu di meja, tepat disaat kau sedang menikmati suapan terakhir mie ayam bu Sulastri yang terkenal kelezatannya di kalangan mahasiswa kampusmu.
“Ehh? Buat apa?” tanyamu heran. Tidak biasanya Angga terburu-buru seperti itu.
“Mau dipake jemput artis yang mau jadi bintang tamu dies natalis jurusan kita itu. Driver kita Reza, lagi asistensi sama Pak Parmo nggak kelar-kelar dari tadi. Udah telat nih..” Angga melirik segelas es tehmu, menenggaknya setengah, kemudian setengah berlari menuju ke parkiran.
“Eh, Anggaaaa,” teriakmu ke arahnya. Si robot troya itu berhenti, menoleh ke arahmu. “Kamu kan nggak bisa nyetir mobil….”
Angga menepuk dahinya keras, bagaimana kondisi kepepet begitu bisa membuatnya lupa hal yang penting. “Ra, tolong setirin ya….”

_____
“Singkat cerita, akhirnya Lova dan teman Lova si A pergi ke bandara buat menjemput artis bintang tamu itu. Pada awalnya kami kira dia bakal marah besar, secara, kami telah 1,5 jam buat jemput dia. Bayangkan, youngers, kalau kita hitung secara ekonomi, dengan jadi bintang tamu di sebuah talk show saja dia bisa menghasilkan beberapa juta rupiah, nah ini….” kau senyum-senyum sendiri mengingatnya. Kau ingat, betapa manajer Henry yang galaknya minta ampun menyemprotmu dan Angga karena kalian tidak bersikap profesional. “Sampai di bandara, kita sempat nyasar pula, jemputnya di terminal keberangkatan bukan kedatangan, wah lucu deh youngers. Diantara saya dan A memang belum pernah ada yang berpergian naik pesawat. Alhasil, manajernya artis itu marah-marah deh. Sampai sini dulu, kita dengarkan single ini ya, dari Daniel Beddingfield with if you’re not the one, stay tune on 107,7 Youngsters FM radio, the adorable youngers…”
Andra memutar otomatis dua lagu dengan beberapa jeda iklan, sementara kau dan Andra meluruskan punggung. Siaran malam memang lebih melelahkan dari biasanya, namun kau menikmatinya. Kau sendiri yang memutuskan untuk menjadi penyiar radio dan menyia-nyiakan gelar sarjana kesehatan masyarakatmu. Lagipula, kau ingin membuang sebagian besar kenangan yang malam ini malah sengaja kau hadirkan kembali. Flashback.
“Minum, Va,” Andra menyodorkan sebotol air mineral yang langsung kau minum sepertiganya. “Haus ya?”
“Yah, lumayan.” Kau tersenyum simpul. Heran juga dengan Andra yang terus memanggilmu Lova sejak awal kau siaran di radio, padahal dia tahu nama aslimu Lara. “Trims ya Ndra,”
“Anytime, gals,” Andra memberimu aba-aba on air lagi, dan kau bersiap melanjutkan ceritamu.

