Tentang 30 Hari Cerita Cinta

13 September 2011

Bianglala : Duri Rindu

Aku tahu masa lalu itu hanya ada di belakang. Dan tidak baik untuk mengingatnya terus-menerus. Ironisnya kenangan selalu menyeretnya serta ke masa depan. Atau, aku saja yang tak mau melepas kenangan? Tepatnya kamu, karena kamu adalah masa lalu.

Oh tidak, aku yang masa lalu bagimu. Karena bagiku, kamu adalah sebuah kenangan indah di masa lalu yang selalu hidup di masa ini dan mungkin hingga masa depan.

Sayangnya, aku terlambat mengetahuinya.

Egoku terlalu tinggi saat itu untuk menerimamu, tepatnya melihat cintamu. Dan juga terlalu meragukannya. Karena terlalu banyak hal tidak logis yang mampu diterima dengan baik oleh otak sehingga membuatku selalu bertanya-tanya, lalu meragu. Padahal, beberapa hal dalam cinta memang tidak logis bukan?

Kalau saja aku tahu bahwa mencintaimu itu indah. Kan kulakukannya sejak dulu, tanpa ragu. Tanpa pernah memaksamu untuk berbicara mengenai kejelasan hubungan kita. Karena nyatanya bagiku kini semua tidak perlu. Aku tidak butuh ucapan janji setiamu. Karena nyatanya yang kurindukan selalu adalah jokes-mu. Dan itu bagiku sudah cukup setidaknya, kamu selalu ada di setiap aku membutuhkan – dan kuharap kau pun begitu padaku. Klise memang, tapi seperti itulah aku mencintai dan merasa dicintai. Dengan keberadaan dan penghargaan. Karena yang lebih cinta butuhkan adalah pembuktian bukan ucapan janji setia dan kata puitis cinta.

Hingga akhirnya aku kehilanganmu. Lalu rindu mulai menyerangku dengan dahsyat. Bukan jenis rindu yang indah yang mampu kuungkapkan kepada objek rindu.

Juga bukan tipe rindu yang menyesakkan. Tidak, aku tidak pernah sesak karena kelebihan kadar rindu. Rinduku padamu, hanyalah tipe rindu kecil yang tak perlu diucapkan.

Sayangnya bukan berarti kecil tidak menyakitkan. Ini malah lebih menyesakkan. Karena rindu yang kecil ini malah menancap tepat di hatiku. Seperti duri. Kecil tapi mampu membuat objek tancapannya berdarah.

Aku hanya rindu enam bulan bersama kita. Enam bulan dengan banyak telepon malam hari sebelum tidur. Juga pesan-pesan singkat penyemangat pagi hari.

Hingga tiap ponsel memekik setelah aku kehilanganmu, aku selalu berharap bahwa kamu akan memberiku kabar. Sewaktu-waktu.

Nyatanya, sewaktu-waktu itu tidak pernah ada hingga seribu hari lebih.

Dan rindu itu masih mengganggu. Kupilih untuk kukecup saja kenangan satu-satu. Tak perlu kautahu aku merindu.



~ (oleh @cHaMarsya - justmyshatara.blogspot.com)

No comments:

Post a Comment