Tentang 30 Hari Cerita Cinta

13 September 2011

Histeria Cinta Pertama #1

"Underwear everywhere"
Sepasang kata itu terlontar begitu saja sewaktu kedua mata gue
menangkap pemandangan kamar Danu. Terdengar sangat norak, mungkin.
Menganga menatap kancut. Gue nyaris terpesona. Tak pernah menyangka
bahwa di atas bumi tempat gue berpijak, ada sebuah ruangan dengan
berselimut cahaya yang berkesan remang-remang. Dihiasi oleh olahan
kapas bentuk simetris dan berpola segitiga, yang terpencar tak
beraturan disudut-sudutnya. Benar-benar seperti kapal pecah... yang
baru saja kejatuhan bom atom. Tapi tempat seperti itu ada di dunia dan
gue ada di sana.
"Abaikan, Igo! Abaikan itu!" Gelengan pergelangan tangan Danu menarik
perhatian retina gue "Itu hanya halusi! ITU HANYA HALUSINASI!"
Ucapnya, seakan gue sedang berada di tengah gurun pasir.
Pembuyaran lamunan ini memaksa gue untuk mengambil keputusan sulit:
berhenti memandangi kancut dan melanjutkan misi meminjam buku.
Namun untuk kesekian kalinya, perhatian gue kembali teralihkan dari
misi. Kali ini gara-gara 'whiteboard' yang tergantung cantik di tembok
depan kasur. Tergores dengan sederet obsesi, sebagai inspirator untuk
menyemangatinya menjalani hari. Terbaca jelas obsesinya yang paling
tinggi adalah menjadi dokter. Terlihat juga beberapa daftar obsesi
lain yang telah tergores garis lurus dan didampingi tanda centang
disampinya, menandakan obsesinya kesampaian.
"Gila, norak abis lo! Ginian aja pake ditulis. Hahaha, CUPU!!!" gue
menertawakan hasil karya Danu yang menurut gue norak maksimal.
Besoknya, gue ikutan bikin di kamar gue sendiri.
Hanya sedikit berbeda dengan apa yang Danu lakukan. Ia terlehat lebih
'nyarat', karena dia menggunakan sebuah whitboard sebagai alas bagi
obsesinya. Berbeda dengan gue yang 'nggak nyarat' terlalu kere untuk
membeli whiteboard. Dan mengingat sifat gue yang serba simple, maka
catatan-catatan obsesi itu gue tuliskan langsung ditembok kamar.
Ironisnya lagi, hampir setiap 24 jam sekali, goresan 'obsesi' gue
berubah menjadi goresan 'depresi'. Jelas, itu karena gue berlangganan
akan kegagalan. Juga karena gue memang hanya menulis obsesi yang
jangka waktu pencapaianya relatif singkat.
Biasanya sebelum tidur, gue menulis "Besok adalah pencapaian
terbesarku. Aku akan bangun pagi dan mengawali hari dengan jogging,
lalu nongkrong di café, nyobain terapi ikan, dan penggaulan lainya."
Dan dalam kurun waktu kurang dari 12 jam, tulisan tersebut gue gores
dengan garis lurus dan juga ditambah keterangan "yah, kesiangan... Aku
mau mati aja!!!"
Hanya dalam kurun waktu beberapa minggu, berubah derastis. Terlihat
lebih parah dari kamar Danu. Dan dengan banyaknya coretan di tembok,
nggak heran kakak gue sampai berkomentar "ini kamar apa WC umum?"
Danu mungkin lebih beruntung, karena ia bisa menghapus obsesinya yang
gagal. Hilang. Tidak berbekas. Dan tidak bisa ditertawakan seperti
coretan gue. Intinya, meski ikut-ikutan, versi gue jauh berbeda. Namun
ada satu kesamaan yang tak bisa disembunyikan: kita sama-sama
mencantumkan sebuah nama dalam catatan obsesi kita masing-masing. Nama
cewek. Yang meski kita tahu nama lengkapnya, tetap tak ada keberanian
untuk menyatakan perasaan kita. Perasaan abstrak yang sulit dipahami.
Perasaan yang disebut...
Cinta
Dan obsesi terbesar dalam hidup gue adalah seorang gadis yang begitu
gue cintai... secara diam-diam

bersambung~


- (oleh @agengindra - http://agengindra.wordpress.com)

No comments:

Post a Comment