_____
“Hai, saya Henry, senang bertemu kalian,” Henry dengan senyumnya yang polos seolah tidak terjadi apa-apa menjabat tanganmu dan Angga. Dia berhasil mencairkan suasana antara kalian dan manajer galaknya. Setengah jam kemudian kalian duduk bersama di sebuah coffe shop membicarakan konsep acara. Beberapa kali kau mencuri pandang ke arah Henry. Yah, dia memang luar biasa tampan, juga penyanyi bersuara emas yang dijagokan untuk go internasional. Dan sikapnya tadi semakin membuat nilainya begitu baik dimatamu.
Acara berlangsung meriah, bisa dikatakan sukses, dan hampir tidak ada kendala. Wajah Angga dan timnya begitu sumringah, dan sebagai gantinya ia berjanji mentraktir kalian semua makan nasi goreng gila Cak No. Di tengah-tengah makan, handphone mu berdering. Ada SMS dari Henry. Astaga! Seorang Henry mengirim SMS untukmu. Dia memberitahumu mereka sudah sampai ibukota dengan selamat dan mengucapkan terima kasih untuk kerjasama dengan kalian semua. Kau menyampaikan pesannya pada teman-temanmu dan mendapat ‘boooooo’ keras dari mereka semua. Namun kau tidak peduli, perasaanmu begitu senang hari ini.
Sekian waktu berlalu dan Henry masih sering mengirimimu SMS. Entah ucapan selamat malam, selamat beraktivitas, dan ucapan selamat yang lain. Kadang kau membalasnya, kalian berbalas SMS, lalu tiba-tiba terputus karena kesibukan Henry. Hingga suatu malam kau mendapat pesan yang cukup serius dari Henry.
Aku ada di kotamu. Mau jalan-jalan malam denganku?
Malam itu Henry menyatakan perasaannya padamu. Bahwa dia benar-benar menyukaimu sejak pertama kalian bertemu. Walaupun saat itu kau hanya memakai kemeja dan jeans butut serta sneaker kusam, walaupun kau tidak berdandan selayaknya mahasiswi lain, walaupun kau dan Angga lebih cocok dikatakan seperti gelandangan daripada mahasiswa, namun Henry tetap menyukaimu. Dan kau menerimanya, dengan segala resiko termasuk merahasiakan identitasmu dari pers.
Tahun pertama berjalan lancar. Henry mengunjungimu dua bulan sekali, kadang mengirimimu tiket pesawat dan mengajakmu berkeliling kotanya. Kalian hampir tidak ada masalah, meski harus sembunyi-sembunyi. Beberapa kali kau dan Henry harus menyamar, atau bepergian ke daerah pinggiran agar tidak dicurigai. Dan selama itu kalian aman.
Pertengahan tahun kedua, Henry semakin sibuk dengan kegiatan keartisannya. Ia menerima tawaran sinetron stripping dan sering terlihat berduaan dengan lawan mainnya di sinetron. Meski ia sempat mengklarifikasi bahwa diantara mereka tidak ada apa-apa, namun toh setelah syuting sinetron berakhir mereka masih sering jalan berdua. Dan Henry semakin jarang menghubungimu. Namun, entah kenapa kau tidak merasa cemburu dengan gadis itu. Kau bahkan tidak menonton sinetronnya meski saat kalian bertelepon Henry selalu memberimu bocoran ceritanya. Kau sepertinya sudah mulai bosan dengan hubungan ini.
Dan, puncaknya, saat Henry meresmikan hubungannya dengan artis wanita itu di hadapan pers yang membuatmu sakit hati. Hubungan kalian diambang kehancuran ketika suatu malam Henry meneleponmu untuk menjelaskan semuanya. Dia dan artis wanita itu sedang promo film terbaru mereka dan hubungan fiktif itu untuk mendongkrak popularitas filmnya. Sungguh taktik yang licik, rutukmu. Henry sendiri pun tidak mau melakukannya, ia tidak ingin menyakitimu. Kau bahkan bisa mendengar suaranya yang tiba-tiba menjadi berat dan ia sedikit terisak. Malam itu kalian berdua larut dalam badai air mata dan kalian berbaikan. Kau pun sebetulnya masih mencintainya, hanya saja kau seperti kehilangan kepercayaan.
Akhir tahun kedua, Henry sibuk mempersiapkan album barunya. Singlenya sudah keluar dua bulan sebelum album itu diluncurkan dan dia sibuk promo keliling kota. Tapi kali ini tidak ada pihak ketiga maupun manapun. Kau hanya merasa, entahlah, mungkin bisa dikatakan jenuh. Begitupun Henry. Meski tanpa pertengkaran yang serius, tanpa banjir air mata seperti dulu, meski kau sudah berusaha untuk berpisah secara baik-baik, tetap saja kau merasa kalimat perpisahanmu tidak semanis pertemuanmu. Dan hubungan ini mati. Bersamaan dengan hatimu yang ikut menjadi beku.


But have one last cry, one last cry
Before i leave it all behind
I gotta put you outta my mind, this time
Stop living a lie


---Oleh: 

No comments:

Post a Comment